2

1.2K 68 5
                                    


Menunggu bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Terlebih lagi menunggu seorang pria cengeng berhenti dari tangisnya yang berlangsung selama beberapa menit. Bagai merawat bayi yang tiba-tiba menangis tanpa alasan.

"Udah nangisnya?" Pertanyaan yang terlontar itu mendapat respon anggukan dari orang yang ditanya, ditambah bonus suara ingus yang ditarik akibat terlalu lama menangis. Gea dengan inisiatifnya sendiri mengambil selembar tisu yang berada di meja di hadapan. Meletakkan benda tipis dan putih itu di depan saluran pernafasan si pria. "Buang dulu ingusnya," kata Gea.

Sambil membuang cairan yang menumpuk di hidung, sambil pula Demal meremat kaos sang istri. Karena menangis terlalu lama, alhasil Demal sekarang tengah sesengguk-sengguk dengan mata yang sedikit membengkak.

"Mata Demal bengkak, kayak digigit tawon." Gea terkekeh begitu si pria memukul pelan bahunya setelah mendengar ejekan dari wanita itu. Tubuh bongsor Demal dipeluk erat oleh Gea dengan dahi lebar si pria dikecup berkali-kali oleh istri pria itu. "Demal belum makan siang, kan? Makan, yuk. Masakan Ika tadi udah mau dingin kayaknya."

Belum ada respon dari sang suami, hingga akhirnya pria itu mengangguk sambil berkata, "Lapar...."

Gea berdiri sambil menggendong Demal dengan gaya gendongan ala-ala pengantin, kemudian berjalan ke arah dapur, berdua dengan sang suami di gendongan. "Nangis juga butuh tenaga, Mal." Demal tidak mengatakan apa-apa, hanya mencari posisi yang nyaman untuk kepalanya di bahu sang istri.

...。o○ ○o。...

Suasana makan siang yang seharusnya damai dan tentram terdengar begitu riuh dan berisik di ruang makan kedua tokoh utama kita. Padahal hanya ada dua orang yang sedang menempati ruang makan, tetapi suara dari kedua tokoh dapat membuat rumah yang sunyi menjadi ramai.

"Tanggung, loh, Mal. Itu dikit lagi habis nasinya."

"Udah kenyang. Mau mandi, Ikaaa."

"Habisin dulu baru mandi."

"Nggak mau! Demal udah kenyang...."

"Ya, udah, gak usah mandi."

"Ikaaaa!"

Lagi-lagi kedua mata Demal berkaca-kaca, siap menumpahkan seluruh air mata yang menggenang.

"Iyaa, Demal mandi, kok, Demal mandi. Tapi ini dihabisin, ya? Tiga sendok lagi juga enggak apa-apa, habis itu Demal mandi. Ya?" Pria yang sedari awal duduk di atas pangkuan wanita yang sedang membujuk, menatap kepada kedua mata sang istri, kemudian mengangguk.

Tangan kanan Gea terulur untuk kembali memegang sendok makan yang tadi sempat ia pakai untuk menyuapi si pria. Tiga sendok nasi beserta lauk di piring berhasil masuk ke mulut Demal sesuai dengan yang dijanjikan wanita itu kepada suaminya.

Gelas berisikan setengah dari air yang telah diminum Gea berikan pada sang suami untuk dihabiskan.

"Udah ... mau mandi ...."

Wanita itu mengangguk, lantas mengecup pipi Demal yang berisi. Kembali ia membawa si pria dalam gendongan untuk menaruh piring yang telah dipakai ke atas wastafel. Lalu keduanya berjalan menuju kamar mereka di lantai dua untuk melaksanakan kegiatan yang dipinta oleh Demal. Omong-omong, kamar mereka memiliki kamar mandi di dalamnya.


===
=====

"Ika gak mandi?"

Gea, yang tengah menyiapkan air di bak untuk Demal berendam menoleh. "Kenapa? Mau mandi bareng?" Demal mengangguk sembari menggaruk perutnya yang gatal.

"Kan cuma Demal yang mau mandi? Ika mandi nanti sorean aja." Pria itu merengek, menarik-narik baju sang istri dan berkata, "Mandi sama Demal, ya? Ika mandinya sama Demal, ya? Demal mau mandi sama Ika ...." Suara si pria terdengar bergetar.

Wanita yang bajunya ditarik-tarik menghembuskan nafas pelan. Ia berdiri, memeluk pria yang lebih muda beberapa bulan darinya dengan gemas. "Iya, iya. Ika mandi sama Demal. Bayi siapa, sih? Manja banget?"

Pelukan sang istri dibalas. "Bayinya Ika," gumam Demal. Gea terkikik mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami.

Seperti yang para pembaca ketahui, saat  akan mandi, orang-orang akan melepas pakaian di tubuh, begitu pula yang dilakukan kedua pasangan suami-istri tersebut sebelum masuk dan berendam di bak mandi.

Keduanya berendam bersama, dengan Gea di belakang Demal sebagai tempat sandaran bagi si pria.

Hening menyelimuti keduanya beberapa menit setelah masuk ke bak mandi, hingga akhirnya Demal memulai percakapan duluan.

"Demal baru sadar. Ika dari tadi belum makan siang, ya?" Gea yang sedang asik mengendus tengkuk sang suami mendongak. "Belum, belum lapar juga. Ika udah kenyang liat Demal makan."

Pria itu memutar bola kedua bola matanya. "Mata Ika yang kenyang, bukan perut Ika." Gea terkekeh, pinggang Demal yang ramping dipeluk dengan erat, perut yang tidak memiliki otot keras itu diusap-usap Gea karena gemas. "Nanti Ika makan. Sekarang belum lapar."

Kedua mata Gea menatap lurus ke depan, tatapan perempuan itu terlihat kosong. "Tapi kalau boleh, Ika mau makan
Dema—"

"ENGGAK!"


















































































oemjiii, gk nyangka ada yg mau baca cerita krinj macam ini, padahal niatku publish bukan untuk dibaca hiksrot, tapi trims karena udah singgah walau dapat ceritaku entah drimana, aku lanjut kalo ada waktu luang sama kalo ada mood buat nulis yh, emuach

Big Baby [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang