03. With Papa

4.2K 294 9
                                    

•••

        Kondisinya jauh lebih baik daripada kemarin. Oxygen Face Mask sudah dilepas, dan hanya beberapa perban yang masih melekat dikepalanya. Eugene sudah dikenalkan pada Alan dan saudaranya. Awalnya canggung, tapi lumayan nyaman.

       Hari ini Eugene bersama Alan, Elena menitipkannya karena sedikit masalah pekerjaan Elena. Jadi, ruangan itu hanya diisi suara alat-alat medis. Kedua orang itu masih merasa segan dan canggung. Alan ingin membuka obrolan, tapi Eugene malah memilih memejamkan matanya, Alan urungkan niatnya.

       Hingga jam makan siang Eugene tiba. Seorang suster masuk membawakan bubur untuk Eugene. Suster tersebut juga sudah menyiapkan obat-obat apa saja yang harus Eugene konsumsi setelah makan. Suster itu juga akan membantu menyuapi Eugene, tulang tangan kanan Eugene retak jadi tidak bisa bergerak bebas.

      “ Sus, biar saya saja yang membantu Eugene makan.” Alan menyela, ia hanya ingin memulai untuk membangun hubungan yang baik.

      “ Oh Tuan katanya Papanya Eugene? Tuan bisa membantu menyuapi Eugene, tenggorokannya mungkin masih tidak nyaman, suapi perlahan. Ini obat-obat yang harus diminum setelah makan, berikan satu persatu.” Suster itu menyerahkan mangkuk bubur ditangannya, ia juga memberi tahu obat yang mana saja harus diminum Eugene.

      “ Baik Sus, saya mengerti. Terima kasih.” Ucap Alan.

      “ Jika sudah selesai makan, Tuan bisa memanggil saya.” Suster itu akhirnya pamit meninggalkan ruangan Eugene.

      “ Papa yang suapi ya?” Alan duduk disamping brankar Eugene, ia siap menyuapi Eugene.

      “ Papa,” Alan menoleh ketika Eugene memanggil dirinya dengan sebutan Papa.

      “ Papa nyangka nggak kalau ternyata Papa punya anak seperti Eugene?” Tanya Eugene.

     “ Iya, Papa gak nyangka punya anak laki-laki semanis Eugene. Papa kira, anak-anak Papa semuanya akan lebih mirip Papa, tapi kamu sangat mirip Mama kamu.” Balas Alan dengan lembut.

     “ Papa bilang mau bawa Mama pulang kerumah Papa, tapi aku dengar kalau Papa udah menikah lagi.” Alan tersenyum, ia mengusap surai hitam Eugene.

     “ Papa memang sempat menikah, namun sekarang sudah bercerai. Makanya Papa berani mengajak kamu dan Mama kamu pulang ke rumah Papa.” Jelas Alan.

      “ Papa tetap cinta Mama kan? Kalau Papa memang masih sayang dan cinta sama Mama, Eugene gak perlu khawatir kalau semisalnya Eugene udah gak bisa sama Mama lagi.” Alan terdiam mendengar ucapan Eugene.

      “ Kamu bicara apa Eugene? Kita selalu akan sama-sama, Kamu, Papa, Mama dan kakak kembar kamu. Yang nanti pikirkan nanti saja, jalani saja yang sekarang dulu.” Alan mengaduk bubur Eugene.

      “ Pa, Eugene mau tinggal sama Papa kalau Mama juga mau.” Alan tersenyum ketika Eugene berucap sedemikian.

      “ Yasudah, Papa senang akhirnya kamu mau tinggal sama Papa. Sekarang, Eugene makan ya? Papa yang suapi Eugene.” Alan menyuapi Eugene perlahan, Eugene pun menerima suapan itu dengan diam.

      “ Smart boy.” Seru Alan ketika mangkok bubur itu telah bersih tanpa sisa.

       “ Yes, I'm a smart boy, right?” Ucap Eugene dengan bangga.

       “ Ya, cause you are my son.”

•••

      Beberapa hari telah berlalu, Eugene merasa dirinya telah kembali bugar. Namun, Dokter Dean masih saja belum mengijinkannya untuk pulang. Terhitung sudah satu bulan lebih satu minggu ia mendekam di sini.

MasterpieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang