Bab 1

524 1 0
                                    

"Hallo, ya, saya sendiri. Apa?!! Baik saya segera kesana dok." Karenina segera memasukkan ponselnya ke dalam tas, seraya keluar dari tempatnya mengais rejeki sebagai seorang biduanita di salah satu club malam ternama di kota Jakarta.

Dengan kecepatan tinggi Karenina memacu
mobilnya menuju ke sebuah rumah sakit tempat dimana sang ibu dirawat.

Sesampainya disana dia langsung berlari ke ruang rawat ibunya, disana Nampak ada beberapa suster dan seorang dokter yang sedang menangani ibunya.

"Dokter, bagaimana ibu saya?" Tanya Karenina dengan wajah panic dan penuh kecemasan.

"Kami sudah berusaha semampu kami, Nina.
Tapi_kami tidak dapat menyelamatkan nyawa ibumu."

Karenina mundur beberapa langkah kepalanya menggeleng pelan, air mata nya mulai tumpah berjatuhan dari pelupuk matanya.

Hari itu akan selalu dia ingat, hari dimana sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya, setelah sekian lama bergelut dengan penyakitnya.

"Ya ampun Nina!! Ini rumah apa kandang sapi?

Berantakan banget, bau lagi." Sofia, sahabat yang selalu ada disisinya apapun keadaannya.

Mendengar teriakan dari sahabatnya Karenina hanya mengendikkan baju tanpa mau ambil pusing dengan segala tetek bengek urusan rumah, sejak ibunya meninggal Karenina berubah seperti mayat hidup, rumahnya dibiarkan terbengkalai tak pernah sekalipun dia bersihkan.

Dia lebih sering tidur di hotel dari pada tidur di rumahnya yang ia beli khusus untuk sang ibu dari jerih payahnya sebagai penyanyi di café dan club malam. Semua ia lakukan demi untuk membahagiakan sang ibu apalagi kala itu ibunya sedang sakit keras, dan harus membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bermodal wajah cantik, tubuh seksi dan suara bagus, Karenina menerima tawaran dari Sofia untuk bekerja sebagai penyanyi di café dan club malam milik sahabatnya. Hanya menyanyi Karenina tidak pernah melakukan pekerjaan lain selain itu.

Sofia duduk di samping Karenina yang sedang memegang sebotol vodka dan tangan satunya memegang rokok yang sesekali ia masukkan ke dalam mulut, lalu memainkan asap yang keluar dari mulutnya menjadi bulatan-bulatan kecil ke udara.

Sofia mengambil korek api diatas meja, lalu
menyulut rokok yang ia jepit di jarinya lentiknya.

"Lo kenapa sih? Jadi berubah gini sejak ibu lo
meninggal."

"Ga tau." Jawab Karenina cuek, matanya menatap ke jalanan komplek di depannya, sesekali ia mengangguk pada tetangganya yang menyapa.

"Sampai kapan lo kayak gini, sejak kapan juga lo jadi suka minum-minum kayak gini, Nina yang gue kenal adalah Nina yang santun, berbakti sama orang tuanya, dan ga pernah minum-minum kayak gini." Ujar Sofia yang mempertanyakan sikap Nina yang berubah drastic.

"Uang gue ga berguna sekarang, jadi buat apa, ya buat seneng-seneng ajalah sampe gue mati."

"Jaga mulut lo! Lo bener-bener berubah, kalo lo ga butuh duit sumbangin kek ke anak-anak yatim atau tetangga lo yang kurang mampu."

"Mereka juga bakalan mati, mau kenyang mau laper, ga ada bedanya, mereka semua juga akan mati, termasuk gue, tinggal nunggu aja kapan waktunya." Ucap Karenina lalu meneguk vodkanya langsung dari botol.

"Lo bener-bener berubah. Seterah lo deh, gue balik, jangan lupa tar malem ke club jadwal lo nyanyi."

"Oke."

Sofia langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan rumah Karenina dengan mobil minicooper pemberian sang kekasih.
Karenina kembali meneguk vodka ditangannya, kemudian masuk ke dalam rumah, menaruh sisa vodka ke dalam kulkas, menyambar kunci mobil yang ia teruh di meja ruang tamu lalu pergi dari rumahnya setelah mengunci pintu.

Mobil yang dikendarai Karenina keluar dari
komplek perumahan kemudian melaju di jalanan berbaur dengan kendaraan lain yang berjibaku dengan keramaian jalan raya. Mobil yang ia kendarai berhenti di sisi kiri sebuah lampu merah.

Matanya menangkap sesok gadis kecil sedang mengamen disisi pintu mobil yang berhenti tepat di depannya. Namun si gadis kecil itu menoleh saat ada pengendara motor yang berbaik hati memberinya uang dua ribu rupiah padanya.

Setelah menerima uang itu sang pengamen kecil itu menepi di trotoar karena cuaca yang cukup terik.

Karenina kembali menyalakan rokoknya lalu
membuka kaca mobil sedikit untuk
mengeluarkan asap rokok. Matanya masih awas menatap sang pengamen kecil itu lalu tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang duduk disamping sang pengamen dan entah kenapa sang gadis kecil itu memberikan uang yang tadi ia dapat pada si ibu, lalu tak lama kemudian ada anak kecil yang mengeluh lapar pada sang ibu karena sang ibu hanya memiliki uang dua ribu hasil pemberian sang pengamen kecil itu, maka si ibupun memberikan uang itu padanya. Si anak dengan tersenyum menerima uang itu, namun ketika hendak sampai di warung makan yang tak jauh dari sang ibu, anak itu mendengar adzan zuhur berkumandang, lalu sang anak berlari ke masjid dan tak jadi membeli makan.

Dan kening Karenina berkerut kala melihat anak kecil yang membawa uang dua ribu itu justru memasukkan uang itu ke dalam kotak amal masjid.

Karenina mendesah nafas berat, lalu melambai pada sang gadis pengamen itu supaya mendekat ke mobilnya.

Gadis kecil itu berlari, Nina buru-buru membuka lebih lebar pintu mobil dan memberikan uang lima ratus ribu pada sang gadis kecil yang menghampirinya.

"Bagi dua sama ibu mu." Ucap Karenina pada sang anak, awalnya si anak bingung karena uang yang diterimanya sangat banyak, namun ia kemudian tersenyum dan langsung menerimanya.

"Semoga rejeki kakak bertambah banyak, dan
berkah, terimakasih kakak baik." Ucap si gadis pengamen lalu pergi dan memberikan sebagian uang itu pada ibu-ibu tua yang tadi bersamanya.

Sang ibu tua menatap ke mobil Karenina dan
menangkupkan kedua tangannya ke depan
wajahnya mengisyaratkan rasa terimakasih.
Karenina hanya diam dan kembali melajukan
mobilnya saat lampu merah berubah menjadi
hijau.

"Sialan, kenapa masih banyak orang susah hidup di dunia ini. Kenapa mereka masih dibiarkan hidup, kalau hanya untuk menderita."

Karenina melintas di sebuah panti asuhan, lalu melihat di samping panti asuhan banyak anak-anak bermain bola,  dan ada yang bermain kejar-kejaran. Entah kenapa hati Karenina tergerak untuk memberikan uangnya pada panti tersebut.

Karenina mengambil amplop coklat panjang di dalam laci mobil lalu memasukkan uang senilai sepuluh juta ke dalam nya.

Karenina keluar dari mobil kepalanya tengok
kanan dan kiri mengamati sekitarnya, saat
keadaan benar-benar sepi, Karenina buru-buru menaruh amplop itu di depan pintu panti asuhan, kemudian menekan bel yang berada disamping pintu. Lalu karena berlari bersembunyi di balik mobilnya yang terparkir tak jauh dari panti.

Seorang perempuan paruh baya keluar dari pintu dan matanya menatap ke bawah kakinya saat merasakan ada benda yang ia sentuh. Wanita itu lalu membuka amplop yang berisi uang yang sangat banyak, dengan secarik kertas di dalamnya tanpa nama.

Wanita paruh baya yang ternyata adalah pemilik panti asuhan itu tersenyum, lalu menengok ke kanan dan kiri namun tak menemukan siapapun disana. Lalu wanita itu kembali menutup pintu panti asuhan, sedangkan Karenina bergegas masuk ke dalam mobilnya, lalu melaju menuju ke
sebuah café yang cukup terkenal di Jakarta.

Tanpa ia sadari sepasang mata mengamati apa yang ia lakukan semenjak tadi di lampu merah hingga kini ia di café mata itu tetap awas menatap perempuan yang naik ke panggung dengan pakaian seksi dan mulai melantunkan lagunya dengan iringan gitar yang ia mainkan.

"You're mine" Gumam pria berjas hitam dengan senyum tipis menghiasi wajahnya.

Gairah Sang Biduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang