1

2 1 2
                                    

20:11

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


20:11

Cemara menekan tombol on sehingga memunculkan widget jam di layar androidnya. Rasanya dia belum merasakan istirahat yang membuat badannya santai seharian ini.

Tumpukan baju kering milik pelanggan yang harus dia lipat dan package sudah menjadi pekerjaan yang tidak asing lagi di hidupnya. Hari ini pesanan cucian cukup banyak. Orang tuanya kewalahan, sehingga meminta Cemara untuk membantu.

Usaha binatu yang sudah dijalankan orang tuanya selama 4 tahun belakangan ini cukup membantu perekonomian keluarganya. Tempatnya yang strategis, di pinggir pasar di daerahnya membuat kios itu cukup pesat memasuki telinga masyarakat.

Suara ibunya terdengar dari dalam kios sepeninggal Cemara. "Hati-hati, Ra."

Dia menenteng bungkusan plastik cukup besar berisi kain kering milik pelanggannya menyusuri lorong pasar yang kebanyakan tidak memiliki penerangan di tiap kios. Belum lagi, pundaknya mencangklong tas yang berisi buku dan seragam sekolahnya. Pagi tadi ibunya sudah menyuruhnya untuk membantu di kios, itulah alasan Cemara memilih langsung membawa baju ganti daripada harus bolak-balik dari rumah.

Sejak 4 tahun orang tuanya membuka usaha laundry, ada banyak hal yang membuat Cemara merasa bahagia dengan lingkungan pasar ini. Setidaknya dia banyak mengenal pelanggannya, tetangga samping di kiosnya, petugas kebersihan pasar, dan mengetahui harga-harga kebutuhan primer masyarakat.

Pikirannya melayang membayangkan betapa orang tuanya bekerja keras untuk hidup Cemara dan adiknya. Terkadang waktu fajar menyingsing, ibunya sudah bersiap-siap berangkat menuju kiosnya, tanpa kepastian pendapatan, dia ikhlas berapapun rezeki yang akan beliau dapatkan.

Ayahnya bekerja sebagai anggota Tata Usaha di Sekolah Dasar. Keduanya saling menerima untuk sama-sama membantu perekonomian satu sama lain.

Cemara tersenyum, betapa beruntungnya dia.

Oleh karena itu, tekad Cemara kuat, dia benar-benar ingin berhasil. Dia juga ingin bekerja keras seperti orang tuanya. Tugasnya saat ini masih harus belajar sebagai jembatan menuju kesuksesan. Tidak ada keinginan dan ketertarikan untuk mengurusi masalah di luar itu.

Tidak ada yang lebih indah daripada membayangkan senyum bangga kedua orang tuanya nanti melihat keberhasilannya di masa depan.

Gedebug ... bug ... sreekk ...

Cemara memelankan langkah, mengamati suara samar yang dia dengar di tanah lapang di balik kios.

Anak siapa yang malam-malam begini masih bermain di pasar? Apakah ada kios yang masih buka? Tumben sekali. Beberapa kali di waktu yang sama, Cemara tidak pernah mendengar suara apapun kecuali beberapa pemilik kios yang sedang bersiap-siap menutup kiosnya.

Misalpun itu hantu, Cemara sudah hampir menuju depan pasar, tempat dimana biasa ayahnya menjemputnya. Jadi, dia tidak akan melihat hantunya.

"Bocah cilik ingusan!" Semakin Cemara melangkah, semakin suara gagah berani dan menyeramkan semakin terdengar.

Bocah cilik? Anak siapa? Jangan-jangan anak pemilik kios yang sering berlarian di siang hari. Apa dia sedang diganggu orang-orang dewasa? Apa dia tersesat?

Ah, dia harus menghentikannya. Kasian juga orang tuanya. Tugas Cemara hanya menegur mereka lalu mereka pasti akan pergi mengetahui masih ada seseorang di pasar ini.

Lihat saja.

"HEI!"

Tak pernah disangka Cemara bisa mengeluarkan suara lantang bak kernet bis. Beberapa orang di tempat reflek menoleh ke arah Cemara.

Hening.

Di mana anak kecil itu? Yang dia lihat hanya ada 4 orang dewasa yang berdiri berdempetan dengan satu orang lagi babak belur bersender lemas di tiang listrik. Pencahayaan yang temaram membuat wajah mereka tidak terlihat. Tidak ada anak kecil, dia anak muda. 

Jangan bilang mereka sedang berkelahi lalu Cemara datang mengganggu mereka.

Ini bahkan lebih mengerikan daripada hantu.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang