Alur Hidup itu lawakan

18 0 0
                                    

Seperti yang aku bahas di bab sebelumnya, setelah aku putus dari pacarku waktu itu, aku menangis hebat di tempat kerja (bahkan sampai sempat jatuh sakit) dan teman kerjaku mungkin mulai sebal dengan aku. Kemudian dengan semangat 45 dan penuh suka cita dia menginstalkan DATING APPS!!

TETAPI... di awal aku main dating apps, rasanya malah semakin aku sulit move on dari mantanku. Hm... apa aku malah baru menyadari ternyata aku mencintai dia? sebenarnya... lebih ke aku sudah terlanjur nyaman dan dia merupakan figur laki-laki idaman yang banyak orang impikan. Baik, care, sopan, tidak merokok, tidak minum, nggak ada unsur dan hawa badboy sama sekali. Dan yang paling penting, GANTENG! Siapa sih yang nggak mau sama orang kayak gitu? calon suami idaman sekali.

Kemudian selama beberapa bulan aku mulai malas dengan datting apps dan mencoba menikmati hidup. Bermain dengan teman-teman kerja dan teman-teman kampus. Lalu entah kenapa, suatu hari rasanya aku gatal sekali ingin main datting apps lagi. Aku bukalah dan ada salah satu match yang mengajak aku untuk bertemu. Dia bilang, dia paling penasaran sama aku (Hm... mulut buaya. Maaf yew, temen-temen kampusku isinya buaya semua. Udah khatam aku sama yang kayak gini).

Tapi sebagai manusia yang baik dan ramah, aku mencoba untuk bertemu dengan orang ini. Meski sebenarnya aku swipe right ke dia juga nggak sengaja. Aku main datting apps sampai larut dan entah rencana Tuhan seperti apa lagi ini, aku nggak sengaja swipe right dia.

Berdasarkan chatku sama dia, pria ini seumuran sama aku. Seagama lagi (satu poin plus dibanding mantan-mantanku). Tapi yang aku nggak suka, dia anak pecinta alam yang suka naik gunung. Aku bukan hate anak pecinta alam ya. Tapi kebetulan aku nggak siap mental aja kalo misal cowokku harus satu tenda sama cewek-cewek lain, tidur bareng gitu. Hm... Meski nggak ngapa-ngapain, tapi itu big no buat aku. Aku bahkan pernah berhenti naksir sama temennya temenku waktu SMA cuma gara-gara dia anak pecinta alam. Padahal temenku udah usaha mati-matian buat nyomblangin aku sama dia (maaf ya bestie hehehe...)

***

Intermezo dikit, kan aku orangnya mageran, kok bisa tau perkara anak pecinta alam gitu padahal aku ga pernah muncak yang sampe camping?

Jadi pas reuni akbar SMP, ada salah satu temenku yang rada pick me dengan semangat dia cerita dan ngajakin kami yang duduk-duduk bareng di situ buat join dia muncak. Dia cerita keseruannya bersama teman-teman cowoknya dan sedikit-sedikit menoleh ke salah satu teman perempuan kami (yang tomboy parah, kita sebut saja temen tomboy ini Afri. Bukan nama sebenarnya wkwkwk...) dengan kalimat "Iya kan, Fri?" seperti meminta penegasan atas apa yang dia ceritakan. Sepenangkapanku mereka muncak dengan komposisi perempuan yang lebih sedikit. Mungkin hanya sekitar dua atau tiga perempuan dari 10 orang. Maka dari itu aku melontarkan pertanyaan

"Terus itu tidurnya gimana?" tanyaku

"Ya... udah tidur ya tidur aja" jawab temanku itu

"Maksudku, cowok-ceweknya" aku memperjelas pertanyaanku

"Ya... campur! Kalo naik gunung tuh udah ga mikir lagi cowok ceweknya" Jawabnya lagi

Aku langsung melongo sebenarnya. Tapi untungnya aku pakai masker. Jadi harusnya nggak nampak banget.

"Ayuk ikutan, Mi!" seru temanku itu sabil menepuk pundakku dengan agak kasar (mungkin karena terlalu bersemangat)

"Aduh... tapi capek banget itu... orang mageran kayak aku kayaknya udah meninggoy di jalan sih" ujarku dengan maksud memberi makan egonya dan menunjukkan penolakan

"Ih gapapa tau Rumi. Kalo masih pemula gini banyak yang bantu kok. Apalagi kan kamu cewek. Aku juga waktu awal-awal itu banyak yang bantu. Iya kan, Fri?" ia langsung menoleh ke Afri

Afri mengangguk

"Tapi kalo sekarang mah udah kuat sendiri hehehe" lanjutnya 

"Nggak ah.. aku lebih suka pantai. Dari parkiran langsung ke lokasi." jawabku memberi penolakan yang menurutku lebih muthakhir. 

"Ih coba lah naik gunung. pemandangannya juga bagus. Ada juga loh gunung yang langsung bisa liat view pantai! asik loh healing" 

hm... kurang mutakhir. dia masih berusaha menawariku

"Ga dulu deh. keknya cewek kayak aku healingnya shopping hehehe..." jawabku sekali lagi memberi makan egonya

Dan memang cukup manjur. Cewek ini langsung bilang "Haduh... Anak kota banget Arumi nih! Shoping mah datar-datar aja. mentok tangganya eskalator hahahahaha... Ya sekali-kali lah coba naik gunung. Seru tauk!" kemudian ia lanjut bercerita ke yang lain tentang target-target gunung yang ia ingin taklukan.

Setelah aku melihat temanku ini bercerita, sejak itulah aku menambahkan kriteria "bukan anak yang suka naik gunung" ke list pasangan idaman buat aku. Hadeh... denger cowok sama cewek tidur bareng aja aku udah ga siap mental, apalagi kalo pasanganku harus nolongin tipe cewek pick me kayak dia. Dan tidur sama cewek kayak gitu? NO!

***

Dan akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di sebuah burjo (warmindo). Aku juga yang nentuin tempatnya karena ni cowok nggak bisa banget dikasih jawaban "terserah".

Sebenernya ngeselin. Tapi bagiku akan lebih ngeselin lagi kalo aku diajakin ke tempat yang antah berantah dengan makanan super mehong dimana aku harus bayar makananku sendiri (dan kemungkinan terburuknya adalah kalau aku juga harus bayarin makanan dia. Tapi habis itu bakal langsung kublock sih kalo sampe kejadian). Aku nggak masalah buat split bill. yang jadi masalah kalo aku harus bayarin makanannya. Dia yang ngajak, kenapa aku yang nraktir?

Tibalah hari dimana kami ketemu. Aku menggunakan make up yang tidak terlalu wah, yang penting segala jerawat ketutup. Bibir nggak pucet dan alis juga nggak transparan (soalnya alisku tipis banget). Aku memakai sweater crop top dengan rok kotak-kotak yang aku nggak tahu nama bahannya apa, yang jelas ada tekstur lecek ala-ala.

Saat sampai di lokasi, aku sudah terlambat 3 menit dari jam yang dijanjikan. Agak nggak enak hati sebenarnya. Aku sengaja berangkat ngepasin jam ketemuan ternyata jalanannya cukup ramai.

Aku masuk ke burjo. Ini bukan warmindo kecil. Ini salah satu warmindo yang cukup besar, seperti kafe. Jadi agak PR buat aku mengamati orang satu persatu dengan kondisiku yang kesulitan membedakan wajah orang. Namun mataku tertuju pada seseorang yang duduk sendiri di ruang bebas asap rokok. Kemudian aku menghampirinya.

"Asche ya?" tanyaku

"Bukan kak" Jawabnya

"What?? Seriously?" Bisikku kepada diriku sendiri kemudian membuka HP. Hendak membuka gambar pria yang ingin aku temui dan menghafal fotonya sekali lagi.

Pria yang kutanyai itu lantas tertawa. Aku bingung.

"Iya aku Asche. Arumi kan? duduk!" Jawabnya sambil mempersilahkan aku duduk.

Aku menghela nafas. Mencoba mengembalikan mood. Sebuah gerakan yang bagus sebenarnya untuk mengajak bercanda lawan jenis, tapi akunya sedang tidak memiliki selera humor yang bagus.

Asche ini terlihat sedikit sibuk dengan laptopnya. Hm... aku maklum sih. Mahasiswa semester tengah, lagi banyak-banyaknya organisasi. Dia sedikit kesulitan dengan rambut panjangnya. Yap. Dia cowok gondrong. 

Kita mengobrol banyak tentang perkuliahan, kesibukan, dan lain sebagainya. Ada banyak hal yang menarik dari dirinya, begitu pula hal yang menurutku menyebalkan seperti dia yang merokok (sampe kami pindah keluar ruangan karena dia pengen ngerokok. Padahal aku ga suka asap rokok) lalu dia juga agak kurang bisa menghargai beberapa pendapat dan prinsipku yang kita obrolkan. Dia juga hampir tidak pernah memberikan celah untuk aku membuka topik. Ya untuk orang introvert, ini cukup menyenangkan, tapi rasanya jadi aneh karena obrolan kami tidak menjadi dua arah. Rasanya seperti aku mengikuti talkshow. Akunya diwawancara.

Sebenarnya dari sini aku sudah merasa ini adalah lampu merah. Namun dia tidak memberikan rambu-rambu untuk berhenti dan ia menyatakan masih ingin mengenalku lebih jauh. 

Setelah pertemuan malam itu, aku memutuskan untuk mengajak Asche ikut misa kamis putih bareng di gereja dekat kosanku. Sekalian menjadi pertemuan kedua kami. Siapa tahu akan ada hal menarik yang membuatku tertarik bersama dengan pria ini.

Dan ternyata memang ada hal menarik sih saat kami misa bareng. Tapi bukan tentang Asche...

Aku bertemu Vianne

Your Secret Admirer: Church GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang