BAB 2: Kehidupan Baru di Dunia yang Hancur

219 44 0
                                    

Vian yang sekarang telah berubah menjadi Haean, adik laki-laki Jung Heewon, terbaring di kasur tanpa bisa berbuat apa-apa. Sudah berjalan 3 hari, pun ia tidak menemukan titik terang. Ia mengambil kesimpulan, bahwa dirinya di kehidupan yang lalu telah meninggal dan ia telah bereinkarnasi di novel kesukaannya.

Haean menghela napas, mau bagaimana lagi. Kehidupannya yang lalu sudah berakhir dan itu tidak bahagia. Walaupun ia sempat memikirkan kedua orangtuanya, namun apalah daya.... Ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Bangkit dari tempat tidur yang nyaman, Haean memutuskan untuk pergi keluar.

Jika ini memang novel yang dia kenal, maka pasti ada orang itu di sini.

Entah kapan di kehidupan ini kehancuran akan datang, Haean hanya perlu mempersiapkannya dari sekarang.

Hari sudah sore namun langkahnya membawa tubuh setinggi 170 cm menghadapi sejuknya angin dari luar. Haean bebas keluar, kakaknya bekerja di sore hari.

Ia baru menyadari bahwa tubuhnya lebih tinggi 5 cm, tetapi di Korea setinggi ini tetaplah manusia pendek. Ia sempat kesal ketika memikirkannya.

Ia berjalan random dengan mengaktifkan penunjuk jalan dari ponsel. Ketika matanya sempat melihat beberapa belalang hidup yang dijual oleh seorang kakek-kakek, ia membelinya. Tersenyum ketika mengingat satu sosok manusia yang sangat ingin ditemuinya.

Terlalu menikmati pemandangan kota Seoul yang sangat berbeda dari kehidupannya dulu, Haean tak terasa telah berjalan sangat jauh. Ia memutuskan pulang dengan kereta menghindari capek berlebih.

Tenang saja, tubuh ini memang bukan miliknya namun beberapa informasi penting masih disimpan di otaknya.

Kaki kecilnya melangkah ringan dan memasuki kereta yang padat karena jam pulang kerja kantoran. Tengak-tengok, Haean memutuskan duduk di seberang tempat duduk prioritas, ada seorang nenek tua yang mendudukinya.

Aneh. Haean merasa deja vu.

Nenek ini bukankah nenek yang meninggal di kereta yang sama yang dinaiki manusia kesayangannya— ia berdiri, mengedarkan pandangan ke seluruh penumpang di gerbong kereta. Tidak ada.

Menghela napas, Haean menengok nomor gerbong. 3807. Napasnya tercekat kembali.

Duduk dengan tegang. Menggeser-geser layar ponselnya tanpa niat yang jelas.

Kereta berhenti di Stasiun berikutnya, orang-orang masuk ke dalam gerbong dengan tas jinjing atau ponsel di tangan. Mata Haean membelalak lebar.

Yoo Sangah dengan rambut cokelat yang indah dengan jas kerja memasuki kereta, duduk tak jauh darinya. Di beberapa jarak di depan ada anak laki-laki dengan jaring berisi belalang dengan ibunya yang tertawa-tawa.

Dan dia di sana.

Kim Dokja-nya ada di sana.

Fokus dengan ponselnya bahkan ketika bokongnya belum sepenuhnya menyentuh bangku kereta. Cairan menggenang di pelupuk mata remaja 17 tahun.

Kereta telah berangkat kembali dengan Haean yang meneteskan beberapa air matanya.

Dia benar-benar Kim Dokja-nya, lelaki 28 tahun dengan wajah lembut dan perawakan tinggi yang kurus. Mungkin Haean seharusnya memanggilnya om. Ia terkekeh kecil setelahnya.

Tapi perasaannya berubah seketika. Jika Ia bertemu Kim Dokja di kereta ini sekarang, maka bencana akan segera dimulai. Haean mengelap air mata hingga kemerahan.

Ia memandang Yoo Sangah yang mencuri pandang pada ponsel Kim Dokja yang dijauhkan. Mereka berbincang dengan suara yang tidak terlalu keras, namun Haean sudah tahu apa isinya.

Reader's Viewpoint for the Reader [ORV × OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang