Chapter 5

58 9 0
                                    

Ramen POV


Hari ini ada yang aneh dengan saudara-saudaraku. Mereka bangun lebih siang dari biasanya dan tampaknya mereka tidak berniat sekolah.

Rimon tidak bangun pagi, ia demam dan kulihat kantung mata tebal menghiasi wajahnya ia hanya bangun untuk sarapan pagi ini. Tampaknya ia tidak akan masuk sekolah.


Keadaan Ramon tidak jauh beda dari Rimon. Dia lemas, badannya sakit semua, dan tidak biasanya dia punya kantung mata. Biasanya Ramon selalu menjaga penampilannya agar tetap dalam kondisi yang prima.


Aku berusaha membuatkan mereka nasi goreng untuk sarapan pagi. Tetapi, sayangnya kondisiku juga tidak cukup baik. Tanpa sadar aku menekan tombol yang salah saat menanak nasi. Alhasil, jadilah bubur yang tidak kuharapkan.Terpaksa kami kakan bubur itu, namun karena kondisi mereka cukup payah mereka tidak mau mengomel untuk masakan yang kubuat kali ini.


Sesegera setelah makan aku mandi. Ah, shower air hangat selalu yang terbaik! Aku jadi tenang dan pikiranku melayang mengingat kejadian yang tidak mengenakkan kemarin.


○○○


"Pak, apakah benar ini jalan Gagak?" Tanyaku pada pria tua yang melintas.


"Benar, dik. Adik mau cari siapa ya?" Jawabnya. Beruntungnya aku ternyata pria ini ramah tidak seperti tampangnya yang galak.


"Mortem Jeremmia Maya. Bapak tau rumahnya dimana?" Tanyaku lagi. Wajah pria itu memucat sekilas namun ia langsung mengembalikan ekspresinya. Tampaknya orang ini pandai menutupi perasaannya.


" Rumah Keluarga Mortem ada di ujung jalan. Adik tinggal lurus terus nanti ketemu pintu besar yang ada patung gagaknya." Katanya.


"Terima kasih, Pak." Kataku seraya pergi menuju tempat yang ditunjukan pria tadi.


Aku dan motorku serasa kecil sekali dihadapan pintu raksasa ini. Patung gagak yang besar berada di sisi kanan dan kiri pintu besi yang tampaknya lama tidak di cat ulang ini. Aku menuju ke pos satpam kecil yang dihuni oleh seorang satpam tua renta, lalu aku menyapanya,


"Selamat pagi. Apa saya bisa bertemu dengan May?".


Bukannya menjawabku, ia malah mengangkat telepon dan berbicara sesuatu kepada orang di ujung telepon. Tiba-tiba pintu gerbang rumah itu terbuka lebar dengan sendirinya, tentu saja karena pintu tersebut merupakan pintu otomatis. Satpam tua itu memberi isyarat silakan masuk dengan tangannya.


Langsung kunyalakan lagi motorku dan masuk ke dalam. Di balik pagar yang besar tenyata bagian dalamnya lebih suram. Tamannya kering dan ada bangunan mirip stupa ditaruh ditengah taman luas yang di apit 2 pohon beringin raksasa itu. Di depan pintu rumah yang tidak kalah besar dengan gerbang kulihat May berdiri menungguku disitu.


Setelah aku sampai didepannya dia malah menyuruh butlernya memarkir motorku di suatu tempat. Dan ia menggandengku mendekati sebuah mobil bmw lengkap dengan sopirnya yang langsung membukakan pintu.

The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang