2- Toxic.

231 10 1
                                    

Kejadian semalam membuat Rin menjadi ragu untuk mendekati sang kakak. Sudah 5 menit lebih ia berdiri di depan pintu kamar Sae, berpikir untuk mengajaknya sarapan. Tapi apalah daya Rin yang hatinya dipenuhi rasa cemas dan takut saat ini.

Rin menghela nafas dan mau tidak mau ia mengetuk pintu kamar Sae dua kali.

"... Kak?"

Hening. Tidak ada respon dari orang yang dipanggil. 'Apa kak Sae masih tidur?' pikir Rin.

"Aku masuk ya kak?" Tanya Rin. Karena tidak ada lagi respon yang ia dapat, Rin perlahan membuka pintu dan menyalakan lampu kamar. Bingung Rin ketika ia tidak melihat sosok yang ia cari setelah berputar-putar di kamar Sae.

'Pergi kemana?'


















Tepat saat Rin selesai memakai sepatu– bersiap untuk pergi kesekolah, ia membuka pintu dan langsung berhadapan dengan Sae yang sepertinya juga hendak membuka pintu– namun didahului oleh Rin. Entah mengapa Rin merasa sedikit gugup untuk mengatakan sepatah katapun.

"Minggir, ngehalangin jalan orang aja." Ucap Sae dingin dibarengi berjalan melewati Rin, sepertinya sengaja sedikit menyenggol pundak sang adik.

"... Jangan lupa sarapan ka-"

"Gue buang." Potong Sae pada ucapan Rin– ia berbalik kebelakang hanya untuk melihat sang kakak yang membelakangi nya.

"Mulai sekarang gausah sok peduli sama gue," Sae berkata lalu berbalik. Tatapannya yang kosong saat menatap Rin membuat sang empu membeku sebentar.

".. Gue ngga butuh rasa peduli lo. Satu lagi, jangan panggil gue kakak mulai sekarang." Sae berbalik kemudian berjalan menjauh dari Rin,

"Gue ngga sudi punya adek kaya lo."

Satu perkataan yang membuat hati Rin kembali pecah. Apakah ia harus menjalani awal harinya dengan ucapan seperti itu dari orang yang paling ia sayangi?

Oh Tuhan... Rin benar-benar tidak mengerti.


















Benar saja. Mood Rin benar-benar hancur seharian ini, membuat teman-temannya bingung dan penasaran. Memang biasanya Rin tidak pernah menunjukkan ekspresi apapun alias datar. Ia bahkan dipanggil CF (Cold Face) oleh para temannya. Namun tentu saja mereka menyadari ada hal yang berbeda kali ini.

"Pe cepe! Kenapa lo? Galau amat kayaknya." Tanya Bachira yang sudah tidak tahan dengan aura suram yang menyelimuti Rin. Walaupun sebenarnya memang sudah suram.

Rin diam, ia hanya melirik sebentar kemudian menatap keluar jendela– kembali ke dunianya sendiri. Bachira cemberut saat pertanyaan nya tidak dijawab.

"Rin, kenapa?" Kali ini Isagi yang bertanya– ia duduk di bangku depan Rin dan menunggu pertanyaan nya untuk dijawab.

Bukannya mendapatkan jawaban melalui suara, pertanyaan Isagi justru dijawab melalui tatapan mata. Rin menatap Isagi dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Isagi menatap Rin dalam-dalam lalu menghela nafas.

"Chira, ke kantin yuk? Katanya ada eskrim nanas lho." Ucap Isagi tiba-tiba saat ia mulai berdiri– setidaknya itu bisa mempengaruhi Bachira yang juga ikut berdiri sambil tersenyum antusias. Teman periang itu pun segera lari keluar kelas mendahului Isagi.

Isagi menatap Rin lagi yang sudah menunduk. Tangannya ia angkat untuk mengusap kepala sang Itoshi bungsu sebelum berjalan pergi keluar kelas.

Meninggalkan Rin– tidak. Memberi Rin ruang dan waktu untuk menenangkan diri dari masalah yang ia alami. Isagi termasuk teman dekat Rin. Mungkin ia lah yang paling mengerti Itoshi Rin daripada siapapun di dunia ini.

'Apa gara-gara dia?' Pikir Isagi.































Kira-kira hubungan Isagi sama Rin sedeket apa ya? 👀
Sampe dijuluki 'si paling mengerti sang cold face'
Hmm.. Who knows?

Betewe hepi niw yir epriwan!
Walau telat seminggu XD

Janlup vote & comment yaa
Tungguin terus update-an cerita dri author pemalas ini ;)

Goodbyee   ᕕ( ᐛ )ᕗ

How Can I Fix This? -Itoshi Brothers || Angst.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang