Sannan memasuki apartemen nya setelah pulang bekerja, ia langsung menuju ke kamar nya karena tahu bahwa Zanna sudah sampai terlebih dahulu dari pesan teks yang wanita itu kirim beberapa jam lalu. Saat memasuki kamar ia menangkap siluet wanita itu yang sedang berdiri di balkon lalu tak lama asap tipis mengudara.
"Dek.. kakak kan udah bilang jangan nge rokok lagi." Ucap pria itu menghampiri Zanna, sementara wanita itu tidak terkejut sama sekali akan kehadiran pria nya.
"Baru satu sumpah kak." Ucap Zanna membuang sisa abu yang sudah terbakar.
"Satu doang satu doang terus kapan berhentinya? Kamu dari beberapa bulan lalu juga bilang satu doang, tapi mana? Udah berhenti belom?." Tanya pria itu melipat tangan nya di depan dadanya.
"Udah marahin aku nya?." Ucap Zanna dengan nada di manja manjakan nya.
"Nggak lah! Masih ada! Kamu tuh harus belajar tepat janji. Gak boleh satu doang satu doang terus.. kalo udah bilang a ya a yang di lakuin jang.." Ucapnya terputus,
"Tangan." Seletah mendengar perintah Zanna.
"Dek kalo kamu pikir ini mempan kamu... kamuu!." Sannan menggaruk kepala nya yang tidak gatal, ia bolak balik melihat antara puntung rokok yang masih membara lalu wajah wanita itu.
"Kamu apa?." Tantang wanita itu tersenyum jahil.
"Kamu benar." Sannan melambaikan bendera putih yang tak terlihat dengan mengulurkan tangan kiri nya.
"Aaawww my puppy, Ujjujujuuu anak aku gumuush bangeett." Ucap nya lalu meraih tangan Sannan.
"Abis ini udah yaa.. kan udah janji nggak bakal nge rokok lagi." Sannan mengulurkan tangan kanan nya agar wanita itu membuat janji kelingking lalu,
"Sssyytthh." Ucap nya membuat Sannan bungkam.
"Eerrggggg..." Sannan mengernyit kan wajahnya dengan luka baru yang baru saja ia dapatkan.
"Mau lagi?." Zanna menunjukan puntung rokok yang masih sedikit menyala dan di beri anggukan sebagai jawaban.
"Sss hhhhh." Sannan mecengkram kuat pagar balkon nya tapi di satu sisi ia menikmati rasa sakit ini hingga melemaskan kepala nya.
Sannan melihat tangan nya dengan luka bakar seukuran diameter rokok, lalu ia masuk ke kamar nya dengan terus menatap luka baru nya itu.
"Udah kan marah nya?." Tanya wanita itu berjalan masuk setelah Sannan masuk terlebih dahulu lalu merebahkan dirinya.
Ia berdiri di depan pria itu, melihat nya yang mengangkat tangan kiri nya di depan matanya,
"Dek boleh minta hadiah nggak?." Ucap Sannan langsung terduduk saat mengingat sesuatu.
"Buat apa?." Tanya wanita itu yang kini berdiri di sela kaki pria itu, membuat Sannan otomatis melingkarkan tangan nya.
"Harus banget pake alasan emang?." Tanya Sannan sedikit mendongak.
"Yaudah, mau apa?." Tanya Zanna mengusap rambut Sannan yang terlihat sedikit berantakan.
"Gigit aku." Pria itu tersenyum lebar dan menguburkan kepala nya di perut wanita itu karena malu.
"Mau heran tapi ini Sannan Adhikari." Zanna mencengkram kerah baju Sannan membuat pria itu ikut berdiri, ia mendekatkan bahu pria itu kepada wajah nya lalu mulai mengigit nya dengan kencang.
"Hhuuuuuu.."
"Pe-lan dulu dek."
"Aaarrgggghh."
Zanna lalu mendorong pelan pria itu untuk duduk kembali ke posisi nya lalu membuka kancing kemeja nya.
"Such a beautiful scars." Ucap nya setelah melihat beberapa bekas gigitan nya yang memerah, dan nanti akan terlihat memar setelah beberapa saat.
"Aku mau di hukum."
"Dengan senang hati."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
♤PS: alih alih bilang I love you atau semacam nya mereka lebih milih pake, 'aku mau di hukum' dan Zanna selalu jawab 'dengan senang hati'.Bonus scene nya bener bener dadakan aku bikin nya. Soalnya aku pikir nggak bakal ada yang baca sama sekali. Makasih yang udah nyempetin buat mampir! Semoga kalian suka ♡
GRACIASS- Noona nya hehetmon.

KAMU SEDANG MEMBACA
My subby My hubby (Clear)
KurzgeschichtenApa jadinya Jika Sannan Adhikari pria dengan tinggi 178cm dengan perawakan tegas berani memiliki rahasia yang lebih besar dari keberanian nya?