Bab 8

94 1 0
                                    

Seusai makan malam yang penuh adegan gengsi dari Karenina, Alfredo merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu dengan baju kemeja yang sengaja Ia lepas dan hanya mengenakan celana kerjanya dan kaos singlet. Terbiasa tidur di tempat yang nyaman dengan penyejuk ruangan, kini Ia harus tidur di sofa biasa yang walau empuk tetap saja kurang nyaman untuknya, di
tambah udara yang lembab dan sedikit panas membuat dirinya sungguh menjadi gerah, namun Ia tak mengatakan apapun pada Karenina.

Alfredo mengeluarkan ponselnya lalu
mengetikkan pesan pada asistennya untuk mengantarkan baju kerjanya di rumah Karenina esok hari. Lalu Ia berusaha untuk memejamkan mata, namun sayup suara Ia dengar dari belakang rumah Karenina.

Suara merdu itu mengisi ketenangannya yang baru saja ingin terlelap, berjalan dengan pelan hingga Ia menemukan sosok wanita pujaannya sedang memetik gitar di gazebo belakang rumahnya.

Tanpa diminta Alfredo duduk di samping Karenina yang sedang memetik gitar sambil melantunkan nyanyian lagu cinta.

Alfredo mengambil alih gitar yang sedang dimainkan oleh Karenina, dengan dahi mengerut Karenina memberikan gitar milik ayahnya tersebut.

"Bernyanyilah, aku yang memainkan gitarnya."

Ucap Alfredo lalu mulai memetik gitar, tanpa membantah Karenina menyanyikan lagu yang tadi Ia nyanyikan dengan Alfredo yang mengiringi nyanyiannya.

Beberapa saat kemudian Karenina sudah menyelesaikan nyanyiannya, lagu terdiam tanpa bersuara, dia hanya mendongak menatap pada langit yang berhiaskan bintang yang saling mengerling.

"Kau petik gitar nyanyikan lagu.
Perlahan usap hatiku.

Terucap janjiku untukmu.

Tenggelamku di tembangmu." Alfredo
menyanyikan lagu milik Iwan Fals dengan diiringi gitar yang Ia petik.

"Tulikan kedua telinga ku.

Butakanlah kedua bola matakuAgar tak bisa kulihat dan kudengar.

Kedengkian yang mungkin benar."

"memang aku jatuh dalam cengkeramanmu.

Sungguh aku minta.

Teruskanlah kau bernyanyi 'Kan ku dengar itu pasti.

Teruskanlah kau bernyanyi.

Dan jangan lagumu terhenti."

Karenina tersenyum lalu menatap Alfredo yang tengah bernyanyi lagu 'Nyanyian mu' milik Iwan Fals.  Namun Ia langsung membuang muka saat Alfredo menoleh padanya.

"Itu isi hatiku, Karen." Bisik Alfredo dalam hati sambil terus bernyanyi sambil sesekali menatap pujaan hatinya.

"Suaraku tak kalah bagus denganmu kan?" Ucap Alfredo dengan percaya diri yang menjulang tinggi.

"Tetap saja suaramu tak menghasilkan uang."

Jawab Karenina dingin namun  dalam hatinya membenarkan apa yang di ucapkan Alfredo, laki-laki itu memiliki suara yang indah dan ia juga pandai memainkan gitar. Sesuatu hal yang baru Ia ketahui dari sosok Alfredo.

"Aku sudah menyiapkan baju ganti untukmu, kenapa kau tidak pakai?" Tanya Karenina.

"Mana? Aku tak tahu jika kau telah menyiapkan baju untukku, kenapa tidak bilang dari tadi?"

Ucap Alfredo sambil meletakkan gitar di kursi gazebo lalu berjalan kembali masuk ke dalam rumah.

"Sudah aku taruh di sofa dekat mu tidur."

Ucap Karenina dengan sedikit berteriak.

"kenapa aku harus peduli padanya? Sial!!"
Gumamnya.

Tak berapa lama Alfredo kembali bergabung dengannya dengan duduk di gazebo dengan pakaian kaos oblong warna putih dan celana kolor selutut milik Karenina.

"Lumayan. Terimakasih calon istri." Ucap Alfredo lalu menarik Karenina kedalam pelukannya dan merebahkan tubuh mereka di gazebo.

"Lepaskan aku.!" Teriak Karenina.

"Menurutlah, atau aku akan mencium mu agar kau diam." Ancam Alfredo yang selalu manjur untuk melumpuhkan Karenina.

"Aku lelah, ayo kita tidur." Kata Alfredo lalu mulai memejamkan matanya.

"Kamu gila, kita bisa masuk angin tidur disini."

Ucap Karenina dengan wajah jutek.

"Tidak akan, percayalah padaku, pejamkan matamu." Perintah Alfredo.

"Menyebalkan." Ujar Karenina tapi matanya lalu terpejam, dan tak menunggu lama Ia sudah terbuai dalam mimpi, tanpa Ia sadari tubuhnya semakin merapat pada Alfredo yang nyatanya mata elangnya masih terjaga menatap wajah cantik yang tertidur di pelukannya.

Dengan hati-hati, Alfredo membopong tubuh Karenina lalu membawanya masuk ke dalam kamar lalu membaringkan tubuh Karenina dengan pelan dan memasang selimut di atas tubuh ramping gadis pujaannya itu.

Alfredo menyalakan lampu tidur lalu mematikan lampu kamar Karenina sebelum Ia keluar dari kamar gadis itu.

Ia merebahkan dirinya di sofa depan televisi, lalu memejamkan matanya. Dan akhirnya Ia tertidur dengan pulas.

Karenina menggeliat di dalam kamarnya, ada sesuatu yang Ia rasa hilang, namun ia tak tahu apa, lalu Ia melanjutkan kembali tidurnya dengan lelap.

Ditempat berbeda, Zarima sedang termenung di balkon sebuah apartemen mewah, tatapannya lurus mantap gedung-gedung yang berjajar didepannya.

"Ada apa sayangku?" Tanya Seorang lelaki tampan yang memeluknya dari belakang.

"Tidak ada."

"Lalu kenapa kau melamun, apa kau sedang memikirkan suamimu?" Tanya Tama kekasih Zarima dan sekaligus sahabat Alfredo.

"Baru kali ini, Ia pergi dari rumah dan belum pulang hingga selarut ini."

"Dari mana kau tahu, jika Ia belum pulang?

"Tanya Tama sambil mencium tengkuk leher Zarima dengan lembut.

"Baru saja aku menelpon ke rumah, dan penjaga rumah bilang jika Alfredo belum pulang."

"Apa kau mulai mencintainya?" Tanya Tama melepaskan pelukannya dan bersandar dibalkon menghadap kearah Zarima lalu menyesap wine yang ada di tangannya.

"Bukan itu, aku hanya tidak mau masalah ini menjadi boomerang untuk kita, aku takut masalah ini menjadi lebar hingga keluargaku mengetahuinya, akan menjadi bencana yang besar jika itu sampai terjadi."

"Kau takut."

"Tama, tolong mengertilah, ini tak semudah yang kau pikirkan."

"Aku mengerti, jelas aku mengerti, itu sebabnya aku membiarkanmu menikah dengan Alfredo."

Ucap Tama lalu menghabiskan minuman dalam gelasnya, lalu menaruh gelas itu di atas meja di dekatnya.

"Maafkan aku, Tama. Aku tahu kau telah berkorban banyak untuk cinta kita, tapi apa yang aku taruhkan itu adalah keluargaku, papa dan mamaku. Aku sungguh tak mau membuat mereka menderita." Zarima mulai terisak, menangisi nasibnya yang luluh lantah, menikah dengan laki-laki yanga tak Ia cintai dan  justru ia harus pura-pura mencintainya. Semua Ia lakukan untuk keluarganya, perusahaan orang tuanya yang membutuhkan penerus untuk bisnisnya.

Tama memeluk tubuh ramping Zarima, wanita itulah yang selalu mampu melumpuhkan sendi-sendi hatinya untuk selalu bergetar atas nama cinta.

Tama dan Zarima telah saling mencintai dari semenjak mereka SMU tanpa diketahui oleh siapapun, karena Tama hanya berasal dari keluarga pengusaha biasa, dan tak sebesar milik orang tua Alfredo atau Zarima.

Tama terpaksa merelakan Zarima menikah dengan Alfredo sahabat dekatnya karena dia yakin Alfredo adalah laki-laki yang baik dan pasti akan dapat menjaga Zarima, namun cinta memang buta. Waktu membawa Zarima dan Tama bertemu kembali tanpa sengaja dan kembali menjalin cinta diam-diam hingga kini.

Didalam lubuk hatinya Tama merasa pada sahabatnya yang selalu membantunya dan selalu ada untuknya, tpi Ia juga tak mampu
membohongi dirinya jika Ia sangat mencintai Zarima.

[Selamat malam, nyonya. tadi saya melihat Tuan Alfredo di cafe Gama bersama dengan seorang perempuan.] sebuah pesan masuk di ponsel Zarima.

Zarima meremas ponselnya kuat-kuat dibalik punggung Tama, hatinya teriris perih. apakah benar ia telah jatuh cinta dengan Alfredo?

Gairah Sang Biduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang