Mama Papa, Janu nggak mau dibuang

219 37 0
                                    

Tuhan tidak pernah salah menetapkan nasib manusia, baik ataupun buruk yang diberikan akan menjadi sebuah pembelajaran, bergilir mengitari kehidupan, menetapkan takdir walaupun tak diinginkan.

Takdir seolah mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah suratan ilahi.

Awal manusia lahir, keluarga menjadi tumpuan menghadapi dunia fana. Mengajarkannya berbicara, berjalan, dan memahami arti kehidupan.
Sampai dimana keluarga melepaskannya ke dalam kerasnya hidup, dengan bekali didikan penuh kasih sayang.

Namun tidak semua anak manusia mendapatkan kebahagiaan itu, tidak sedikit dari mereka sudah mengenal kerasnya hidup. Tangan besar mendorongnya jauh kasih sayang, dan lidah tak bertulang menyayat hati terdalam.

Mata polos yang selalu memancarkan binar redup memandang keluar jendela kaca mobil, semakin jauh meninggalkan rumah, semakin sesak membayangkan kenangan mama dan papa disana.

Boneka Teddy Bear pemberian papa dipegang erat oleh Janu kecil berharap mengurangi kesedihan meninggalkan rumah tanpa mama dan papa.

Entah berapa jam Janu kecil hanya duduk diam melihat jalanan yang tak pernah ia lewati, andaikan mama dan papa bersamanya saat ini pasti sangat menyenangkan.

Dulu sebelum papa pergi dari rumah, setiap minggu Janu kecil merengek meminta mama dan papa membawanya pergi jalan-jalan ke pantai, disana Janu kecil menghabiskan waktu membuat istana pasir, berenang dipegangi papa, disuapi mama sehabis berenang, dan berfoto pelukan disetiap moment-nya.

Sangat menyenangkan, tapi sekarang Janu pergi tanpa ada mama dan papa yang entah kemana.

Janu kecil memfokuskan matanya melihat papan yang bertuliskan "PANTI ASUHAN" saat mobil yang membawanya mulai memelankan lajunya. Janu kecil mengeja dua kata itu, tanpa disadari air matanya jatuh setelah mengetahui rumah barunya sekarang.

Dulu, papa selalu menakuti-nakuti Janu kecil dengan mengatakan akan membuangnya ke panti asuhan jika ia nakal, dan sekarang papa benar-benar membuangnya.

Janu kecil menggoyangkan lengan kiri oma disampingnya, menarik perhatian oma yang sedari tadi menunduk, mata bulatnya berkaca-kaca, dan melontarkan kata menghancurkan pertahanan oma. "Oma ... Janu nakal, ya? Sampai harus dibuang."

Wanita tua itu menggeleng berat, lidahnya keluh untuk berbohong.

"Oma tolong bilang sama Papa, Janu janji nggak nakal, Janu udah jadi anak baik, Janu udah nuruti kata Mama Papa tunggu di rumah."

Wanita tua itu menghapus air mata Janu kecil, berusaha tersenyum menenangkan. "Siapa yang bilang Mama Papa buang Janu?

"Papa bilang, kalau Janu nakal Mama Papa buang Janu kepanti Asuhan. Janu nggak nakal, tapi kenapa Janu dibuang?" Janu menangis keras setelah mengetahui papa benar-benar membuangnya.

Oma langsung memeluk Janu, meredamkan tangisan menyayat hatinya. Dari sekian anak yang pernah ia bawa, Janu adalah anak yang hidup dalam limpahan kasih sayang dan berakhir ditinggalkan orang tersayang.

"Janu sayang, Janu nggak dibuang, Mama dan Papa cuma menitipkan Janu di sana, dan akan menjadi rumah baru Janu."

Janu memberontak melepaskan oma, menatapnya dengan sendu, "kenapa Janu dibawa kesana? Janu punya rumah Mama Papa."

"Sayang, Mama dan Papa punya rumahnya sendiri, sekarang mereka mau Janu tinggal di rumah baru Janu, disana, Panti Asuhan. Kalau Janu tinggal di rumah sebelumnya Janu tinggal sendirian, kalau disana Janu punya banyak teman, dan Janu nggak sendiri lagi," jelasnya memberi pengertian.

"Janu nggak mau disana, Janu mau Mama Papa," ucapnya dengan suara pelan yang tidak didengar oma.

Oma menggendong Janu kecil yang mulai menurut, menurunkannya dan menarik pelan tangan mungil Janu masuk kedalam rumah barunya.

Banyak tatapan penasaran kearah Janu kecil, mereka yang berada di luar mengintip dari Jendala, saat kaki mungilnya masuk kedalam, begitu ramai dengan anak-anak seusianya.

Oma membawa Janu ke wanita dewasa yang sudah menunggu mereka, menyalami tangan oma dengan hormat dan tersenyum memandangi Janu kecil yang sedari tadi merapat ke Oma. "Hai manis, selamat datang di rumah baru," sapanya ramah.

"Kenalin nama saya Rita, panggil saja Ibu Rita. Kalau kamu siapa namanya?" Wanita desawa itu menyodorkan tangannya, berharap anak kecil itu menjabat tangannya.

"Janu namanya," jawab oma mewakili Janu kecil yang enggan menjawab.

Rita berjongkok menyamakan tinggi Janu, "Janu jangan takut, Ibu nggak jahat kok, anggap saja Ibu orang tua Janu, dan ini rumah Janu sekarang."

Janu kecil menggeleng, mulai terisak menarik baju Oma, "Pulang ... hiks ...antar Janu Pulang, janu mau Mama Papa, Janu nggak mau disini Oma. Oma bilang sama Papa Janu nggak mau dibuang!" pecah sudah tangis Janu, hatinya begitu sedih teringat perkataan papa akan membuangnya ke panti asuhan, dan sekarang ia benar-benar dibuang.

Rita dan Oma hancur mendengar jeritan luka Janu kecil. Anak yang tak bersalah menjadi korban keegoisan orang tua, menghancurkan kebahagiaan malaikat kecil yang hanya ingin mama dan papa disisinya.

Kehilangan dari apa yang pernah dirasakan jauh lebih sakit dari pada belum pernah merasakan, dipaksa berdamai dengan keadaan, membungkam kenangan membayangi keinginan seperti dulu.


TBC


Hai, Popon kembali 😀

Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka 😇

Salam Manis Popon

Rumah untuk JanuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang