BIRU.

74 9 0
                                    

Tangan Suguru menengadah, menerima pemberian dari ibu tiri Gojo Satoru. Sebuah kacamata hitam yang kerap menemani kala mengenakan outfit apapun. Kacamata yang sempat menjadi kado dari Suguru, buah tangan yang diperoleh sewaktu turnamen di luar negeri.

"Satoru bilang, itu kacamata favoritnya. Baginya, itu istimewa" cuap si wanita tua basa-basi, "pasti kalianlah yang memberikan-"

"Maaf, kami pamit karena hanya ingin menyampaikan perasaan duka" Shoko berdiri. Muak dengan topeng sok peduli dari wanita peyot tersebut.

"S-Sou ka. Kalian buru-buru sekali" menunjukkan rasa sungkan, wanita yang menduduki jabatan 'ratu' di rumah Gojo mengulur obrolan.

Shoko berlalu tanpa menoleh. Undur diri cepat-cepat. Pikirnya, tak ada guna berlama-lama di kediaman Gojo.

"Shoko, kelakuanmu tidak sopan" tegur Suguru usai meninggalkan perkarangan rumah megah.

"Atas semua yang wanita itu lakukan? Kau tau, kalau dia tidak merengek agar Gojo kembali, Gojo tidak akan- ah sudahlah!"

Shoko paling kesal dengan keluarga Gojo. Sepersekian detik kemudian dia mendongak, berharap linang air di kelopak mengering. Sekaligus, menatap langit biru nan indah. Ya, sangat mempesona seperti iris mata mendiang Gojo Satoru.

Ingatannya kembali ke masa kecil. Saat dimana Satoru pertama hadir dalam hidup mereka bertiga. Memutar lagi cerita ibunya, bahwa Satoru adalah anak piatu yang kesepian. Menyisakan sang ayah yang menikah lagi dengan wanita asing.

"Pagi besok kalian berdua akan mendapat saudara baru. Namanya Gojo Satoru. Berbaik hati dan ajak dia bermain karena dia selalu merasa sendirian"

"Saudara dari mana lagi itu? Apakah dia anak Ieiri-san yang lain?"

"Semua yang ada di sini adalah saudara Shoko. Ada teman ibu yang datang membawa dia untuk menambah saudara Shoko"

Dan benar saja. Sosok anak laki-laki usia enam tahun mendaratkan kaki esoknya. Dia menoleh sinis pada dua calon saudaranya kelak.

"Gojo Satoru desu"

Shoko kecil terpana dengan kilau mata biru menenangkan, meskipun sorotnya cenderung sombong. Bukan, bukan keangkuhan. Ia tau ada sisi lain di balik pandangan merendahkan satu-satunya keturunan keluarga Gojo.

"Kenapa kau lihat-lihat begitu?"

Shoko lugu menunjuk sepasang netra berhias langit, "matamu indah"

"Hmph! Tentu saja. Kau yang orang rendahan mana bisa punya mata bagus begini" kibas tangan Satoru mengentengkan dua bocah yang lebih tua darinya.

"Kau- jangan berani-berani berbuat kasar pada Shoko!" ganti Suguru, sebagai anak yang paling tua, dia punya kewajiban pribadi untuk melindungi Shoko.

"Daijoubu desu" dalih Shoko demi menyudahi suasana runyam di awal perkenalan.

Satoru tanpa dosa menjulurkan lidah setengah mengejek, "kau itu tidak diajak bicara, jangan asal ikutan"

"Urusai na!"

BUAGH!

Tanpa diduga Shoko meninju dua anak laki yang tengah adu mulut.

"Kau kira aku lemah?" Shoko memincingkan mata pada Suguru. Berganti lalu meremas kerah baju Satoru, "dan kau, anak baru yang aneh. Baik-baiklah selama di sini"

"Tch" kesal, Satoru mendorong dan mengusap bekas sentuhan tangan pada baju. Acuh, dia menggeret tas masuk dalam rumah.

Shoko dan Suguru bertukar fokus. Tanpa mempedulikan Satoru yang marah, keduanya lanjut bermain. Namun jauh dalam hati Shoko, ada sesuatu yang mengusik. Sepertinya perbuatan barusan itu salah.

𝐓𝐎𝐆𝐄𝐓𝐇𝐄𝐑 𝐄𝐍𝐃𝐄𝐃 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐎𝐔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang