4. Kutukan Alin

26 3 2
                                    

Halo readers yang baik hati, buat yang membaca karya ini, jangan lupa follow aku yaa ... jangan lupa dukungan tanda bintangnya. Karena memberi bintang itu, gratis. Terima kasih ❤️🤗

Ucapan Yudi barusan membuat Alin menegakan kepala. Wajahnya merah padam dan basah. "Kamu benar. Aku akan pergi dari sekolah ini," pekiknya.

Seringai Gania, seketika menghiasi bibirnya. "Bagus! Lebih cepat lebih baik. Lu nggak akan gue ganggu lagi," desisnya sembari melirik Yudi yang berdiri di antara mereka.

Alin bangkit menantang Gania. "Tapi nggak sekarang!" ucapnya dengan nada tinggi, lalu berjalan mendorong Yudi, lalu menerobos kawanan Gania tadi.

"Hahaha! Nggak sekarang?" Gania melirik anggota kelompoknya. "Apa gue nggak salah dengar?"

Kawanannya tersenyum sinis merasa kemenangan bertubi-tubi akan bulian terhadap Alin. "Setidaknya, kita masih punya sasaran empuk," timpal salah satu teman Gania.

"Bener juga. Gak ada rival, malah gak asik," ucap Gania dengan senyum penuh dendam.

Gania mengubah raut beringasnya dengan seketika, memasang wajah semanis mungkin mendekati Yudi. Namun, Yudi memasang wajah dingin dan pergi tanpa mengatakan satu patah kata pun.

"Mau ke ma—"
Gania belum usai mencegat kepergian Yudi, ternyata ia merasakan sebuah benda bergetar dari dalam kantong rok bewarna dongker. Gania segera menarik ponsel di dalam kantong tersebut, dan pada layar pipih itu tampak nama yang ia kenal.

"Halo, Om?" jawabnya usai mengusap tanda bewarna hijau. Berjalan terburu mengajak kawanan kelompoknya keluar dari jelas Alin ini.

Di sisi lain, Alin meringkuk di pojok sekolah yang sepi. Di sana, ia menangis sejadinya.

"Nyak, ajak aye ikut sama Nyak. Aye nggak kuat kalau begini terus. Biasanye, aye gak peduli apa pun yang dikatakan Gania dan kawan-kawannya. Tapi, kali ini hati aye sakit, Nyak. Bawa aye aje, Nyak," ratapnya.

"Husss!"

Alin tersentak karena tiba-tiba ada suara di belakangnya. Dengan buru-buru ia mengusap air mata dengan lengan pakaian yang ia pakai.

"Yudi? Kenapa kamu ke sini?" desisnya.

Yudi melangkah semakin mendekat, dan duduk di samping Alin. "Harusnya kamu gak lari," ucap Yudi dengan nada rendah.

Alin mengangkat wajah menatap Yudi yang duduk tepat di sampingnya. "Maksudmu?"

Dengan begitu saja, Yudi menoyor kepala Alin. "Kamu ini bener-bener ya? Harusnya dilawan! Jangan biarkan dirimu terus ditindas begitu. Kalau dibiarkan, maka, mereka akan semakin semena-mena."

Alin kembali menunduk dan menggelengkan kepala. "Kekerasan tak akan lemah bila dilawan dengan kekerasan. Aku hanya bisa pasrah dan menyerahkan segalanya pada Tuhan yang Maha Kuasa," gumamnya.

Yudi tercenung mendengar ucapan Alin barusan.  Karena ia yakin, dengan jelas mendengar Alin menangis tak sanggup menghadapi ini sendiri. Beberapa detik bibir Yudi mengulum senyum, tetapi dengan segera ia tepis.

"Kenapa kamu tak pindah saja? Bukan kah, banyak sekolah lain yang bisa kamu jadikan sebagai tempat mengenyam pendidikan?"

Alin hanya memberi jawaban dengan menggelengkan kepalanya.

"Lalu? Apa kamu yakin untuk tetap di sini?" tambah Yudi lagi.

"Dua bulan lagi. Dua bulan lagi kita akan ada ujian kelulusan. Aku harus bisa bertahan hingga saat itu," tekadnya.

"Oh, benar juga ya? Aku sampai lupa. Sebentar lagi kita akan selesai di sekolah ini. Nanggung juga kalau pindah," timpal Yudi setuju.
*
*
*
Tibalah di waktu pulang sekolah, Alin merasa sedikit heran. Ia melirik ke arah kiri dan kanan. Tumben sekali Gania tidak mengikutinya. Lalu ia melangkahkan kaki untuk pulang dan sama seperti hari-hari sebelumnya, ia melihat pria berbaju orange tampak menyapu beberapa sisi di pinggir jalan.

Mengejar Cinta Duda Kere(N)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang