Patah hati tak dapat mencegah Sarah untuk pergi ke kampus guna menuntut ilmu. Meski di kelas ia tak dapat berkonsentrasi dan fokus pada materi kuliah yang dipaparkan oleh dosen. Ia banyak melamun hingga dua kali terkena teguran. Beruntung ia tak dikeluarkan dari kelas.“Sar, kamu kenapa sih?” tanya Mila, teman akrab Sarah, kala kelas sudah usai.
“Aku ... aku nggak papa.” Sarah tersenyum singkat untuk meyakinkan Mila akan jawabannya. Kemudian ia segera bangkit dari bangku.
“Jangan bohong.” Mila menyanggah yang membuat Sarah mengurungkan niat untuk melangkah. “Mata kamu bengkak. Itu abis nangis atau abis digigit kecoa?”
Tawa singkat keluar dari mulut Sarah. Gadis berkulit kuning langsat itu masih berdiri di sisi meja. Ia ragu apakah akan menceritakan kemalangan yang terjadi pada Mila, atau memilih untuk tetap memendamnya.
“Kamu abis ribut sama Elang?”
Nama tersebut berhasil mengundang air mata Sarah keluar. Cairan bening itu semula menggenangi matanya, lalu setelah beberapa detik berlalu menetes membentuk bulir yang membasahi pipi. Ia menutup mulut dengan tangan seraya tubuhnya luruh di kursi.
“Eh, kok, nangis?”
Mila terkejut dan panik. Segera ia menggeser kursinya agar lebih dekat pada Sarah lalu menenangkan gadis itu sambil mengedarkan pandang ke ruangan. Syukurlah, tinggal mereka berdua di sana. Jadi Sarah tidak menjadi pusat perhatian teman sekelas mereka.
“Aku udah putus sama dia, Mil.” Suara Sarah tersendat-sendat di sela isak tangis.
Lagi, Mila terkejut. Namun ia bertahan untuk tetap diam. Meski sangat penasaran, ia menunda untuk bertanya lebih lanjut di saat Sarah sedang dalam kondisi seperti sekarang ini.
“Tiba-tiba aja Papa ngejodohin aku sama teman Kak Iim.”
Tanpa diminta Sarah mulai berbicara. Satu tangannya sibuk membersihkan air mata. Ia tak bisa memendam sendiri masalah yang ada. Siapa tahu Mila bisa memberikan solusi walau ia tak begitu mengharapkannya.
“Dijodohkan?” Mila menanggapi sembari mengulurkan sebungkus kecil tisu yang diambilnya dari dalam tas. “Emang selama ini Papamu nggak setuju kamu sama Elang?”
“Selama ini sih, Papa welcome ke Elang dan nggak ngelarang aku pacaran sama dia.” Sarah berhenti sejenak untuk memasok oksigen. Kemudian ia melanjutkan, “makanya aku kaget banget pas kemarin Papa bilang mau jodohin aku dan nyuruh aku buat mutusin Elang.”
Mila manggut-manggut dengan memasang wajah serius. “Kita nggak tahu pasti isi hati seseorang, bahkan orang tua sendiri. Papamu emang bersikap baik ke Elang, tapi ternyata hatinya nggak sreg. Mungkin begitu.”
Sarah diam. Benar apa yang dikatakan Mila, pikirnya.
“Kamu tolak aja perjodohan itu, Sar.”
“Udah, dan itu bikin Papa jatuh sakit.”
“Jadi kamu terpaksa nerima perjodohan itu?”
Sarah mengangguk lemah. Kini tangisnya sudah mereda. “Aku beneran kayak kejebak dan nggak tau jalan keluar.”
Sementara itu Mila turut prihatin atas apa yang terjadi pada Sarah. Pasti terasa sangat sakit jika hubungan dengan seorang yang dicintai harus berkhir secara paksa. Itu membuatnya teringat pada kisah Romeo dan Juliet, lalu tiba-tiba sebuah ide muncul sebagai solusi untuk masalah yang sedang dihadapi Sarah. Ini memang agak gila, namun menurutnya inilah satu-satunya jalan yang bisa membantu Sarah keluar dari perangkap perjodohan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Patah Elang
RomanceBagi Elang, Sarah adalah segalanya. Semula perjalanan cinta mereka berjalan mulus hingga petaka itu terjadi. Ayah Sarah tiba-tiba menjodohkan Sarah dengan laki-laki lain.