5. Glimpse of Memories

6.4K 832 141
                                    

Ivy tidak pernah menghitung berapa kali dia mendapatkan omelan dari kedua orang tuanya sejak beranjak remaja. Namun, ada satu memori yang nyaris tidak pernah bisa dilupakan olehnya.

Kala itu Ivy masih berusia 16 tahun. Masa di mana jiwa pembangkangnya mulai berapi-api. Tahu kalau Kresno dan Gisya pasti melarang apabila dia jujur akan menghadiri pesta sweet 17 kakak kelasnya di semi club malam, Ivy pun memilih jalur dosa dengan berbohong dan berkata akan menginap di rumah teman.

Sial beribu sial, tiba-tiba di tengah pesta yang sedang seru-serunya, Kresno datang membawa rombongan polisi untuk menjemput Ivy di semi club tersebut. Momen awkward itu berhasil menjadi kenangan paling memalukan seumur hidup Ivy dan tak pernah ia sangka akan kembali terulang hari ini.

"Lo ... ngapain di sini?" Kalau bisa lepas, mungkin bola mata Ivy sudah menggelinding sejak ia mendapati kehadiran suaminya di tengah tempat dugemnya.

"Jemput kamu," sahut Esa, santai. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar dengan dua tangan tersimpan di saku celana. "Musiknya nggak enak. Terlalu kencang, nggak jelas."

"Baru juga datang, udah julid!" Ivy berdecak lalu dia menarik tangan Esa menjauh dari pusat keramaian. Namun, Esa menahan ketika ia menyadari akan dibawa Ivy ke pintu keluar.

"Saya cuma turuti apa mau kamu. Salah juga?" kata Esa, sambil menatap Ivy yang kedua pipinya agak memerah.

"Jelas salah! Gue nggak berharap lo jemput gue beneran," sahut Ivy, sambil bersedekap, wajahnya terlihat kesal sekali.

"Kenapa?" Esa maju selangkah. "Takut ketahuan udah punya suami padahal ngaku single di sini?"

Ivy mendelik. "Pokoknya gue nggak akan pulang!"

"Pede banget. Nggak ada yang nyuruh kamu pulang sekarang," balas Esa.

Raut wajah Ivy lantas berubah. Dia kebingungan.

"Lanjut aja, saya tungguin," sambung Esa, seraya memanggil waitress untuk disiapkan meja. "Asal jangan mabuk sampai pingsan."

"Terus kalau gitu buat apa lo ke sini?" Ivy sudah siap memulai drama apabila Esa menyeretnya pulang, tapi pria itu kembali diluar dugaannya.

"Buat mantau supaya kamu nggak mempermalukan saya. Karena kalau sampai kamu buat ulah, sekarang bukan lagi Papa atau Mama yang dihubungi, tapi saya," pungkas Esa, lalu melangkah mengikuti waitress ke meja yang telah disiapkan.

Ivy berdecak. "Kemarin dokter kasih obat apa, sih, sampai mulutnya sekarang jadi seblak level 99 gitu?!"

Tak mau memedulikan Esa, dia langsung kembali ke dance floor bersama Gwen dan beberapa teman semasa modeling dulu.

"Keren, Vy!"

Ivy tersentak kala Gwen mengguncang lengannya sambil tertawa kecil. "Keren apaan?"

"Dugem sambil ditungguin suami," kata Gwen, seraya melirik ke arah jarum jam sembilan.

Jancok! Ivy melotot sekilas kala melihat meja Esa berada tak jauh dari area dance floor. Pantas saja Gwen sampai menyadari kehadiran pria itu. Esa pasti sengaja memilih meja di sana agar membuat Ivy merasa tak nyaman.

"Romantis banget, lho, Vy!" Gwen terkikik seperti bocah SMP mabuk kasmaran. "Mana nungguin lo sambil fokus sama hape gitu. Pasti dia sibuk banget, ya? Lo sampai nggak sempat honeymoon."

Ivy langsung merinding saat mendengar kata honeymoon. Konotasi jorok yang selalu berada di balik kata tersebut membuat Ivy mual seketika. Tak mampu ia bayangkan.

"Udah, deh. Ayo lanjut aja, nggak usah ngomongin laki gue mulu, ntar lo naksir." Ivy menarik tangan Gwen memasuki lebih dalam area dance floor.

Sementara itu, Esa lantas menurunkan ponsel begitu menyadari keberadaan Ivy semakin mengecil di pandangannya. Sebagian besar alasan dari kedatangannya saat ini jelas karena impulsif, dia begitu jengkel dan tertantang dengan ucapan Ivy.

How To Love You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang