12. A Child

16.7K 2.2K 137
                                    

"Anak?" alis Andrea terangkat satu, ekspresi wajahnya nampak bingung sebab setahunya Kavian belum pernah menikah atau memiliki hubungan dengan perempuan manapun sebelum dirinya. "Maaf, apakah sebelumnya kau pernah..."

"Aku memungutnya." Celetuk Kavian tak ingin  melebarkan pembahasan. "Kau keberatan?"

Andrea menggeleng dengan cepat. "Sama sekali tidak. Aku malah senang jika bisa ikut merawatnya. Boleh aku tahu berapa usianya?"

Kavian berpikir sejenak mencoba mengingat-ingat sambil mengukur terakhir kali sekecil apa bocah itu. "Mungkin sepuluh tahun..." gumamnya menjawab dengan nada tak yakin.

"Sepuluh tahun?" mata Andrea nampak berbinar. "Kebetulan sekali aku menyukai anak-anak. Kuharap kami berdua bisa menjadi akrab sesegera mungkin. Ada dimana dia?"

"Dia harusnya pulang dari akademi hari ini."

"Pulang dari akademi?"

Kavian mengangguk sementara Andrea tampak bingung dengan informasi yang di dapatnya dari laki-laki itu. Kalau usianya sepuluh tahun rasanya tidak mungkin kalau sejak bayi anak itu sudah di sekolahkan di sekolah kebangsaan yang memakan waktu sepuluh tahun lamanya untuk lulus tetapi Andrea tidak berani bertanya lebih banyak, takut membuat Kavian jadi risih.

Jadi, Andrea menyimpan rasa penasaran untuk dirinya sendiri lalu bungkam dan lanjut menyantap sisa makannya sebab tak ada obrolan lagi setelah pertanyaan terakhir yang dia layangkan pada laki-laki itu.

Setelah acara makan siang selesai, mereka kembali ke aktivitas masing-masing. Andrea langsung menuju ruangan khusus untuk berhias sedangkan Kavian menuju ruangan khusus miliknya, berhias sendiri karena pada dasarnya laki-laki tidak perlu make up. Memangnya bagian mana lagi yang mau diputihkan? Kulitnya saja sudah seputih mayat.

"Aku masih lapar." Gumamnya seraya bersiap menggunakan pakaian lain yang lebih rapih dan resmi untuk acara pertunangan.

"Tuan Duke, permisi." Seorang pelayan pria mendatanginya tanpa mengetuk karena pintu ruangan memang dibiarkan terbuka lebar oleh Kavian.

Lantas laki-laki itu menoleh dengan sorot mata malas. "Apa?"

"Hadiah untuk anda telah tiba, haruskah saya menyimpannya di gudang atau di tata di ruangan depan sebagai dekorasi tambahan?"

"Taruh saja di kamar tamu." Ucap Kavian membalas.

"Baik Tuan Duke, saya permisi." Pria itu kemudian pergi setelah mendapat perintah langsung dari sang majikan sementara Kavian lanjut memasang kancing terakhir dari jasnya.

Tidak ada alasan khusus baginya menjalin hubungan dengan Andrea selain untuk menambah keuntungan finansial. Yang pada dasarnya keluarga Rouchess sudah terkenal sangat kaya raya tetapi kadang Kavian benci setiap harus menggunakan harta peninggalan orang tuanya itu.

Para tamu mulai berdatangan. Kavian tahu dia harus bergegas tetapi tiba-tiba dia merasa lapar lagi dan ini berbahaya, salah satu alasannya jarang bicara supaya tidak mudah cepat lapar. Jika lapar nutrisi dalam tubuhnya akan terserap lebih cepat dan bisa-bisa dia kembali ke postur tulang dibalut kulit seperti waktu itu.

Disisi yang lain Ira dan Liam sampai. Karena halaman depan sudah penuh oleh kedatangan para tamu, mereka tidak masuk bersama kereta kuda. Liam memberi hormat pada Ira, gadis itu refleks balas membungkuk karena kikuk dan Liam segera memelototinya. Menegur tanpa bicara supaya Ira tidak membungkuk pada orang yang statusnya lebih rendah.

"Membungkuk pada seseorang yang jabatannya lebih rendah tidak akan membuatmu jadi hina." Tutur Ira mendadak bijak. Dia jadi teringat tentang Arnold yang memintanya bersujud untuk mendapatkan maaf.

Duke, Please Ignore Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang