Part 4

18.8K 562 3
                                        

Rafael terus tersenyum lebar saat mengingat penyambutan dirinya tadi pagi di lobi kantor. Ia duduk sambil sesekali memutar kursi kebesarannya. Otaknya mengingat wajah si bodoh yang sudah bertahun-tahun tidak ia ketahui keberadaannya. Wanita yang meninggalkannya tanpa sebab, dan Rafael nyaris melupakannya karena memang tidak pernah menganggap wanita itu berarti dalam hidupnya.

Tapi, melihat tadi, Rafael tidak menyangka jika seorang Friska Aryani begitu banyak berubah. Frika yang dulu culun dan membosankan, kini tampak semakin cantik dan seksi. Kacamata tebal dan merusak pemandangan itu kini sudah tidak ada, sepertinya sudah diganti dengan softlens.

Tidak heran, posisi wanita itu adalah kepala divisi keuangan di kantor ini. Gajinya tidak main-main tentu saja. Untuk sekedar merubah diri menjadi glowwing pun bukan sesuatu yang sulit. Mengingat, perusahaan ini adalah perusahaan induk. Tentu saja pekerjaannya selaras dengan gajinya.

Suara ketukan pintu membuat senyum Rafael sirna. Ia menegakkan duduknya, dan bersiap menerima laporan dari asistennya. Bukan laporan seputar perusahaan, tapi lebih penting dari itu. Kalau masalah perusahaan saja, ia sudah mempelajarinya jauh-jauh hari.

"Siang, Pak." Alfred masuk kemudian membungkuk. Ia menegakkan tubuhnya kembali dan menyerahkan laporan yang diminta bosnya itu.

"Ini laporan yang Bapak minta. Menurut saya itu sudah sangat terperinci. Data itu saya ambil dari bagian personalia."

"Kau yakin ini sudah lengkap?"

"Itu yang berhasil saya dapatkan, Pak. Menurut saya sudah lengkap. Tapi, jika nanti ada yang ingin Bapak ketahui lagi, saya bisa menyelidikinya lebih lanjut."

Rafael mengangguk, ia memberi instruksi agar Alfred keluar dari ruangannya. Alfred menunduk hormat, kemudian keluar dari ruangan atasannya itu.

Sepeninggal Alfred, Rafael membaca berkas mengenai kepala divisi keuangan perusahaannya, alias si culun Friska.l Cukup mengejutkan Rafael, ternyata Friska pernah menikah dan kini memiliki seorang anak laki-laki. Suaminya meninggal setahun setelah mereka menikah. Perempuan itu tinggal bersama anak dan adiknya. Miris memang diusia yang masih muda sudah menjadi janda, tapi entah kenapa kenyataan itu membuat Rafael tidak suka.

Mantan budaknya itu, ternyata meninggalkannya karena seorang pria. Jadi, perempuan itu mengkhianatinya? Atau mungkin mengenal lelaki lain setelah pergi darinya? Tidak mungkin Friska mengkhianatinya karena perempuan itu dulu begitu mencintainya hingga jadi bodoh. Tapi, kenapa malah pergi darinya dan menikah dengan pria lain?

Tapi, apa itu penting sekarang? Rafael rasa itu sama sekali tidak penting sekarang. Suami wanita itu sudah meninggal, tidak salah jika Rafael sedikit memanfaatkan situasi ini.

Friska Aryani

Wanita itu dulu begitu menggilainya. Sekarang, dengan postur tubuh yang lebih seksi terawat dan wajah yang lebih glowwing, Friska terlihat lebih menarik. Tidak ada salahnya mengulang masa lalu untuk bersenang-senang. Friska si bodoh mantan budaknya itu, kini akan menjadi budaknya kembali, untuk yang kedua kalinya. Rafael tidak bisa berhenti tersenyum hanya dengan membayangkannya saja.

**

"Kenapa kamu murung terus sedari tadi? Kamu lapar?" Tanya Rafael saat ia dan Friska tengah duduk di taman kota. Malam ini Rafael sedikit menyenangkan budak bodohnya itu. Tapi, si culun yang biasanya salah tingkah ketika jalan dengannya itu malam ini terlihat murung. Bukannya perhatian, Rafael hanya penasaran saja kenapa si culun murung sedari tadi.

"Nggak apa-apa kok. Maaf, aku nyuekin kamu ya?" Rafael ingin sekali menertawakan ekspresi bingung si culun. Kenapa wanita itu selalu overthinking jika Rafael bertanya sedikit saja.

"Bukan. Tapi, kayaknya kamu memang agak beda hari ini. Biasanya sih nggak murung gini. Sekarang kenapa murung banget? Pasti ada yang kamu pikirin."

Si culun itu kebingungan sambil menyeruput jus jambunya. Matanya menatap tak tentu arah, seperti bingung harus menjawab apa. Padahal, dijawab apapun, Rafael tidak akan peduli. Ia hanya berbasa-basi.

"Aku, eeeem, aku, sebenarnya Marcell sedang sakit."

"Sakit? Adik kamu kambuh?" Friska mengangguk lesu sambil kembali meminum jusnya.

"Lalu sekarang gimana, kok udah kamu tinggal. Kamu juga nggak bilang tadi."

"Sekarang udah mendingan kok, Raf. Dia udah istirahat. Kemarin dia pingsan di sekolah."

"Pingsan?"

"Iya."

"Katanya dokter gimana?"

"Katanya harus segera dioperasi. Tapi, kamu tahu sendiri kan, biaya operasi paru-paru itu nggak sedikit."

Rafael tersenyum miring, nyaris tidak terlihat hingga Friska tidak menyadarinya. Perempuan itu hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong yang sangat membosankan menurut Rafael.

"Aku bisa bantu kamu kok, kalau kamu mau." Friska menatap penuh tanya pada Rafael. Apa maksud pria itu, ia masih bingung.

"Maksud kamu bantu apa, Raf?"

"Ya bantu pengobatan adik kamu. Aku bisa bantu kok."

"Kamu nggak usah bercanda Raf. Biaya pengobatan Marcell tidak sedikit. Kalaupun kami jual rumah, tidak akan cukup untuk biaya pengobatannya."

Friska membenarkan kacamatanya, kemudian kembali meminum jusnya tanpa selera. Rafael tersenyum miring sambil mengelus rambut Friska.

"Tapi, aku serius, aku bisa bantu kamu. Berapapun itu, aku siap bantu."

"Tapi kamu punya uang sebanyak itu dari mana? Kamu nggak kepikiran buat ngrampok bank kan?" Rafael tergelak mendengar ucapan Friska. Rafael lupa jika si culun itu tidak tahu ia kaya raya. Si culun itu cinta mati padanya, bahkan tanpa tahu ia memiliki segalanya. Rafael benar-benar kagum dan ingin tertawa menyadari si culun itu benar-benar jatuh hati padanya.

"Nggak, aku punya tabungan. Kalau hanya untuk operasi, akan mencukupi. Tidak usah khawatir. Tapi, bagaimanapun juga, kamu nggak tahu kan, aku butuh jaminan agar kamu tidak meniggalkanku." Rafael mulai menjalankan aksinya. Ia harap otak si bodoh itu akan tetap bodoh hingga tidak menyadari niatnya yang sesungguhnya.

"Jaminan?"

"Iya, kamu tahu bukan aku sangat mencintaimu. Aku akan memberikan segalanya padamu. Tapi, tentu saja aku butuh jaminan dari semua itu. Aku tidak ingin kamu meniggalkanku setelahnya karena aku bisa gila."

"Raf, aku tidak mungkin meninggalkanmu. Aku sangat mencintaimu."

"Aku tahu. Maka dari itu aku butuh jaminan agar kita selalu bersama. Dengan begitu, aku tidak takut kehilanganmu lagi."

"Maksudnya jaminan seperti apa? Aku bingung, Raf. Aku hanya punya rumah dan Marcell. Jika kamu mau jaminan rumah itu, aku tidak keberatan. Asalkan Marcell bisa diselamatkan."

"Aku tidak butuh harta, Sayang. Aku sudah memilikinya. Aku hanya mau kamu. Aku mau kamu sebagai jaminan."

"Maksudnya?"

"Kamu harus menjadi milikku. Aku ingin memilikimu seutuhnya. Dengan begitu, aku bisa lega karena kamu tidak akan meninggalkanku selamanya." Rafael ingin muntah mendengar kata-katanya sendiri. Sungguh ia tertawa dalam hati. Kenapa ia sampai segitunya hanya karena ingin menarik si culun itu ke atas ranjangnya. Sungguh, Rafael benar-benar tidak habis pikir.

"Aku milikmu Raf. Aku sangat mencintaimu. Lalu apa lagi yang membuatmu harus percaya hal itu."

Ya Tuhan, kenapa si culun ini bodoh sekali dan tidak paham maksudnya. Friska salah satu mahasiswa terpintar di kampus ini, tapi kepintaran otaknya itu tidak selaras dengan kepintarannya membaca perasaan. Benar-benar bodoh.

"Begini, jadilah milikku di atas ranjangku. Serahkan dirimu seutuhnya padaku. Dengan begitu, aku tidak khawatir kau akan meninggalkanku. Setelah aku membiayai semua operasi Marcell, hanya itu yang perlu kau lakukan. Menyerahkan diri padaku. Kau tahu, dengan begitu aku tidak perlu lagi khawatir kau pergi dariku. Kita akan terus bersama selamanya."

Rafael meraih punggung tangan Friska kemudian menciumnya disertai senyuman miring yang tidak dilihat Friska. Membuat wanita itu kebingungan, antara takut, ragu dan bimbang karena ini semua menyangkut keselamatan adiknya satu-satunya.

My Ex Slave (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang