Groovy Clues ditutup lebih awal, membuat gedung tiga lantai itu nampak sepi, senyap sendirian di tengah-tengah wilayah penuh hingar bingar pusat hiburan ibukota. Bangunan Bar & Lounge serta kafe-kafe lain di sebelah kanan kirinya yang masih ramai seolah mengejek Groovy Clues dengan gemerlap lampu-lampunya.
Yssabelle masih berdiri di sana. Sama sendiriannya seperti gedung temaram yang terlihat menyedihkan di belakang perempuan itu. Teman-temannya sudah bersiap akan pulang. Nael pulang lebih dulu untuk mengantar Willa, sementara Noah---yang tadi berangkat bersamanya---masih merokok di parkiran sambil menemani Rae dan Quinn mengambil mobil. Zara sudah berkali-kali memberinya peringatan, ia dilarang pulang dengan siapa pun malam itu kecuali dengannya. Perempuan itu akan datang menjemput sebentar lagi.
Layar ponselnya dinyalakan sekadar untuk melihat jam.
22.15
Ini masih terlalu dini untuk pulang dari sebuah pesta. Ia seharusnya masih bisa menenggak satu atau dua sloki minuman malam ini, membayangkan betapa menyenangkannya menari di lantai dansa dengan pikiran dan tubuh yang sama-sama ringan membuatnya ingin masuk ke salah satu tempat gemerlap di sana andai ia ingin mengakhiri hidupnya sekarang juga.
Hidupnya memang benar-benar akan berakhir.
Tanpa ia masuk ke salah satu gedung itu, tanpa meminum alkohol sampai pingsan pun hidupnya tetap tak akan baik-baik saja setelah kejadian ini. Yssabelle hanya perlu menunggu hukuman apa yang akan pimpinan persembahkan untuknya, fasilitas apa saja yang akan dicabut, dan pekerjaan apa yang akan dibebankan kepadanya selama beberapa bulan ke depan.
"Zara belum sampai?" Quinn sedikit melongokkan kepalanya dari jendela mobil yang kacanya dibiarkan terbuka lebar. Perempuan itu tahu Zara tidak akan memperbolehkannya pulang dengan siapa pun malam ini, jadi ia tak akan memaksanya untuk mengantarkan pulang.
Yssabelle menggeleng.
"Kita masih punya waktu berapa lama?" tanyanya.
Yssabelle melihat jam di ponselnya lagi. "More than five minutes."
"Wanna tell something? I'm all ears for you tonight." Quinn tersenyum. "Come in," lanjutnya tanpa sedikit pun nada memaksa dari sana. Senyumnya semakin lebar saat Yssabelle memutari kap mobil bagian depannya tanpa pikir panjang. Ia buru-buru membuka kunci, mempersilahkan perempuan itu untuk masuk.
Tanpa banyak bertanya, Quinn langsung merentangkan tangan untuk memeluknya sehangat yang ia bisa.
Yssabelle menerima pelukan itu. Ia menangis sejadinya waktu telapak tangan Quinn menepuk punggungnya sekali, mengusap-usapnya dengan lembut meski masih tanpa kata-kata. Quinn seolah tahu apa yang paling ia butuhkan malam itu---sesuatu yang tak akan pernah ia dapat setelah sampai di rumah nanti.
"Lepasin aja, sepuas lo."
Entah sejak kapan jendela di belakang tubuh Quinn sudah tertutup sempurna. Menyisakan ruang kedap suara yang mampu menyembunyikan tangis seorang Yssabella Yassmeen. Untuk pertama kalinya dalam hidup perempuan itu, ada seseorang yang membiarkannya menangis hingga puas. Untuk pertama kalinya ia diberi ruang untuk melepaskan sedikit beban dalam pikirannya yang semrawut ribut.
Selama ini, orang-orang yang merawatnya menganggap bahwa air mata Yssabelle adalah berharga layaknya berlian atau mutiara. Ia tak pernah dibiarkan menangis bahkan saat usianya masih sangat kecil.
Sekarang, kekacauan yang terjadi di pesta ulang tahun Rae tak lebih kacau dari perasaan gadis itu. "Gue bener-bener gak tahu harus gimana, Quinn. I feel like ... I feel scared every day." Yssabelle berkata di tengah sedu sedannya yang memilukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Killed My G? (PRE-ORDER)
Mistério / SuspenseMenghilangnya Gabriel di akhir waktu liburan semester menjadi mimpi buruk bagi teman-teman terdekatnya. Quinn, Noah, Nael, Willa, Belle, dan Rae harus merelakan kepergian sahabat mereka sekaligus menjadi buronan polisi atas meninggalnya Gabriella S...