Adiwarna, 2009.
Decit mobil menggema bersuara ditengah kedamaian malam. Mesin mobil yang masih menyala riuh itu terdengar dikawasan perumahan Adiwarna. Ada pasang mata terbuka ditengah kenyamanan alam bawah sadar, ada kesadaran diri ketika tubuhnya mulai beranjak dan sedikit berjalan mendekat kearah tirai kamar. Perlahan dibuka, diintip sedikit menuju kearah seberang yang sepi diluar sana. Ada mobil terparkir di depan rumah Shaka. Begitu juga dengan sosok gadis yang baru saja mulai mematikan mesin mobilnya.
"Jam berapa coba.."
Sekali lirik pada jam dinding diatasnya, Greta sedikit terkejut dengan matanya yang masih berat dan belum seratus persen sadar terbangun tiba-tiba tadi. Melihat pukul tiga dini hari, dimana lebih tepatnya pagi akan mulai menyambut sebentar lagi.
Kembali hadir mobil lain kini terparkir dibelakang mobil milik Shaka. Mobil itu tampak seiras namun berbeda. Mesin mobil keduanya sama-sama dimatikan. Ada tiga orang yang keluar dari dalam mobil tersebut.
"Itu Shaka, Jay.. sama siapa?"
Tiga gadis itu seperti sedang asyik bercengkerama. Bahkan mulai duduk diatas kap mobil, yang satu berdiri sambil bergurau tawa.
Ditengah waktu yang terus menggilas malam, ketika matahari yang sudah bersiap menghangatkan pagi, bahkan udara yang semakin sejuk dan dingin. Tiga anak itu seperti tidak mengenal waktu.
Greta melihat seperti ada canda tawa, ekspresi bahagia yang dapat ia tangkap.
Perlahan tangannya membuka jendela itu untuk sedikit memberi jalan suara yang terdengar dari luar sana.
"Hahahaha!!"
"Apakah teman kita ini akan merasakan yang namanya jatuh cinta?"
"Tentu! Tapi caranya kampungan sekali, masa berkencan di Malioboro!"
Greta mengulum senyum, matanya menatap wajah Shaka yang disembunyikan tampak malu-malu mendengar olokan teman-temannya.
"Kecilkan suara kalian, rumahnya ada diseberang sana. Bagaimana jika kedengaran?"
"Halah Shaka, jika kedengaran pun hanya lewat alam mimpinya saja, ya kan Jay?"
Jayleen mengangguk sambil menepuk pundak Shaka berkali-kali.
"Fel kita harus memberikannya keberanian. Shaka sangat minim pengetahuan mengenai cinta."
Greta menarik kursi belajarnya, duduk diam sambil mendengar dari balik tirai yang hanya dibuka selebar kelopak mata. Begitu asyik mendengarkan obrolan ketiganya.
"Pertama!"
Hampir ikut meloloskan tawa karena melihat tingkah Fel yang bersikap seperti guru matematika mereka di sekolah.
"Hahaha! Mirip Bu Inu!"
"Hey hey dengarkan, serius ini untuk Shaka."
"Baik Ibu guru Felicty Maeve!"
Kini Greta mengetahui nama gadis yang sedang berdiri dihadapan Shaka dan Jay. Tampaknya memang seumuran dengan mereka, namun Greta belum pernah bertemu di sekolah. Atau teman dari luar?
Greta juga tidak heran dengan nama itu, bagaimana perawakan Felic yang begitu tampak seperti orang luar. Rambut dengan begitu mencolok blonde, kulit putih bersih dengan stylish seperti begitu modern.
"Sepertinya kebiasaan mu dengan mobil harus dikurangi, jangan membuat dia ilfil Shaka!"
"Aku setuju!"
"Dia lebih ilfil jika bertemu kalian."
"Hey!"
Kompak Jayleen dan Felic membuat Shaka tertawa, begitu juga dengan seseorang yang sedang menguping pembicaraan. Celetukan Shaka selalu menyebalkan terkadang, namun yang mendengarkan bukan marah melainkan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATMA HIRAP || greshan
FanficJiwanya tak akan pernah hilang dalam kenangan indah terukir bersama. -Mungkin akhirnya tak jadi satu, namun bersorai pernah bertemu. (Nadin, 19)