Setelah selesai makan malam dan berbincang sebentar dengan anggota keluarga, pasangan suami istri langsung pulang. Setelah sampai rumah keduanya tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata, turun dari mobil langsung menuju kamar masing masing.
Janetha membersihkan tubuhnya yang lengket, tadi mama mertuanya menyuruh mereka mandi dan menginap tapi berbagai alasan yang di katakan oleh Brian. Janetha sebenarnya tidak masalah tidur disana tapi Brian tidak mau padahal rumahnya sendiri, Janetha juga lega kala mereka tak menginap, tidak ada lagi drama yang harus diperankan.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan memakai riasan malamnya, Janetha turun kebawah untuk membuat kopi. Janetha adalah pencinta kopi sejak masa masanya skripsi sampe sekarang keterusan. Janetha tidak terlalu suka sama yang manis, pahit, asam. Suka yang sedang sedang saja. Setelah air yang dipanaskan sudah mendidih, Janetha menyeduh kopinya lalu duduk di meja makan sambil menunggu kopinya sedikit hangat. Sembari menunggu kopinya bisa diminum Janetha menyibukkan diri dengan bermain HP.
Langkah kaki menuju kulkas yang tak jauh dari meja makan, membuat atensi Janetha sedikit teralih. Disana Brian dengan celana pendek nya dan Kaos berwarna putih membuka kulkas, menatap kulkas sebentar lalu mengerlingkan matanya kearah Janetha yang sedang duduk membelakangi nya, dengan fokus pada ponsel dan kopi yang asapnya sedang
mengepul. Brian menutup kulkas tanpa mengambil apapun didalamnya, lalu melangkahkan kakinya mendekat Janetha dan berdehem. Janetha tidak menghiraukannya malah meniup kopinya sebentar lalu menyesapnya."Jan, bisa buatkan aku kopi?" Janetha menaruh gelas yang berisi setengah kopi diatas meja sedikit kasar.
"Masih punya tangankan?"sebutlah ia kurang aja dengan perkataan nya itu, tapi ia tiba tiba tidak mood saat membaca pesan tadi di WhatsAppnya. Entah pesan apa itu, biarlah Janetha yang tau.
"Aku bicara baik baik, kenapa tanggapanmu begitu" ujar Brian terlihat tenang lain dengan hatinya yang ingin sekali membalas Janetha, ia sadar Janetha adalah perempuan dengan mood yang lagi tidak baik.
"Ganggu!" Brian mengeraskan rahangnya.
"Kau-!" Janetha berdiri dengan menyingkirkan kursinya kasar.
"Apa?" Ujarnya melihat mata Brian yang dengan muka yang mengeras dan kuping memerah, tandanya Brian sedang emosi.
Brian mencengkram kedua bahu Janetha lalu mendekatkan wajahnya kearah Janetha, ia mencium bibir janetha dengan tak sabar, menuntut dan sesekali menggigitnya. Janetha memberontak tak terima, berusaha melepaskan cengkraman Brian. Janetha memukul dada Brian dengan sekuat tenaga tapi Brian tidak mempedulikan, malah menarik tengkuk janathe. Setelah puas Brian menarik dirinya dari Janetha lalu menyeka air liur yang ada didagu Janetha.
"Ini peringatan pertama" ujarnya sinis, dengan senyum smirk.
Tangan Janetha yang tadi mengepal menampar Brian dan mengambil kopi yang tadi masih tersisa setengah diatas meja, menyiram ke wajah Brian.
"Brengsek! Jangan kamu kira aku tidak berani denganmu kurang ajar!" Brian mengusap wajahnya lalu terkekeh.
"Oke. Kita liat saja nanti."
"Kamu akan kalah dengan memohon mohon dibawahku Janetha" Janetha mengangkat tangannya ingin menampar Brian, kalah cepat Brian lebih dulu menahannya.
"Tidak semudah itu kamu menamparku, tadi aku membiarkanmu menamparku biar kita impas pada permainan pertama" mata Janetha memerah, dia juga lemah seperti wanita kebanyakan tapi ia berusaha menguatkan dirinya supaya tidak mudah diperdaya oleh lawannya. Janetha menarik tangan lalu meninggalkan Brian tanpa membalas ucapan Brian.
Janetha masuk kamar lalu membanting pintu dengan keras, handphone tadi yang setia berada dalam genggamannya ia lemparkan kekasur. Setelah melempar handphonenya kakinya melangkah ke kamar mandi. Ia mencuci wajahnya di westafel, Janetha mencengkeram sisi westafel, matanya menatap tajam kaca yang ada didepan. Ia menggelengkan kepalanya, tanpa aba aba air matanya jatuhnya pada kedua sisi pipinya.
Ia mengusap air matanya "Brian ... Brian. tidak semudah itu! Akan aku pastikan aku yang akan menang, kamu yang akan memohon padaku" monolog nya dengan emosi.
***
Derasnya hujan dan tepat hari ini tanggal merah tidak ada yang keluar rumah, pasangan suami yang habis berseteru tadi malam nampak acuh tak acuh satu sama lain. Brian menonton TV dengan tenang, sedangkan Janetha berada dikamar.
Dering ponsel diatas meja membuat atensi Brian teralih dari TV. Dering kesekian kalinya baru mengangkatnya.
"Ada apa kau menelponku"ujar Brian to the point pada sang penelpon.
"Brian ... tolong aku Brian" ucap seseorang diseberang sana, dengan terbata bata dan menangis.
"Brian ..." serunya lagi. "Beraninya kamu menelpon selingkuhan mu itu saat bersamaku!"
"Bri--" ucapan terpotong bersamaan dengan suara keras disana sepertinya barang yang dilempar.
Brian mencengkram handphonenya, bohong kalau dia tidak khawatir dengan Nanda. Ya. Yang barusan menelponnya itu adalah Nanda. Meskipun kecewa tapi ia masih mencintai Nanda, ia khawatir.
"Hei! Kamu disana. Dengar! sekali saja kami menemui istriku kupastikan kau akan hancur. Jangan lupa untuk menjaga orang yang disekelilingmu. Bila sewaktu-waktu aku berbaik hati kamu akan berada dalam penyesalan Brianno malley" setelah ucapan itu selesai, teriakan perempuan terdengar dan panggilan terputus.
Brian mematikan tv, langkah kakinya tergesa-gesa menuju kamar, mengambil kunci mobil dan mengganti pakaiannya.
Saat menutup pintu kamar ia bertatapan dengan Janetha yang juga keluar kamar. Dan itu tak berselang lama.Brian mencengkram setir mobil, ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tak peduli dengan jalanan yang licin karena hujan.
***
"Wah ada apa nih, hujan begini udah gitu tanggal merah bukannya enak enakan sama istri malah kesini" ucap seseorang yang gelas berisi coklat panas pada kedua tangannya.
"Diam Fino, kau terlalu berisik!" Pria yang bernama Fino itu terkekeh. Fino menyodorkan coklat panas ditangan kanannya pada Brian.
"Nih minum dulu, biar hangat badannya meskipun isi kepala dan hatinya sedang panas" jenaka Fino.
Brian menyesap coklat panas dengan tenang, dalam mode ini Fino tidak menggangunya. Fino memberi ruang, mungkin nanti Brian akan bercerita. Dan benar saja setelah hampir sejam keheningan itu Brian berbicara.
"Fino" Fino menanggapi dengan deheman.
"Apakah aku salah cinta masih mencintai seseorang yang bukan milikku?" Ucap Brian menatap dinding polos dihadapannya sedang tangan kirinya memegang gelas yang berisi coklat panas itu diatas pahanya.
Fino menghela nafas, "gak salah bila mencintai seseorang, karena hati ini kita tidak tau dimana akan dia berlabuh. Cinta itu datang dengan sendirinya. Menurut ku cinta itu tidak dapat diciptakan dan tidak dimusnahkan"
Fino menepuk bahu kanan Brian, "Tapi kita bisa mengendalikannya Brian. Jangan biarkan dia menguasai mu, cinta dalam kadar berlebih juga tidak baik, itu dapat membuat hidupmu dalam bahaya." Mendengar itu Brian menghembuskan nafas kasar.
"Sepertinya Nanda dalam bahaya Fino" Fino mengerutkan keningnya.
"Hah!"
"Apa Maksudmu?!" tanya Fino tidak mengerti.
Brian tidak menjawab malah menyodorkan handphonenya ke Fino. Fino mengerutkan keningnya, menelisik apa yang dilihat pada handphone itu.
"Aku ga percaya! Ini pasti editan, ga mungkin dia Setega itu. Tidak mungkin." Fino menggelengkan kepalanya.
TBCTandai typo ya, nantikan terus kisah mereka.
Jangan lupa juga tekan bintangnya, hehehe.
See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Love
RomanceKisah dua orang yang disatukan dalam ikatan pernikahan, keduanya terlihat saling membenci terlebih Janetha, Janetha membenci Brian-suaminya karena Brian dia tidak bisa menikah dengan kekasih hatinya. Disisi lain, Brian dinikahkan dengan Janetha seb...