Bab 4

5 1 0
                                    

Hari ini hari pertama aku pamit kepada Ayah, Ibu, Shanum. Dan bagiku ini adalah jalan menuju kesuksesan. Tugas baru, tantangan baru. Orang baru.  Aku terharu, saat Ibu memakaikan topi hitam itu ke atas kepalaku. Dengan tangisan haru terlihat dari mereka bertiga.

"Ibu, Ayah, Sham, jaga diri baik-baik ya,"

Ucapan itu adalah ucapan terakhir yang kudengar dari seorang Abang. Dia pergi entah ke mana, sejak hari di mana dia tak terlihat lagi wujudnya.
Aku sedih, karena aku tak bersamanya waktu itu.
***
1 bulan yang lalu.

"Abang... Jangan tinggalin Shanum sendirian, tolong jangan," ucapku dengan menangis.

Pada saat itu aku tak bisa mengetahui rupa Abang Sham, karena, sudah berlumuran darah. Pada saat itu mataku buram dan kepalaku pusing. Aku tak dapat lagi mengontrol diriku sendiri, dengan sangat lemah, aku memutuskan untuk menenangkan diri dengan tidak memikirkan apapun. Namun, aku terus saja memegang kepala Abangku yang berlumuran darah itu. Tepat di depanku dia tertidur. Pada saat itu, aku tak bisa lagi berfikir, hanya ada tentang kematian. Karena, jauh sebelum bus Abang kecelakaan, aku sudah memiliki firasat padanya. Namun, aku senantiasa menguatkan diri untuk tidak berfirasat buruk. Tiba-tiba, aku pusing dan tidak sadarkan diri setelah itu.

Di Rumah sakit.
"Dok, tolongin anak saya ya, dok. Sembuhkan Putri saya," ucap Ibu sambil menangis.

"Ibu, di mana Ram?" tanya Ayah.

"Ibu tidak melihatnya, Ayah. Saat Ibu di tempat kejadian, Shanum sudah tertidur dengan berlumuran darah," ucap Ibu.

FiiElmaira

SHANUM ALMAHYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang