satu

903 91 0
                                    


Seorang pemuda tampak berlari kesetanan dikoridor sekolah karena ia ketahuan membolos di jam pelajaran guru killer.

"Bangsat, si Rendi malah ninggalin gw" Nafas pemuda itu tidak beraturan karena kelelahan. Tubuhnya yang lemah karena mempunyai asma membuat nafas pemuda itu menjadi tercekat.

"RACIEL BERHENTI KAMU" Teriak seorang guru yang mengejar Raciel. Ciel melihat kebelakang dengan menambah kecepatan larinya.

Nafas Raciel semakin menipis, laju larinya pun melambat membuat guru itu berhasil mengejarnya.

"Ketangkap kamu dasar anak nakal" Raciel tidak memperdulikan ia yang tertangkap. Fokus Raciel hanya untuk menghirup udara.

Dadanya naik turun untuk menghirup oksigen, ia tidak membawa inhaler untuk mengatasi asmanya.

Guru itu yang tau ada yang tidak beres dengan Raciel pun berusaha memanggil Raciel untuk kembali ke kesadarannya.

"Ciel. Hey kamu kenapa Ciel?! " Guru itu menepuk pundak Raciel. Raut wajah Guru itu tampak panik saat Raciel semakin sesak nafas.

"CIEL" Terlihat Rendi yang berlari ke arah Raciel dengan raut wajah yang panik.

"Pak!, cepat bawa Ciel ke rumah sakit pak!. Asma Ciel kambuh! " Guru itu mengangguk dan menuntun mereka ke arah parkiran yang dimana mobil milik guru itu diparkir kan.

Disepanjang jalan Rendi berusaha menahan air matanya saat melihat dada Raciel yang naik turun dengan kuat.

"Ciel, aku mohon bertahan, maafin aku karna udah ninggalin kamu hiks. Aku mohon bertahan" Runtuh sudah pertahanan Rendi, ia benar benar menangis. Rendi menyalahkan dirinya sendiri karena meninggalkan Raciel saat sudah ketahuan dirinya dan Ciel membolos. Karena terlampau panik, Rendi langsung meninggalkan Raciel yang sedang tiduran di kursi rooftop.

Nafas Raciel semakin melemah, detak jantungnya pun terlihat semakin lemah. Rendi yang melihat itu berteriak histeris kepada guru untuk mempercepat laju mobilnya.

Setelah sampai di Rumah sakit, Raciel langsung dibawa keruang UGD untuk diperiksa.

Rendi dan guru itu menunggu diluar ruangan dengan gelisah, mereka tidak bisa tenang.

Rendi semakin menangis dalam diam, sesekali ditenangi oleh pak Tomo, guru yang tadi mengejar Raciel. Rendi tadi melihat saat Raciel akan dibawa ke ruang UGD dada Raciel tidak lagi naik turun, atau bisa dikatakan Raciel tidak lah bernafas. Rendi menggelengkan kepalanya menyingkirkan pikiran negatif nya dan mulai berfikir positif.

'Pasti Ciel tidak apa apa. Iya pasti dia tidak apa apa' Rendi menguatkan hatinya dengan mengucapkan kata itu berulang kali.

Tak lama pintu UGD terbuka dan keluarlah dokter yang menangani Raciel.

"Wali pasien? " Tanya dokter.

"Saya dok" Pak Tomo maju untuk menjadi wali dari Raciel. Dokter itu menghela nafas pendek, perasaan Rendi dan pak Tomo menjadi tidak enak.

"Maafkan kami yang tidak bisa mencegah asma dari pasien. Ia dinyatakan meninggal dalam perjalanan dikarenakan telat menangani asmanya. Asma pasien sudah sangat parah dan tidak dapat disembuhkan, dan sekarang tuhan telah meringankan rasa sakit yang telah pasien rasakan" Penjelasan dari dokter itu tentu membuat dunia Rendi runtuh. Ia langsung menangis histeris mengingat sahabat satu satunya yang sudah ia anggap adik sendiri dinyatakan meninggal dunia.

"NGGAK. NGGAK MUNGKIN CIEL MENINGGAL. DOKTER PASTI SALAH, CEPAT PERIKSA CIEL LAGI" Teriakan histeris Rendi membuat suasana semakin sendu.

"Maaf tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi tuhan berkehendak lain dan mengambil pasien dari kita" Dokter itu menunduk merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan satu nyawa yang berharga.

"ARGH GAK MUNGKIN CIEL NINGGALIN GW SIALAN. Hiks Ciel, gw mohon bangun Ciel. GW BILANG BANGUN BANGSAT" Rendi menonjok tembok yang ada disampingnya untuk melampiaskan emosinya.

"Rendi!. Tenangkan diri kamu!" Pak Tomo terlihat sedang berusaha untuk menenangkan Rendi yang sedang menggila.

Rendi menoleh ke arah pak Tomo dan matanya langsung menajam. Raut wajahnya yang semakin menggelap saat melihat wajah Pak Tomo.

"Ini semua gara gara lo sialan!, kalo aja lo gak ngejar Ciel, pasti Ciel gak akan sampe meninggal!! " Rendi bersiap akan menonjok muka pak Tomo. Tetapi tubuh Rendi di tahan oleh Dokter dan suster yang masih berada di ruangan.

"LEPASIN GW BANGSAT" Rendi memberontak meminta untuk dilepaskan. Dokter itu meminta pada suster untuk membius Rendi agar tenang.

Suster itu menyuntik leher Rendi dan membuat Rendi kehilangan kesadaran.

"Hufh maafkan murid saya dok" Pak Tomo menunduk karena merasa bersalah dengan kekacauan yang terjadi.

"Tidak apa. Saya bisa memaklumi itu, mungkin saja pasien yang baru saja meninggal adalah orang yang sangat berharga bagi murid anda" Dokter itu tersenyum tipis.

"Anda bisa menghubungi orang tua pasien agar mengurus pemakamannya"

Pak Tomo terdiam cukup lama. Ia menoleh pada Raciel yang terbaring kaku dengan wajah pucatnya dengan sendu.

"Ciel tidak mempunyai orang tua, dia yatim piatu sejak masih bayi" Pak Tomo tau karena di bio data Raciel berasal dari panti asuhan.

Dokter itu ikut terdiam merasa kasihan dengan pasiennya.

"Ah kalau begitu biar saya saja yang mengurusnya" Pak Tomo menawarkan dirinya untuk mengurus pemakaman Raciel. Dokter itu tersenyum lega dan segera pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.

-
-
-

Raciel sudah selesai dimakamkan. Sekarang dipemakaman hanya tersisa Rendi saja yang sedang memegang batu nisan yang bertulis RACIEL AVRIAN FALERI.

"Kenapa lo ninggalin gw secepet ini Ciel?. Kalo lo gak ada, gw gak bisa ngejailin lo lagi sampe nangis haha. Gak ada yang marahin gw lagi kalo gw ngerokok, gw gak bisa nyubit pipi bakpau lo lagi" Rendi terlihat sangat menyedihkan dengan kantung mata yang hitam dan baju nya yang kusut. Rendi tertawa sendiri saat mengingat kenangannya dengan Raciel. Ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri yang telah membuat sahabat tersayangnya berpulang.

Hujan mulai turun membasahi bumi seakan ikut merasakan kesedihan telah ditinggalkan oleh anak menggemaskan seperti Raciel.

RacielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang