Childhood -2

217 14 1
                                    

Rin dan Sae sedang duduk di sofa, menatap TV di depan mereka dengan Rin yang menyandarkan kepalanya di bahu Sae.

"Kak Sae.." Bisik Rin secara tiba-tiba yang membuat sang kakak menoleh kearahnya.

"Kenapa Rin?" Tanya Sae dengan rasa penasaran. Lalu Rin menoleh kearahnya, membuat dua bersaudara itu saling berhadapan.

".. Kakak sayang Rin ngga?" Pertanyaan Rin membuat mata Sae sedikit melebar dan menatap Rin dengan kebingungan.

"Kamu ngelantur? Pake nanya.. Kakak sayang Rin dong." Sae menjawab sebelum memeluk Rin dengan erat. Tangan lembut Sae membelai kepala Rin yang membuat hati sang empu merasakan kehangatan.

"Saudara itu harus saling menyayangi.. Kayak kakak sayang ke Rin dan juga sebaliknya. Saudara itu ga boleh saling membenci, ngerti?"

Penjelasan Sae tentunya membuat hati Rin tersentuh, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas pelukan Sae, bahkan lebih erat.

"Kakak.. Ngga bakal ninggalin Rin kan? Kita bakal terus bersama.. Kan?" Tanya Rin dengan suara yang lirih.

Saat Sae hendak menjawab pertanyaan Rin, ia dikejutkan dengan air mata Rin yang tiba-tiba turun. Membuat sang kakak tentunya menjadi sangat bingung dan juga sedikit cemas melihat adik kesayangan nya itu menangis.

Sae tersenyum kecil sambil mengusap air mata Rin dengan ibu jarinya. Kemudian sang kakak menempelkan keningnya pada kening sang adik, sambil tetap tersenyum.

"Sshh.. Nggak.. Kakak ngga bakal ninggalin Rin, apalagi ngejauh dari Rin. Kita bakal terus bersama, ya?"

Tangan Sae kembali membelai kepala Rin dengan lembut, bibirnya mendekat ke kening Rin lalu menciumnya, layaknya seorang ibu yang memberikan kasih sayang kepada anaknya.

"Kakak sayang Rin."















































"APA?! RIN GAMAU!" Teriakan Rin terdengar nyaring, membuat seseorang yang berada tak jauh di depannya itu tersentak.

Mata Rin sudah berlinang air mata saat menatap orang yang sangat disayangi nya dengan tatapan tidak terima. Tak butuh waktu lama untuk Rin mendekat kearah orang tersebut dan langsung memeluknya dengan sangat erat, membenamkan wajahnya di bahu orang yang dipeluknya sambil menangis.

Orang tersebut tidak lain adalah Sae. Ia menatap sang adik dengan sedih dan perasaan bersalah yang sangat besar karena sepertinya dia tidak bisa menepati janjinya kepada Rin.

"Maaf, Rin.. Maafin kakak karena ngga bisa nepatin janji kakak ke kamu." Ucap Sae, memeluk Rin yang mulai terisak.

"Nggak.. Kakak ngga boleh pergi.. Udah disini aja sama Rin.." Kata Rin dengan suara yang bergetar, ia terus menggelengkan kepalanya saat berbicara.

Sang kakak menghela nafas panjang. Perlahan dia menangkup kedua pipi sang adik lalu mengangkatnya agar Sae bisa melihat wajah Rin dengan lebih jelas. Ia tatap dalam-dalam netra hijau tua yang sama dengan miliknya dengan tulus.

"Dek.. Dengerin kakak. Rin pernah bilang klo kita bakal jadi pemain sepak bola yang terhebat kan? Ini kesempatan kakak buat ningkatin kemampuan kakak di Spanyol.. Kapan lagi kak Sae dapet kesempatan kaya gini?"

Ucap Sae dengan lembut. Ibu jarinya mengusap pipi Rin yang sudah basah karena air mata.
Sejujurnya Sae juga tidak tega harus meninggalkan Rin di usianya yang masih kecil ini. Ia tau Rin tidak akan bisa hidup tanpanya. Sae tau semua itu.

"Kalo kakak pulang dari Spanyol, kakak bakalan ngajarin semua yang kakak pelajari ke Rin. Biar kita sama-sama jadi pemain yang hebat."

Rin hanya diam, memandang sang kakak dengan kesedihan dan rasa sesak yang luar biasa di dadanya.

Sae terdiam beberapa saat lalu mengambil salah satu tangan Rin – kemudian mengaitkan jari kelingking miliknya dengan milik sang adik.

"Kakak janji bakalan pulang lebih cepet. Kakak janji bakal selalu ngehubungin Rin. Kakak janji bakal ceritain semua yang kakak alamin disana. Kakak janji gabakal ninggalin Rin. Pegang ucapan dan janji kakak. Maka dari itu.. Izinin kakak, ya?"

Rin menggigit bibirnya ragu-ragu, masih tidak rela mengizinkan kakak tersayang nya untuk pergi. Tapi mau bagaimana lagi? Rin tidak ingin mengganggu perjalanan Sae untuk meningkatkan kemampuannya, ia tidak ingin terus bergantung pada kakaknya, ia tidak ingin merepotkan nya terus menerus.

Akhirnya setelah beberapa menit berdiam diri, Rin menghela nafas panjang. Ia memalingkan wajahnya kemudian mengangguk kecil.

"Mm.. Aku pegang semua ucapan kakak."

































































Next >>>

How Can I Fix This? -Itoshi Brothers || Angst.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang