Halo readers yang baik hati, buat yang membaca karya ini, jangan lupa follow aku yaa ... dan beri dukungan tanda bintangnya. Terima kasih ❤️🤗
'Huuufftt ... aku pikir, Om tampan itu akan jadi dewa penolongku sampai aku mati. Tapi ... kenapa? Di saat, pertama kali ada laki-laki tampan baik padaku, ternyata dia sudah memiliki keluarga,' tangis Alin dalam hati.
Alin menopang dagunya tepat di depan cermin rias di dalam kamar. Dalam pantulan cermin itu jelas memperlihatkan gambaran tubuh gadis berambut ikal tak beraturan. Wajahnya memerah, terutana bagian hidung dan mata karena meratapi nasibnya yang tiada henti dirundung kesialan.
"Aliiin!"
Dari arah luar, terdengar sebuah teriakan parau yang membuyarkan lamunannya, sejenak. Dengan gerak lambat, Alin melirik ke arah pintu yang masih tertutup. Sejenak ia mendengkus kesal, dan kembali menopang dagu melanjutkan renungannya tadi.
"Aliiiin!" Suara teriakan berat dari pria yang sudah dikenalnya, kembali terdengar. Meski, Alin menyadari suara sang ayah, terdengar sedikit berbeda dibanding biasanya. Tak lama memudian, pintu kamar dibuka kasar dari arah luar.
"Aliiin, ayo ikut Babe!" Suara parau milik ayahnya, membuat Alin memaksa untuk mengusap air mata dan air hidung karena tangisan.
Alin menatap heran pada Babe, yang terlihat cukup berantakan. Beberapa bagian tubuh pria matang itu, terluka. Dengan langkah sedikit pincang, ia tergugu mendekati sang putri yang memasang wajah penuh kebingungan.
"Kenapa, Be? Apa yang terjadi dengan Babe?" Rasa cemas meruak begitu saja di dalam dada.
Sejenak, ia melihat ke luar pintu. "Nyak, mana Be? Adik-adik? Kenapa sepi?" Rentetan pertanyaan keluar dari bibir sang putri sulung.
"Nanti saja Babe cerite! Kali ini, elu ikut Babe!" Tangan sang ayah menarik pergelangan tangan Alin lalu bergerak menuju sebuah tempat.
Alin tak lagi banyak bicara kala si Babe menaiki salah satu angkot, armada milik keluarga mereka. Padahal, biasanya Babe selalu menunggangi kendaraan pribadi milik keluarga mereka, jika bepergian keluar bersama keluarga. Mereka berhenti tepat pada sebuah rumah sakit.
Saat memasuki unit gawat darurat, mereka berdua disambut dengan wajah prihatin yang diberikan oleh beberapa pria dewasa yang bekerja kepada Babe. Alin yang masih kebingungan -belum mendapatkan jawaban yang jelas- ia terus mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi.
Mulutnya terlalu kaku untuk mencoba mengutarakan rasa yang bercampur aduk di dalam benak. Ia sudah merasa ketakutan duluan, jika sesuatu yang buruk, telah menimpa mereka ibu dan adik-adiknya.
"Neng, lu yang tabeh ye! Banyakin doa aje! Semoga semue baek-baek aje!" ucap Bang Jali, salah satu supir yang bekerja pada Babe.
"Bang ...." Namun, suara Alin tak bisa didengar oleh Bang Jali. Suara Alin tak mampu keluar karena rasa takut yang semakin kuat.
Babe mengusap pundak Alin. Air mata Babe tak berhenti mengalir, meski tak ada suara tangisan yang keluar dari bibirnya.
"Nyak?" Alin kembali mencoba untuk bersuara. Namun, ia hanya bisa sekedar berbisik dan tak ada yang menghiraukan bisikannya. Jantungnya berdebar dengan kencang tak karuan. Apa yang berkecamuk dalam pikiran membuat dada Alin semakin sesak.
Sejenak, ia kembali teringat pada ucapannya kepada Om Ganteng. Ia mengaku bahwa dirinya tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Degup jantungnya semakin hebat.
'Tidak mungkin! Tidak boleh! Apa ini hukuman bagiku karena asal bicara?' teriaknya dalam hati.
Pipi Alin telah banjir oleh air mata, ia terus mengikuti langkah Babe memasuki ruangan dan berhenti tepat pada satu brangkar. Brangkar tersebut, tampak sibuk ditangani oleh beberapa orang berpakaian serba putih. Babe mendorong pelan agar Alin lebih dekat dengan ranjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Duda Kere(N)
RomanceTerbit 3x seminggu: Rabu, Jum'at, dan Minggu Alin jatuh cinta kepada pria tampan yang menolongnya dari aksi buli yang dilakukan oleh kawan-kawannya. Tak memedulikan sikapnya yang dingin dan sarkas akan fisiknya yang gendut dan jerawatan, Alin tetap...