Seorang gadis tengah mengayuh sepeda kesayangan miliknya menyusuri jalanan kota Malang di minggu sore, jelas padat dan ramai oleh muda mudi kasmaran yang ingin menghabiskan akhir pekan bersama. Namun alasan itu ditepis kuat oleh gadis yang tengah memburu menu baru dari toko kue langganannya.
"Huhh huhh, untung Mona bisa diajak ngebut" ucap gadis itu dengan terengah engah sambil menepuk pelan stang sepeda berwarna putih miliknya. Ya, Mona adalah nama yang ia berikan pada sepeda kesayangan miliknya.
Ia segera memarkirkan sepeda onthel kesayangannya lalu segera masuk ke dalam toko kue yang bernuansa modern dengan gaya agak kebarat-baratan. Mata gadis itu menyusuri tiap tiap rak kue sambil melihat dengan cermat, dimana para pelayan meletakkan menu terbarunya. Hingga tak sengaja ia menabrak salah satu pekerja di toko tersebut.
"Aduhh"
"Aduh, eh mbak Haura, nyari apa?" tanya salah seorang pria dengan seragam berwarna kuning bertuliskan "Home Bakery" di dada sebelah kiri. Benar, pekerja toko kue yang tak sengaja di tabrak oleh Haura
"Aihh, maaf mas Adi. Ini loh, aku nyari menu terbaru yang seminggu lalu diposting di Instagram" jawab Haura sambil menunjukkan postingan Instagram yang ia maksud
"Oalah ini toh, udah habis mbak, baru aja diborong sama mas itu" jawab mas Adi sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki yang tengah berdiri di depan kasir dengan dua paper bag besar berisi roti dari menu terbaru
Haura memasang wajah cemberutnya, sebab bukan hanya menu baru yang ia inginkan. Karena hari ini baru saja dirilis, maka jika Haura beli tiga, dia akan mendapatkan diskon sekaligus bonus satu roti dengan varian apa saja.
"Yahhh, harus nunggu besok deh. Yaudah deh mas, makasih" ujar Haura lalu mengambil lima macam roti dan segera menuju kasir dengan jalannya yang terasa begitu berat
Sesampainya di kasir, Haura meletakkan rotinya untuk dihitung total harganya. Sembari menatap lurus ke arah dua paper bag besar yang terlihat penuh dengan roti menu baru itu. Tanpa disadari, laki-laki itu melihat ke arah Haura menatap, lalu menyunggingkan senyumannya. Ia mengulurkan tangannya masuk ke dalam paper bag untuk mengambil dua buah roti
"Nih, kalau pengen gausah diliatin" ujar laki-laki itu sembari mengulurkan tangannya yang memegang dua buah roti kepada Haura, hal tersebut membuat tatapan Haura berpindah untuk menatap dua buah roti yang digenggam oleh laki-laki itu dengan lekat
Laki-laki di sampingnya berdecak, lantaran Haura tak kunjung mengambil roti tersebut. Ia segera memasukkan ke paper bag milik Haura serta membayar roti yang Haura beli. Haura menatap punggung laki-laki itu yang kini meninggalkan nya di tempat kasir
"Mbak, mbak Haura" panggilan itu sontak membuyarkan lamunannya
"Ee ehh maaf mbak Evi, aduh. Berapa mbak?" tanya Haura sambil tangannya merogoh ke dalam tas untuk mengambil beberapa lembar uang
"Loh, kan udah dibayar sama mas Juna barusan. Mbak Haura sih ngelamun aja"
Haura sontak mengangkat kepalanya menatap pada kasir wanita tersebut
"Dibayar mas Juna?" -batin Haura
Seper sekian detik berikutnya, Haura segera mengambil paper bag dari meja kasir, tak lupa ia berterima kasih pada mbak Evi, kasir yang melayani dirinya. Ia bergegas keluar dari toko kue tersebut untuk mencari laki-laki yang sudah membayar rotinya
"Ihhh cepet banget ilangnya, aku kan nggak enak" ujar Haura sambil melirik ke dalam paper bag miliknya
Ia memasang wajah sumringah, namun hatinya tetap bergemuruh merasa tak enak
"Mana dikasih roti sama mas nya" Haura pun membuang nafasnya kasar lalu menghampiri Mona, ia segera mengayuh sepedah nya untuk pulang sebelum langit berubah menjadi gelap
Sesampainya di rumah, ia memarkirkan Mona di teras rumahnya. Segera ia masuk lalu menuju dapur, ia meletakkan paper bag yang berisi tujuh buah roti. Kemudian ia duduk di kursi
"Eh, mbak, udah pulang"
"Udah bun" ia mencium punggung tangan bunda nya
"Kok cemberut aja sih? Kenapa? Ga dapet roti yang terbaru?" tanya sang bunda bertubi-tubi dan hanya dibalas anggukan lemah oleh Haura
"Tapi bun, tadi tu kan rotinya diborong sama mas mas, nah aku sedih jadi yaudah deh aku beli lima roti lainnya. Nah pas aku di kasir, aku ngeliatin ke paper bag mas nya, terus dia ngasih dua roti yang baru rilis itu ke aku, mana dia bayarin semua rotiku. Bodohnya aku bun, aku malah diem aja ngelamun" ujar Haura panjang lebar lalu meraup wajahnya sendiri dengan penuh penyesalan
Sang bunda hanya terkekeh mendengar penuturan putri sulungnya itu, ia lalu duduk di samping Haura sembari mengelus lembut surai hitam nan panjang milik putri sulungnya.
"Mbak, mungkin mas nya tau kamu juga lagi pengen roti itu, jadi dikasih deh. Terus perkara dibayarin, semoga nanti kamu ketemu lagi sama dia, buat balas kebaikannya. Udah ya jangan terlalu dipikir" jelas sang bunda lalu berdiri mengambil piring untuk memindahkan beberapa roti dari paper bag
Sungguh, Haura ingin menyomot roti dengan beberapa irisan di tengah seperti bawang, dan potongan daging tipis di dalamnya.
Nikmat sekali penampakan nya, namun Haura sungguh ragu, sebab ia merasa berhutang pada laki-laki tadi.
"Waaaahh strawberry cruffin kesukaan akuuu!" teriak seorang gadis yang usianya terpaut tiga tahun lebih muda dengan Haura
Gadis itu segera duduk di sebelah Haura dan mengambil roti kesukaannya lalu memakannya
"Adek Jasmine, pelan-pelan dong kalau makan" titah sang bunda, sedang yang diperingatkan hanya menyunggingkan senyum tanpa merasa bersalah
Haura menghembuskan nafasnya pelan, ia masih saja duduk di kursi sembari menatap roti di atas meja
"Eh ini menu baru itu mbak? Korean Garlic with Smoke Beef and Cheese" eja Jasmine saat membaca struk pembayaran roti
"Oh namanya susah, tapi kayak enak, aku mau satu" hampir saja tangan Jasmine terulur untuk mengambil roti tersebut, Haura segera menepis pelan tangan adiknya itu
"Punya mbak, kamu makan aja itu yang empat" Haura mengambil dua roti dengan varian yang sama lalu bergegas menuju kamarnya
"Huuuu pelit, mbak Hau pelittt!" ucap sang adik dengan nada kesal
Sang bunda hanya bisa menggeleng melihat tingkah kedua putrinya itu.
° ° ° ° °
Cerita pertama ku mungkin ya?
Tolong dinikmati saja
KAMU SEDANG MEMBACA
Taruh
FanfictionAtas nama cinta, kau butakan hatiku. Menolak pahit dan pilu yang ada di dalamnya, mati-matian aku berusaha mengindahkan apa itu cinta. Namun kau dan mulut manismu, berhasil meruntuhkan imajinasi ku mengenai bahagia yang dibawa oleh cinta. Ternyata b...