Sudah satu minggu Haura hanya berada di rumahnya — kecuali kemarin ke toko kue —, sesekali teman-temannya datang untuk bermain. Hanya itu kegiatannya, padahal sang ayah telah berjanji untuk mengajak dirinya beserta sang adik jalan-jalan mengelilingi kota Malang. Bahkan sang ayah berjanji untuk membawa mereka ke pulau tercantik di negeri mereka, yaitu Bali.
Namun apa boleh buat, pekerjaan sang ayah sebagai masinis membuatnya tidak mudah untuk mengambil libur, bahkan pulang ke rumah pun sulit. Haura pun paham betul dengan hal itu, oleh sebab itu dirinya tak banyak protes ketika ayahnya gagal membawa ia dan adiknya untuk berlibur. Sebab itu tak hanya sekali ataupun dua kali terjadi, hampir setiap libur semester mereka hanya akan kenyang dengan janji dari ayahnya. Dan berakhir Haura pergi bersama teman-temannya.
Haura kini tengah berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasur single size miliknya. Ia tak tau ingin melakukan apa, sebab dirinya sudah sangat bosan menatap ke arah jendela yang menampakkan langit cerah siang ini.
"Huhh liburan tinggal satu minggu, tapi aku belum pergi kemana mana" ucapnya
Bagaimana tidak, selama satu minggu pertama liburan sekolah, Haura hanya berada di kamar untuk menamatkan film kesukaannya, Marvel. Ia sudah marathon film Marvel, atau mungkin bisa disebut dia menonton kembali flm itu. Bagaimana tidak? Ia sebenarnya sudah menonton film Marvel dari yang paling awal dirilis hingga yang baru dirilis. Namun tidak ada kata bosan bagi Haura untuk menonton film itu berulang-ulang, ya karena itu film kesukaan Haura.
Kini ia merubah posisinya menjadi terduduk, ia baru ingat kalau ia belum melanjutkan tulisannya sejak dua minggu yang lalu.
Ia segera beranjak dari kasur dan menuju meja belajarnya, ia menatap sekilas ke arah jendela, lalu membuka laptop berlogo apel pemberian sang ayah. Jari jemari Haura menyusuri soft file yang ia simpan di laptopnya. Ia meng-klik gambar kertas dengan sudut kotak berwarna biru dan huruf "W" di tengahnya yang berjudul "Haura's Project".
Ia tersenyum, sebuah karya tulis mengenai dirinya yang ia ketik semenjak dua bulan lalu. Ia berencana untuk melanjutkan cerita tersebut, jemarinya mulai bermain dengan luwes di papan ketik laptop miliknya. Hingga tak sadar matahari telah mengusung diri untuk tenggelam setengahnya, berganti langit oren yang cahaya silau nya menembus masuk melalui jendela kamar Haura.
Pintu kamar terbuka, menampilkan sang bunda yang tengah berdiri sambil memperhatikan putri sulungnya yang masih asyik duduk di hadapan layar laptop.
"Mbak, sudah mandi belum?"
Seketika fokus Haura beralih pada suara yang sangat ia kenal, bunda kesayangannya
"Eh, belum bunda"
"Mandi dulu, nanti boleh dilanjut aktifitasnya"
Haura hanya menganggukkan kepala lalu beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Segera ia melakukan aktifitas mandi nya
Saat ia tengah mandi, tiba-tiba ingatannya tertuju pada sosok Juna yang kemarin lusa membayar roti miliknya, serta dua roti yang masih setia berada di meja kecil di samping tempat tidurnya. Segera Haura menyelesaikan ritual mandi nya, lalu bergegas mengganti pakaian
Kini Haura duduk di tepi ranjang, sembari tangannya memegang sebuah roti yang terlihat enak. Ingin sekali ia mengigit sedikit demi sedikit, menikmati godaan dari potongan daging tipis dan roti yang lembut di dalam mulutnya. Dengan keyakinan penuh, ia membuka bungkus roti tersebut, dengan pasti digigitnya roti bulat itu. Lagi, tak ada ekspektasi yang gagal, rasa dari roti ini sungguh lebih dari ekspektasi nya.
Gigitan demi gigitan ia kerahkan untuk menghabiskan segenggam roti di tangannya, hingga gigitan terakhir. Ia tak bersuara untuk mengekspresikan nikmat yang ia dapatkan, hanya alis yang terangkat dan sesekali mata terpejam serta gerakan kepala ke kanan dan ke kiri. Layaknya anak kecil yang kegirangan saat mendapatkan hadiah kesukaannya
Tanpa Haura sadari, pintu kamar kembali terbuka. Jasmine, adik perempuan satu-satunya, yang sering mengajaknya bertengkar, namun tak dapat dipungkiri jika Haura begitu menyayangi Jasmine.
"Ihh mbakk, aku mau dong" ucap Jasmine kala melihat sang kakak mengunyah roti, ia lalu beringsut duduk di samping Haura
Masih ada satu, sayang jika harus dibagi. Tapi ini adalah adiknya, Haura mengambil roti di atas meja kecilnya untuk diberikan pada sang adik
"Nih, sana keluar" ucap Haura yang dipatuhi oleh Jasmine. Selepas ia terima roti dari Haura, ia bergegas keluar kamar tak lupa untuk menutup pintu kamar milik Haura.
Kini Haura kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur yang hanya muat untuk satu orang itu. Netra nya menelisik ke arah langit-langit kamarnya, mengingat-ingat kejadian di toko kue kemarin.
Ia sungguh penasaran dengan sosok Juna, untuk apa ia memberi dua buah roti pada Haura, bahkan membayar roti yang Haura beli. Jika dia memang laki-laki yang baik, apa harus membayar roti pembelian Haura?
° ° ° ° °
Langit berangsur menggelap, kini Haura telah duduk di kursi dengan makanan di atas meja tepat di hadapannya. Bersama seorang wanita yang mungkin usia nya kini sudah mencapai 40 tahun, dan seorang gadis yang usia nya masih 14 tahun.
"Aku kangen ayah bun" celetuk Haura, sukses membuat suasana di ruang makan seketika hening
"Kamu kangen cerita sama ayah ya mbak? Kamu masih galau perkara roti kemarin?" ujar sang bunda tepat sasaran
Entah mengapa, bunda nya selalu mengerti isi kepala Haura. Memang benar, naluri ibu tak akan pernah salah. Tapi ini sudah seperti peramal pikiran saja, hampir semua hal yang Haura pikirkan, sang bunda pasti tau
"Loh kenapa bun? Emang roti nya kenapa?" saut sang adik yang sedang memakan sepiring nasi serta sop ayam kesukaan nya
"Ishh adek kepo, udah bun makan aja ndak perlu dibahas" ucap Haura dengan nada sedikit sengit
Lagi lagi bunda nya harus sabar dengan kedua putrinya.
° ° ° ° °
Lagi, dinikmati saja
Kalau ada yang typo, bantu notice ya hehe
Enjoy
KAMU SEDANG MEMBACA
Taruh
FanfictionAtas nama cinta, kau butakan hatiku. Menolak pahit dan pilu yang ada di dalamnya, mati-matian aku berusaha mengindahkan apa itu cinta. Namun kau dan mulut manismu, berhasil meruntuhkan imajinasi ku mengenai bahagia yang dibawa oleh cinta. Ternyata b...