Beda Takdir

653 101 16
                                    


Sorry for typo(s)










PR sekolah sudah selesai dikerjakan, kamar pun sudah bersih, musik pada speaker berbentuk kaleng minuman itu dihentikan. Hikam menghela napas sembari merebahkan tubuh di lantai yang dingin, soalnya sprei di atas kasur sudah sangat rapi. Jemarinya menggulirkan menu pada ponsel, dari pesan WA dan sosial medianya dicek satu persatu.


Wajahnya mendengkus karena tidak menemukan sesuatu yang menarik, manik anak itu melirik pada jam dinding. Masih pukul setengah tujuh malam, tetapi tubuhnya sudah lelah sebab pelajaran olahraga di sekolah tadi ia begitu aktif bermain bola dengan teman-teman.


Kala maniknya hampir terpejam, pintu kamar Hikam tiba-tiba dibuka secara lebar dan menampilkan sosok yang pernah berada di rahim bersama.


"Nape?"


"Laperrr!"


"Tidur."


"Hakim!"


"Panggil yang bener dulu."


"Abang Kale."



Tubuhnya segera berdiri kemudian merangkul sang kembaran untuk berjalan menuju ke dapur. Kebetulan, kedua orang tua mereka sedang berkunjung ke tempat kakek nenek di luar kota sehingga meninggalkan dua buah hatinya sendirian. Namun, sang ibu sudah mempersiapkan bahan-bahan makan siap dimasak untuk Hikam dan Nathanael.



Pintu kulkas dibuka oleh Hikam, ada ayam yang sudah dimarinasi dan beberapa butir telur. Pandangannya beralih pada kabinet di atas dan sudah disediakan bumbu-bumbu instan juga.



"Mau makan apa lu, Na?"



Duduk di kursi pantry, Nathanael menopang dagu dengan kedua tangan. Kepalanya meneleng dengan manik mengerjap lucu seakan menimbang makanan apa yang ingin disantap.


"Telur aja deh. Nasinya masih ada, 'kan?"



Tangan Hikam terulur membuka magic com dan melihat masih ada sisa nasi — mungkin cukup untuk porsi mereka berdua.


"Oke."



"Gue mau pecahin telurnya!" seru Nathanael seraya mengangkat tangan bagaikan seorang murid di kelas.


Tatapan heran dilayangkan Hikam pada sang adik kembar, tetapi ia tidak mengatakan apapun dan memberikan mangkok plastik dan dua butir telur. Senyum lebar terulas di bibir Nathanael, berdiri di samping kembarannya untuk memecah bahan makanan tersebut.


"Nanti lu yang ngaduk ya?" pinta yang lebih muda.


"Ho'oh," jawab Hikam.


"Oke!"




Kejadiannya begitu cepat, bahkan lebih cepat dari kedipan mata yang dilakukan oleh Hikam. Tubuhnya merespons sampai ia terlonjak, lelehan putih telur merembes dari kening dan suara tawa Nathanael menggema di rumah.



"Anak setan lo!" pekik Hikam yang mengambil dua telur kemudian memecahkannya tepat di kening Nathanael kemudian.


"HAKIM! GUE SATU BIJI DOANG!"


"KAGET GUE, NYET! KUKU LU BELUM DIPOTONG!"


"AAAARGGHHHH! JADI BAU!"



"MAKANYA NGGAK USAH BETINGKAH!"



Hikam mengusap putihan telur yang mengenai bibir diikuti suara mualan Nathanael. Namun, si bungsu kembar diam-diam mengambil satu butir telur lagi dan otak cerdas sang kakak berhasil menghalaunya dengan menutup wajah menggunakan mangkok tadi.



Kembar Kembara Musuhan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang