6

32 2 0
                                    

     Sebagai orang tua, Rahma tentu mengetahui banyak tentang anaknya, termasuk soal asmara. Ia tahu bahwa Sarah adalah pacar pertama Elang. Meski begitu, ia sama sekali tak menyangka Elang memiliki pikiran untuk kawin lari. Itu sungguh mengejutkannya. Sebesar itukah cinta putranya untuk Sarah dan seserius itukah hubungan mereka? Ia pikir hubungan mereka sebatas cinta monyet. Jika putus, ya sudah, hubungan mereka berakhir begitu saja.

     Tentu saja dengan tegas Rahma melarang Elang menikahi Sarah atau tepatnya kawin lari. Bukan hanya karena gadis itu adalah anak Riswan, tetapi juga karena kawin lari merupakan tindakan tak terpuji, ditambah Elang masih sangat muda dan masih kuliah. Ia tak rela putranya menikah di usia yang belum matang. Seperti kebanyakan orang tua, ia ingin sang anak menyelesaikan pendidikan terlebih dahulu, meniti karir, kemudian baru menikah.

     “Lang, daripada mikir kawin lari, lebih baik kamu belajar yang rajin. Ingat, sebentar lagi ujian.”

     Kalimat tersebut menjadi penutup dari rangkaian nasihat Rahma untuk Elang.  Kemudian tanpa mengucap sepatah kata, pemuda itu beranjak dari sofa, lantas melangkah menuju sisi lain rumah. Rahma membiarkannya. Ia tahu, walau memilih bungkam selama ia 'berkhutbah', tetapi Elang pasti mendengarkannya baik-baik. Dalam arti anak itu akan melaksanakan apa yang diucapkannya. Tidak sekadar masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

     Rahma benar. Meski sedang mengalami luka hati yang parah, tapi Elang masih mampu berpikir. Ia setuju dengan perkataan mamanya dan menuruti nasihat wanita yang telah melahirkannya itu. Maka keesokan hari ia sudah kembali seperti semula – bangun pagi, berolahraga, lalu berangkat ke kampus. Kata orang, beraktivitas perlahan-lahan mampu menyembuhkan luka hati. Ia berharap semoga itu benar. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Hatinya bertambah terluka kala melihat Sarah turun dari motor seorang laki-laki yang ia yakini adalah calon suami mantan kekasihnya.

     "Sial," desisnya. Tangannya memegang kuat setir.

     Tanpa ragu Elang menambah kecepatan saat melewati pasangan tersebut. Dari kaca spion ia bisa melihat Sarah memandang ke arahnya. Ia yang salah, harusnya tidak lewat area FMIPA. Sejak berpacaran dengan Sarah, ia memang selalu melewati gedung fakultas tempat Sarah belajar. Kebiasaan itu masih terbawa sampai sekarang. Setelah ini, ia berjanji mulai besok tak akan melewati area itu lagi.

     Saat mobil yang dikendarai Elang memasuki pelataran fakultas ekonomi, ponsel di saku celananya bergetar. Getaran beruntun. Tanda ada panggilan masuk. Ia mengabaikannya sampai getaran itu berhenti. Usai memarkirkan sedan hitamnya, barulah ia melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata Sarah. Mau apa dia nelpon?

     Pertanyaan itu terjawab saat Elang melihat notifikasi pesan masuk. Ia membukanya.

[Er, maaf, ya. Aku udah nolak dianter dia, tapi Papa yang maksa]

     Semula Elang tidak ingin membalas pesan tersebut, tapi ia berubah pikiran. Sebelum keluar, jari-jarinya sibuk mengetik di atas keyboard ponsel.

[Itu bukan urusan gue. Kita udah putus, udah enggak ada hubungan. Jadi terserah, lo mau ngapain aja sama cowok itu. Gue enggak peduli]

     Setelah mengirim pesan balasan untuk Sarah, ia memasukkan ponsel ke saku celana tanpa menunggu balasan dari sang mantan kekasih. "Kemaren ngajak kawin lari. Sekarang malah ... ah, dasar munafik!" gerutunya sambil keluar dari mobil.

     Sementara itu hati Sarah nyeri usai membaca pesan dari Elang. Ia merasakan kebencian Elang pada pesan tersebut. Bahkan pemuda itu tak lagi ber-aku-kamu. Matanya sampai berkaca-kaca. Ia tak ingin Elang membencinya. Jika memang tak ditemukan jalan keluar agar ia bisa terbebas dari perjodohan dan hubungan asmaranya dengan Elang bisa tersambung lagi, setidaknya ia ingin Elang menjadi temannya.

***

    

    

    

 

    

 

 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sayap Patah ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang