Si kasar pemendam sakit

37 3 0
                                    

"Anjing yang bener aja cok?!"

"Iya bajingan, gue beneran! emang gila tu anak haha."

Suara gelak tawa diiringi segala jenis umpatan memenuhi warung kopi yang bernuansa sederhana. Sabita dan kedua temannya asik membicarakan hal random di pertemuan ini.

"Asu emang, gue tiap hari kena masalah terus, tu guru kayanya naksir sama gue deh."

"Eh anjing! Itumah lo nya aja yang doyan nyari perkara sama si tua bangka."

"Haha anjing, tua bangka dikit ga ngaruh."

Sabita, Mahapati, dan Mahameru. Ketiga manusia yang sedari sore tadi membuat suasana warung kopi mang wardoyo menjadi ramai dengan gelak tawa.

Dimeja ketiganya sudah banyak tercecer bungkus makanan ringan dari yang manis hingga asin semua sudah mereka coba, tak lupa lima gelas kopi yang sudah kosong juga turut meramaikan meja tersebut.

"Mang, kopi lagi satu ya, sama gorengan seporsi dulu deh." Pinta Mahameru kepada mang wardoyo yang sibuk dengan pelanggan lainnya.

"Oh iyo mas siap, ditunggu yo."

"Yoi mang, siap!" Balas Mahameru mengacungkan jempol pada mang Wardoyo.

"Anjing, apa ga kembung lo minum kopi 3 gelas ini?" Tanya Sabita menatap Mahameru ngeri.

"Ya engga lah! kopi tuh enak! Paling beser dikit ntar."

Tawa ketiganya kembali mengudara karena ucapan Mahameru barusan.

"Biar aja biar, ntar bolak balik kamar mandi ngabisin air, pasti dimarin mama." ucap Mahapati, tangannya melempar kulit kacang yang baru saja ia kupas pada Mahameru.

"Eh gausah lempar lempar juga kali!" Mahameru mengambil kulit kacang itu lalu melemparnya kembali pada Mahapati, "gue ga mau pulang nanti." Ucap pemuda itu berikutnya.

"Masalah apa lagi kali ini?" tanya Sabita pada Mahameru, seolah tau bahwa sahabatnya ini sedang bermasalah dengan keluarganya dirumah.

Mahameru menggeleng, "ga ada masalah, cuma males pulang aja."

"Terus kalau ga pulang lo mau tidur dimana? dijalanan? kolong jembatan?" sahut Mahapati sinis, ayolah kenapa kembarannya ini bodoh sekali?

Mahameru menghela napas gusar, bukannya tidak suka dirumah dia hanya tidak suka dengan 'suasana rumah' yang selalu berisik, ada banyak sekali keluhan keluhan dari kedua orang tuanya. Oh tidak, hanya ibunya saja karena sang ayah jarang sekali pulang, beliau bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan sekeluarga dan akan pulang satu minggu sekali saja.

"Gatau deh, cape."

Tangan Mahapati bergerak untuk menepuk kepala Mahameru sidikit keras, "udah dibilang gaboleh ngeluh cape! Semua orang di dunia ini tu cape!" Ucapan Mahapati dibalas dengusan kasar oleh Mahameru dan kekehan oleh Sabita. 

"Ngapunten mas, niki kopine sampun siap."
(maaf mas, ini kopinya sudah siap)

Ketiganya dengan kompak menoleh pada sumber suara, pandangan mereka tertuju pada mang Wardoyo dengan segelas kopi dan sepiring gorengan di tangannya.

"Eh iya mang, makasih ya." ucap Mahameru, tangannya dengan sigap mengambil kopi dan gorengan itu lalu meletakkannya dimeja.

"Yowes, mang Wardoyo balik ke belakang yo."

"Nggeh mang, monggo" jawab Sabita.

Setelah itu, mang Wardoyo kembali ke dalam warung, dan kembali sibuk dengan pelanggan pelanggan yang datang. Waryo atau warung mang Wardoyo itu bisa dibilang tidak pernah sepi pelanggan. Buka pada jam 3 sore hingga tengah malam membuat warung itu banyak digemari oleh pemuda pemuda yang suka nongkrong hingga malam.

Terserah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang