Brukkk.
Aku melempar batu bata tepat didepan lelaki paruh baya yang sedang diselimuti amarah. Seketika semua hening. Lontaran kata kasar yang sedari tadi menghujami rumah ini tibatiba hilang. Redam.
Aku tak ingat apa sedang terjadi pada saat itu , yang kutahu aku sedang membela ibuku. Iya ibuku. Ibuku yang selalu menjadi pelampiasan amarah oleh suaminya sendiri. Iya suaminya itu bapakku. Bapak kandungku.
Kata kata kasar , cacian makian rasanya sudah tidak asing lagi bagiku. Bagi adik adikku. Entah mulai sejak kapan , tapi yang kuingat selama aku mulai bisa mengingat memori tidak ada sedikit pun kenangan indah terselip disitu. Tidak , aku tidak sedang membuat drama atau sedang mencari Iba. Tapi ini sungguh nyata itulah adanya.
Aku terlahir didalam keluarga yang utuh , ya karena bapak dan ibuku masih dalam satu ikatan pernikahan. Tidak ada perceraian. Hanya saja rasanya keluarga yang bercerai sepertinya terlihat lebih bahagia dibandingkan dengan kehidupan ku saat ini. Melihat keluarga yang bisa piknik atau bahkan sekedar makan bersama saja sudah sangat membuatku merasa iri.
Tidak bapak ibuku masih hidup , Alhamdulilah mereka sehat. Dan semoga selalu sehat. Aku juga tidak membenci bapak dan ibuku , aku bahkan sangat menyayangi mereka. Hanya saja ya begitulah. Rasanya hatiku perih jika harus menjelaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Kisah Anak Perempuan Pertama
Non-FictionTentang banyak nya penyesalan , tentang sebuah ungkapan yang selalu terpendam, tentang sebuah perasaan yang belum sempat tersampaikan. pak , Bagaimana apa bapak baik baik saja? Apa bapak masih mengingatku? Apa hati bapak masih sakit dengan perkataa...