𓃚
•••Keenan berjalan dengan pelan, kakinya keseleo saat turun dari pohon. Ia juga menenteng sepatunya yang tinggal sebelah. Yuri menjadi prihatin pada Keenan yang terlihat begitu mengenaskan. Yuri juga heran kemana perginya Zaren, Louis, Lucas dan Aurora, mereka hilang dan sepertinya lupa dengannya dan Keenan.
" Ken, mau beli sendal aja diwarung?" Tawar Yuri, khawatir jika kaki Keenan akan terluka.
" Nggak perlu." Jawab Keenan seadanya.
" Yaudah, pakai sepatu gue aja. Kaki lo bisa lecet kalau gak pakai alas kaki." Yuri menawarkan lagi, berharap Keenan tidak menolak.
" Nggak apa-apa kok, enakan nyeker." Yuri menghela nafas sembari terus berjalan.
" Ken, sepatu lo nanti gue ganti ya. Brand sepatunya mahal, cocok kalau lo gak rela sepatu itu dibawa kabur anjing." Yuri membuka suara lagi, setidaknya Keenan tidak hanya diam saja.
" Nggak usah. Sepatu model begitu ada banyak di rumah." Tolak Keenan, Yuri merutuk lagi.
" Terus sekarang kemana? Gue baru pindah, gue gak tau jalan pulang ataupun denah komplek ini." Tanya Yuri, Zaren si penunjuk arah sudah hilang entah kemana, hanya Keenan harapan Yuri.
" Yuri, masalahnya gue juga baru pindah kesini. Gue gak tau ini jalannya pulang kemana. HP gue dibawa Kak Rora, gue bingung." Mereka hanya bisa merutuk dan mengutuk. Mengutuk Lucas agar kena karma.
Mereka berdua sama-sama anak pindahan dari luar kota, tidak mungkin dalam sekejap hapal dengan jalanan lingkungan baru. Keenan dulu hanya tinggal dirumah Elena sampai usia 5 tahun, mana mungkin ingat. Terlebih Yuri, pertama kali pergi ke tempat ini.
" Yu, lo bawa HP kan?" Tanya Keenan pada Yuri.
" Bawa sih. Tapi baterainya tinggal 3%, mau coba pesen taxi aja gak? Terus bilang nama komplek rumah lo atau mungkin langsung ke rumah sakit?" Yuri mengeluarkan Handphone nya, walaupun baterainya hanya tinggal 3% ini adalah penyelamat terakhir mereka.
" Coba dulu deh. Jujur, gue capek jalan sekarang." Jika tidak ditahan agar tetap berdiri, mungkin kaki gemetar Keenan sudah tidak bisa di ajak berjalan lagi.
" Biar gue yang pesen. Tinggal kasih tau alamat kita secara detail dan nunggu dijemput. Lo gak apa-apa kan, Ken?" Yuri dengan cepat memesan taxi sebelum baterai HP nya mati total.
" Kaki gue kek jelly. Kayaknya gue udah bisa jalan lagi, serius lemes banget kaki gue." Ucapnya tanpa menoleh sedikitpun.
" Lo gapernah lari-larian ya? Apalagi panas-panasan begini." Tanya Yuri, Keenan hanya mengangguk.
" Duduk aja yuk, Ken. Tuh ada kursi, urusan maki-memaki Lucas biar gue aja. Sekalian gue jambak itu ndasnya." Yuri mengajak Keenan duduk di kursi pinggir jalan.
" Ken, gak mood ya? Muka lo lemes banget kek abis kena tipu 1 milyar." Yuri hanya ingin mencairkan suasana, Keenan jauh lebih diam dari biasanya. Faktor gerah hati, gerah body, Keenan seperti orang lagi pundung tapi pasrah.
" Kaki lo lecet, Ken. Kaos kaki lo pake aja, kotor gak apa-apa, kaos kaki 10 ribu dapet kok. Ehh tapi......" Seketika Yuri menelan ludah saat melihat brand kaos kaki Keenan, "Tapi gak Brand Eil juga. Bisa buat beli hape baru." Imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masterpiece
De TodoTransmigrasi book 3 Akhirnya Harrendra meninggal diatas ranjang pesakitannya. Empat tahun melawan penyakit tumor telah merenggut sebagian besar waktu berharganya diusia 18 tahun. Namun sepertinya Tuhan masih begitu baik dengan Harrendra. Walaupun d...