Bab 10

73 1 0
                                    

Karenina berjalan meyusuri jajaran
pedagang kaki lima di terminal Kampung melayu, Ia mengedarkan pandangannya ke jalanan yang padat akan kendaraan yang berlalu lalang, lalu berhenti pada satu titik dimana ada seorang anak kecil membawa alat music ukulele yang sedang mengamen di sebuah bus kota yang melintasi
terminal itu.

Anak kecil dengan rambut keriting, dan
berkulit hitam walau jika dilihat dengan seksama kulit itu hitam bukan karena aslinya hitam, melainkan karena sengatan matahari yang begitu terik dan asap jalanan yang memenuhi seluruh rongga udara ibukota.
               
Karenina berjalan mendekati anak laki-laki itu, "Boleh aku bantu ngamen?" Tanya
Karenina pada anak kecil itu.
               
"Bayarannya bagi dua dong kak." Kata
anak kecil itu.
               
"Ga usah, buat kamu aja. Kakak Cuma
ingin ikut ngamen aja, bosen di rumah, nama
kamu siapa?" Tanya Karenina sambil
mengulurkan tangannya.
               
"Bento. Namaku bento kak, mereka
bilang aku bos eksekutif kak." Ujar Bento dengan raut wajah datar yang membuat Karenina tertawa di buatnya.
               
"Iya, kakak percaya, kamu memang bos
eksekutif." Ujar Karenina sambil tertawa kecil.

Bento ikut tertawa, sungguh Ia tak tahu mengapa Ia dipanggil sebagai bos eksekutif padahal dia hanya seorang pengamen.
               
"Kita mau mengamen di bus yang
mana?" Tanya Karenina lagi.
               
"Di situ kak." Jawab Bento sambil
menunjuk ke salah satu bus antar kota yang
sedang menunggu penumpang di terminal itu.
               
"Ayo kita kesana." Ajak Karenina, Bento
mengangguk lalu mengikuti Karenina menuju ke bus yang sedang terparkir dengan penumpang yang hampir penuh.
               
"Mau nyanyi lagu apa?" Kata Karenina
yang sudah siap dengan gitar tua milik ayahnya.
               
"Terserah kakak aja deh." Ucap bento tapi
Ia langsung menyanyikan sebuah lagu dangdut yang sedang naik daun. Karenina tersenyum lebar, lalu mengikuti Bento memainkan gitarnya mengiringi bento yang bernyanyi dengan suara fals-nya.
               
Bento menyodorkan topi yang ia kenakan
pada para penumpang bus untuk meminta receh dari para penumpang yang menikmati lagu yang ia mainkan, lalu terdengar Karenina menyanyikan lagu nostalgia, sontak bento langsung menatap pada Karenina dengan bibir yanag terbuka lebar karena tak pernah menyangka jika Karenina mempunyai suara yang merdu.
               
Terlihat para penumpang menikmati
lagu yang dibawakan oleh Karenina dan
kesempatan itu tak di sia-siakan oleh Bento
untuk kembali mengulangi meminta receh pada para penumpang, alhasil para penumpang di bus kota itu mengeluarkan lembaran uang yang ditaruh kedalam topi bento.
               
Setelah selesai menyanyikan satu lagu,
Bento dan Karenina lalu keluar dari bus kota
tersebut untuk berpindah pada kendaraan lain yang sedang sama-sama menunggu penumpang.
               
"Ga nyangka kalau kak Karen punya
suara yang merdu, kenapa ga ikut pemilihan
penyanyi di tivi aja kak?"
               
"Kalau kakak jadi penyayi nanti ga bisa
bantu kamu ngamen, gengsi dong artis kok
ngamen." Canda Karenina. Bento tertawa lalu
memakai topinya dengan posisi terbalik.
               
"Kamu ga sekolah, Bento?"

"Ga punya uang kak, buat bayar sekolah."
Jawab Bento dengan menoleh ke kanan dan ke kiri untuk bersiap menyebarang jalanan di sisi terminal. Karenina hanya mengikuti kemana langkah Bento selanjutnya.
               
"Kalau kakak sekolahin mau?"
               
"Kakak banyak duit ya?"
               
"Bukan  banyak duit, Cuma kalau buat
sekolahin kamu masih bisa lah kakak."
               
"Aku aja ga punya tempat tinggal, orang
tua ga ada, Kartu Keluarga juga ga punya kak."
               
"memang orang tua kamu kemana?"
               
"Meninggal kak."
               
"Rumah kamu?"
               
"Kebakaran kak." Karenina menatap miris
Bento yang berdiri di pinggir jalan sambil
mengigit bekas sedotan air mineral.
               
"Kamu mau tinggal di panti asuhan?"
               
"Ga ah kak, nanti aku di suruh ngamen
lagi kak, mending aku tinggal disini kak, dikolong jembatan tapi hidup bebas, ga kerja sama siapapun. Yang penting bisa makan itu sudah cukup."
               
Karenina tercekat, dia menatap Bento
yang juga menatapnya dengan memainkan
sedotan di mulutnya.
               
"Kamu ga akan kakak suruh ngamen kok,
cukup belajar di dalam panti asuhan, untuk masa depan kamu, mau?"
               
"Serius kak?"
               
Karenina mengangguk dengan senyum
simpul yang menghias di wajah cantiknya, lalu Bento ikut tersenyum padanya.
               
"Mau?" Tanya Karenina lagi pada Bento,
lalu anak itu mengangguk penuh semangat.
               
"Ya udah yuk sekarang ikut kakak." Ajak
Karenina lalu berjalan bersisian bersama Bento ke mobil yang terparkir agak jauh dari tempat mereka saat ini.
               
"Ini mobil kakak?" Tanya Bento sambil
mengamati seluruh sisi mobil. Dan Karenina
hanya mengangguk. "Ayo masuk."
               
"Tunggu kak, kakak bukan penculik kan?"
Tanya Bento dengan wajah polos, Karenina
tertawa lebar lalu sengaja menjahili Bento.

"Ya kakak itu penculik yang akan membawa kamu, lalu menjualmu ke luar negeri." Terlihat wajah bento yang mulai pucat.
              
"Tapi bohong." Lanjut Karenina sambil
tertawa lebih keras, melihat reaksi Bento yang menurutnya sangatlah lucu.
               
"Sudah ayo masuk, aku bukan penculi.
Rugi juga nyulik anak kayak kamu tahu ga." Ujar Karenina lalu membukakan pintu mobil pada Bento. Sedangkan Bento hanya menggaruk rambutnya yang tak gatal lalu nyengir lebar.
               
"Panti asuhan itu milik kakak?"
               
"Bukan, milik orang lain."
               
"teman kakak?"
               
"Bukan juga."
               
"Lalu?"
               
"Sudah tak perlu kau pikirkan, yang
penting kamu sekarang tinggal di panti asuhan milik seseorang yang aku kenal, lalu kamu bersekolah disana, OK?"
               
Bento mengangguk, "Makasih ya Kak."
              
"Sama-sama."
               
"Apa kakak akan sering ke panti untuk
menengok ku?"
               
"Kakak tidak berjanji, tapi akan kakak
usahakan."
               
Setengah jam perjalanan mereka
akhirnya sampai di sebuah Panti asuhan milik Alfredo yang tak diketahui oleh Karenina.
               
Karenina menekan bel yang ada di
samping pintu masuk panti, lalu tak lama
seseorang keluar dari balik pintu kayu itu.
               
"Oh, Kamu Karen, ayo masuk." Perintah
perempuan paruh baya itu yang tak lain adalah pemilik panti asuhan yang juga Tante dari Alfredo.
               
"Terimakasih, Bu."
               
Karenina masuk ke ruang tamu panti
bersama Bento, tentulah Ibu pemilik panti lalu menatap Bento.
               
"Siapa dia Kak Karen?" Tanya Maudi pemilik Panti asuhan tersebut.
               
"Dia Bento bu, maksud saya kemari itu
ingin menitipkan Bento, dia sudah tidak punya orang tua, dan hanya hidup di jalanan sebagai pengamen, apa ibu bisa menerimanya?" Tanya Karen penuh harap.
               
Maudi tersenyum lalu menjawab, "Tentu."
               
Karenina dan Bento tersenyum lebar,
"Terimakasih Bu." Ucap Karenina lalu Ia
mengeluarkan amplop dari dalam jaket levisnya.

"Ini untuk membantu mendaftarkan Bento
kesekolah, Bu."
               
"Uang yang kamu kasih tempo hari saja
masih ada, Karen. Pakailah uang itu untuk
keperluanmu Karen."
               
"Tidak, Bu, biar untuk ibu saja, bisa
digunakan untuk membeli perlengkapan anak-anak juga sisanya."
               
"Terimakasih, Kak Karen. Hatimu sangat
baik, semoga Allah selalu menjagamu, ya Kak."
               
"Amiin bu. Kalau begitu saya permisi dulu
ya bu, Bento kamu disini nurutlah sama ibu ya, dan belajar yang rajin."
               
"Iya kak Terimakasih." Ujar Bento yang
langsung memeluk tubuh Karenina dengan erat.
              
"Kakak datang di saat yang tepat, di saat aku sudah putus asa menjalani hari-hariku di jalan, kakak mengantar kan aku pada sebuah keluarga, terimakasih kak, terimakasih." Kata Bento dengan terisak.

"Sama-sama sayang, kamu belajar yang rajin, katanya kamu bos eksekutif jadi harus pintar." Gurau Karenina yang membuat Bento lalu tersenyum dan mengangguk.

"Saya Permisi, Bu."

Maudi mengangguk lalu Karenina benar-benar meninggalkan panti asuhan itu dengan mengendarai mobilnya untuk kembali ke rumah.

Gairah Sang Biduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang