9

329 15 1
                                    


Suara cipratan air yang berasal dari kamar mandi kini telah berhenti setelah beberapa menit terdengar sampai ke telinga Gea. Suara langkah yang basah disusul dengan pintu yang terbuka memecah hening ruangan kamar pasangan suami istri tersebut.

Demal telah selesai mandi, dan kini tengah mengelap telapak kaki yang basah pada keset di depan pintu. Pria itu keluar dengan mengenakan bathrobe dan dengan mata yang membengkak. Dapat dipastikan bahwa suami dari wanita bernama Gea itu menangis selama berada di bawah pancuran.

Si pria pergi ke lemari untuk mengambil piyama yang akan dipakai untuk tidur, memakai pakaian itu sendiri walau biasanya Gea, lah, yang selalu memakaikan pakaian padanya. Selesai berpakaian, Demal menghilangkan air di rambut dengan menggunakan handuk kecil, kemudian memakai hair dryer untuk mengeringkan seluruh helai rambut yang masih basah.

Karena tak terbiasa memakai alat tersebut, Demal pun menjadi kesusahan. Terlebih lagi saat akan mengeringkan rambut bagian belakang.

Gea memperhatikan itu, lantas ia beranjak dari kasur sambil berdecak dan menghampiri Demal yang tengah duduk di kursi rias miliknya. Hair dryer dari tangan Demal—yang sudah akan menangis—diambil. Pada akhirnya Gea, lah, yang mengeringkan rambut dari pria cengeng yang baru selesai mandi itu, walau ia membantu sambil memasang wajah kesal yang bisa dilihat Demal yang sedang menahan tangis.

Selesai dengan rambut si pria yang telah kering sepenuhnya, Gea langsung merapikan kabel hair dryer tersebut dan memasukkannya ke dalam laci meja rias, pergi ke kasur untuk melanjutkan kegiatan rebahan sambil memainkan ponsel.

Gea merebahkan diri di ujung kasur yang menghadap ke balkon sambil memunggungi sang suami, membuat Demal hanya bisa menahan sedih melihat Gea yang terus menjauhi dirinya.

Demal menyisir rambut untuk merapikan helaian yang berantakan, lalu menyusul Gea untuk berbaring di kasur. Lelah menahan air mata yang telah menumpuk, akhirnya Demal memilih menangis dalam diam sambil menatap punggung sang istri karena wanita itu sama sekali tak mau memeluknya.


...。o○ ○o。...


08.05

Pagi yang cerah, kicauan burung yang meriah. Cahaya mentari yang terang hangat menembus tirai yang menari-nari. Namun, kehangatan dan ketenangan di pagi yang indah ini tak membuat Demal merasa tenang. Suara langkah yang terburu-buru terdengar dari dalam kamar tempat Demal tertidur nyenyak sepanjang malam.

Pria itu bangun kesiangan. Suara sang istri yang biasa terdengar memanggil namanya untuk bangun dari mimpi bahkan tak ada untuk menyapa telinga. Demal mengomel sendirian karena tak ada yang mau membangunkan ia dari mimpi indahnya.

Lebih sial lagi, Demal hari ini memiliki pertemuan penting dengan CEO dari perusahaan musik tempat ia bekerja, dan pertemuan itu akan dilaksanakan dua-puluh-lima menit dari sekarang. Demal sekali lagi merutuki dirinya yang begitu ceroboh sampai bangun kesiangan. Sangat tak biasa, karena jadwal Demal bangun seharusnya tepat pada pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Entah apa yang membuat ia tidur begitu nyenyak, mungkin efek dari menangis semalam.

Selesai dengan kegiatan di kamar yang memakan banyak waktu, Demal pun turun ke dapur untuk sarapan. Sesampainya di sana, ia mendapati Gesan yang tengah mencuci piring dengan Gea yang sedang meminum sisa air pada gelas sembari memainkan ponsel.

Sepertinya kedua manusia yang memiliki nama belakang yang sama itu baru saja menyelesaikan sarapan mereka.

Melihat kedatangan Demal, Gea pun memilih beranjak dari kursi yang ia duduki untuk meletakkan gelas yang tadi ia pakai ke wastafel dan pergi meninggalkan dua pria yang masih berada di dapur tersebut.

Demal hanya bisa menatap kepergian Gea dengan senyuman kecut di wajah. Mati-matian menahan sedih di hati karena Gea yang tampak tak sudi berada di dekatnya.

Tak ingin menghabiskan sisa waktu yang sedikit untuk bersedih, Demal pun langsung menyiapkan makanan di piring dan memakannya dengan cepat, walau sesekali ia tersedak oleh makanan yang ia telan.

"Nanti gue yang nganterin lo ke kantor. Bilang aja kalau udah mau berangkat." Demal mendongak untuk melihat Gesan yang sudah selesai mencuci piring menatap padanya. "Kenapa bukan Ika?" tanya Demal. Sarung tangan karet yang basah dilepas Gesan dan digantung ke atas wastafel. "Gea hari ini gak ke kantor, dia juga lagi males keluar rumah katanya."

Demal yang mendengar itu berhenti mengunyah, tampak ia sedang memikirkan sesuatu sambil menahan rasa sedih di hati, sedang Gesan melangkah mendekati meja kecil tempat ponselnya berada. "Pasti Ika yang nyuruh Gesan ... kan?" Pria yang memiliki wajah yang mirip dengan istri dari Demal melirik ke arah orang yang bertanya. Gesan hanya diam memperhatikan pria yang sedang menunduk itu.

"Buruan habisin makanan lo, nanti telat." Demal yang baru sadar akan keterlambatannya lantas tersentak dan dengan cepat melahap sisa makanan di piring, tak lagi memikirkan jawaban yang tak ia dapat dari Gesan.

Di dalam mobil, Demal berusaha sekuat mungkin untuk menahan air mata yang akan menetes membasahi pipi. Setibanya di depan gedung kantor, pria yang bekerja sebagai produser musik itu lantas keluar dari mobil setelah mengucap terima kasih pada orang yang telah menyetir untuknya.

Demal berlari menuju lift dan menekan tombol tempat studionya berada. Sesampainya di tempat yang ia tuju, Demal pun langsung masuk dan mengunci pintu. Di dalam sana, Demal langsung melepas tangis yang sudah ia tahan-tahan saat berada di rumah, menangis sejadi-jadinya untuk melepas rasa sedih di hati. Nama sang istri ia sebut dan permintaan maaf ia lontarkan, walaupun suara yang ia keluarkan tak akan terdengar sampai ke luar.

Puas menangis dalam waktu yang lama, Demal pun mencuci wajah di toilet yang ada dalam studio miliknya. Waktu yang ia habiskan di sana cukup memakan waktu sampai-sampai jam telah menunjukkan pukul yang telah lewat dari jadwal pertemuan seharusnya. Lantas ia pergi setelah wajah bersih dari air mata dan ingus.

Tiba di ruangan yang ditentukan, Demal langsung disambut dengan pertanyaan-pertanyaan tentang matanya yang membengkak dan memerah, dan hanya dijawab bahwa ia begadang tadi malam.

Pertemuan pun dimulai.











































Big Baby alurnya memang agak lambat dan membosankan, sih. Lalu cerita ini bakalan minim konflik dan hanya akan ada konflik yang ringan-ringan aja. Jadi kalau cerita ini berakhir dengan ending terbuka, ya ... jangan heran, hehe.

Cerita ini gak bakalan panjang, mungkin sampai 20-an chapter aja. Walau aku updatenya lama, semoga kalian sabar, ya, nungguin chap terbaru.

Oh, iya, satu hal lagi. Semua cerita yang bakal aku publish sama sekali gak ada unsur bulat merah 18 coret, jadi jangan harap bakalan ada adegan dewasa (dosaku udah banyak, gamaw nambah lagi).

Big Baby [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang