Adiwarna, 2013.
Start-
Bias cahaya memasuki sela-sela jendela tertutup tirai. Tubuh tengkurap dengan nafas berat menghadap jendela, membuka perlahan matanya seolah terganggu dengan cahaya. Tatapan mata itu terpaku tak berpindah sedikitpun, tubuh yang seolah terjerat tak ada rencana ingin bergerak. Kenyamanan seolah menguasai. Mulai terdengar kicau burung menandakan dunia sudah terbangun dari kekelaman. Samar-samar suara ponsel bergetar diatas nakas kayu, seolah menjadi alarm untuk gadis ini segera bangun.
Aroma masakan juga mulai semerbak masuk menerobos dinding-dinding kamar minimalis. Pencahayaan kamar mulai remang-remang, suara alunan musik terdengar dari luar ruangan. Aktivitas para manusia seolah sudah mulai bangun dan sadar satu persatu.
Niskala mengganti posisinya untuk berbalik kearah berlawanan, menghalau cahaya mengenai wajah. Menarik selimut menutupi tubuh, meringkuk semakin masuk ke dalam selimut tebal. Badannya yang kecil tak susah untuk selimut berukuran besar dan berkapasitas dua orang itu menelan habis tubuh Niskala.
Tok tok!
Gangguan pertama, tak membuat Niskala goyah dalam posisinya. Anggap memang dirinya tak ingin membangunkan jiwanya di pagi ini.
"Greta Niskala! Waktunya sarapan, ayo keluar!"
Teriakan sang ibu menusuk indra pendengaran sampai menerobos tanpa izin, membuka knop pintu yang memang tak terkunci. Helaan nafas sang ibu terdengar berat, Greta membuka matanya ditengah kegelapan karena wajahnya yang tertutup oleh selimut.
"Niskala sayang.. Kamu ngga ke kampus?"
Lupakan saja. Niskala hanya ingin memanfaatkan kesempatan izin nya yang sudah tinggal satu dari tiga kali izin di mata kuliah yang sama.
"Mama masakin masakan kesukaan kamu, ayo ke meja makan."
Menyerah anggap saja. Membuang jauh selimut dari muka. Mengedipkan matanya berkali-kali, lalu membangkitkan badannya dengan paksa. Menatap wajah cerah sang ibunda tersenyum senang melihat Niskala sudah bangun dari tidur panjang.
"Iya aku nyusul."
Jawaban singkat itu menjadi awal mula Greta Niskala mengawali hari. Dimulai dari ritualnya di kamar mandi, memilih memilah pakaian untuk hari ini. Memoles wajah dengan cukup tipis dan sederhana. Begitulah pengawalan hari seorang Greta Niskala. Simpel dan membosankan.
Langkahnya keluar dari kandang, langsung disuguhi aroma gulai ayam dan berbagai jenis makanan khas Indonesia sudah tertata rapi diatas meja makan. Dengan terburu-buru, menarik kursi dan menyadarkan lelaki paruh baya yang sibuk membaca koran, mendeteksi kehadiran sang anak satu-satunya.
"Kuliah hari ini, Kala?"
"Lihat nanti."
Bukan tak bersikap tegas, melihat anak semata wayangnya menginjak semester tiga jurusan DKV tampak tak bersemangat tiap harinya, harus mengambil absen tiap kali merasa tak mood atau bahkan lebih memilih tidur panjang di kamarnya, Herman menghela nafas panjang.
"Tidak kangen sama teman-teman kampus kamu emangnya?" Celetuk sang ibu dari arah dapur, menoleh kepada anaknya yang sepertinya masih berpendirian teguh pada keputusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATMA HIRAP || greshan
FanfikceJiwanya tak akan pernah hilang dalam kenangan indah terukir bersama. -Mungkin akhirnya tak jadi satu, namun bersorai pernah bertemu. (Nadin, 19)