BAB 3

2 0 0
                                    


                     Happy Reading

                              ***

Suasana tampak begitu ramai dengan dipenuhi para muslimah di tempat yang sudah beberapa jam mereka hadiri tersebut. Kartika merasa begitu berbeda dengan suasana hari-hari biasanya. Terasa canggung melihat banyaknya para muslimah di gedung itu. Berbagi macam penampilan yang berbeda-beda mereka kenakan, tetapi semuanya tetap tampak syar'i.

Kartika menatap pada Aisyah yang tengah fokus pada tausiah yang diisi oleh Ustadzah Halimah Alaydrus di depan sana.

Kartika mendengus kesal pada benda pipih di genggamannya yang terus menerus bergetar sedari tadi. Sudah berapa kali panggilan masuk ke benda itu namun tidak kunjung diangkat oleh Kartika. Sungguh kesal, pasalnya sang mamak lah sedari tadi yang menelfon.

Mau diangkat tapi dia merasa sungkan. Dirinya sedang berada di tengah banyak orang yang hadir di tempat tersebut. Padahal dia telah mengirimkan pesan agar Ranti tidak terus menelponnya, tetapi bukan Ranti namanya jika harus menyerah begitu saja.

Karena tidak bisa berbuat apa-apa, dia terpaksa mematikan daya handphonenya. Dia kembali fokus mendengar tausiah yang sudah mau hampir selesai. Sampai beberapa menit kemudian tausiah pun selesai.

Kartika dan Aisyah berjalan keluar menuju ke arah parkiran. Kartika mencoba menelpon Ranti, namun yang dia dapatkan adalah suara operator. Dia kembali memasukkan handphone ke dalam saku busananya. Lalu menatap pada Aisyah.

"Besok kamu jadi balik ke Jakarta, Sya?"

Aisyah menggelengkan kepala. Membuat sahabatnya itu mengerutkan dahi.

"Aku akan balik hari ini juga, setelah mengantar kamu." Kartika melotot. Secepat itu Aisyah akan balik. Padahal dia pengen menghabiskan waktu seharian dengan sahabatnya itu.

"Kenapa harus secepatnya itu, Sya," rengek Kartika sambil mengerucutkan bibirnya. Aisyah terkekeh melihat itu.

"Aku ke sini hanya di ijinkan sehari doang. Sebenarnya maunya aku sih beberapa hari lagi di sini. Tapi abi dan ummi sudah menyuruh untuk segera kembali, katanya ada urusan penting. Jadinya aku tidak bisa berlama-lama di sini, Kar. Maaf, yah."

"Yaudah deh, nggak apa-apa." Meski ada terasa tidak rela, Kartika mencoba untuk memahami.

Motor pun melaju membelah jalan raya. Beberapa gedung berjejer dengan rapi. Pepohonan yang berjejeran menghiasi jalan,membuat angin sepoi-sepoi menyapu lembut pipi mulus Kartika. Bandung adalah kota dengan udara yang sejuk. Berbeda dengan kota Jakarta, yang terasa pengap akan kepadatan penduduk maupun kendaran yang tidak ada putus-putusnya.

"Syah, kamu belum kepikiran untuk mau kawin apa?" Tutur Kartika mencoba membuka suara.

"Aku belum kepikiran untuk mau kawin saat ini."

"Ya ampun, Syah. Jangan lama-lama, ingat umur sudah 26 tahun. Bentar dah mau nenek," jawab Kartika diakhiri gelak tawa yang diikuti Aisyah.

"Emangnya kamu sudah kepikiran kawin, Kar? Tanya Aisyah.

"Hmm iya, sih," jawab Kartika sambil terkekeh.

Keduanya terdiam saat motor mereka memasuki persimpangan jalan. Tiba-tiba mesin motor yang mereka kendarai menjadi mati.

"Kenapa motornya, Syah?" Tanya Kartika panik.

"Nggak tau, Kar. Kamu boleh turun nggak? Aku mau coba liat dulu motornya." Kartika mengiyakan pinta Aisyah dan membiarkan wanita itu untuk mengecek kondisi motor.

"Ya ampun, Kar. Ternyata bensinnya habis," ucap Aisyah menepuk dahinya. Kenapa dia sampai lupa, sih mengisi bensin dulu tadi.

Alhasil mereka harus mendorong motornya pelan-pelan sambil mencari Pon mini di sekitarnya. Dari arah berlawanan terlihat motor verza berhenti di depan mereka.

Takdir Sang IllahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang