Bab 1

3 1 0
                                    

Kedua mata Askha mengabsen setiap sudut ruang tamu saat kakinya melangkah masuk dengan pelan. Baru saja dirinya pulang membeli buah melon kesukaan Mamanya. Askha tersenyum saat kedua matanya menemukan sosok wanita yang amat dia cintai sedang sibuk memotong bawang merah di dapur. Dengan langkah cepat Askha menghamprinya.

“Ekhm. Papa ke mana, Ma?” tanya Askha basa-basi. wanita paruh baya itu menatap Askha sedikit terkejut karena anaknya ini tiba-tiba berada dibelakangnya. Mama Askha ini namanya Asih, sedang Papanya bernama Surya. Askha bersyukur kedua orangtuanya masih diberi umur panjang oleh Allah.

“Astaghfirullah, Askha! Kamu bikin Mama kaget aja!” kesalnya seraya memukul lengan kanan Askha. Pria itu terkekeh dan meletakkan buah melon yang baru dibeli tadi di atas meja.

“Mama saja yang kagetan,” ucap Askha tersenyum. Asih ikut tersenyum menatap anaknya. Askha suka senyumannya, senyum yang membawa ketenangan, senyum yang mampu membuat dunianya berwarna, penuh kebahagiaan.

Senyum itu ... Membuat Askha ingat dengan sesosok wanita yang baru saja dia lamar tiga hari yang lalu. Ah, rasanya kebahagiaan itu berkali-kali lipat saat ini. Baru kemarin Askha mendapat senyuman manis dari calon istrinya, sekarang mendapatkan senyuman yang tak kalah manis dari Mamanya.

Namanya Alima Shafira. Jika diingat, Askha sering senyum-senyum sendiri karena gadis cantik itu. Bagaimana tidak? Pipi chaby, kedua bola mata hitam pekat, hidung yang tidak pesek juga tidak mancung, serta dagu runcing dan bibir pink yang menambah kesan cantik untuk Shafira.

Dia, wanita yang mampu membuat jantung Askha berdetak lebih kencang. Tatapannya, sorotan matanya, kata-kata yang keluar dari mulutnya, sungguh membuat Askha merasakan ketenangan. Terlebih senyumannya yang membuatnya candu. Ah, sudahlah, sudah cukup memikirkan Shafira, tepis Askha dalam hatinya.

“Kamu lupa, Kha, Papa kamu itu, kan, masih di Kantor,” jawab Bu Asih dan kembali memotong bawang merah. Askha tersenyum canggung seraya menggaruk kepala yang tidak gatal. Bisa-bisanya dia lupa kalau Papanya jam segini masih ada di Kantor.

“Ah, iya, lupa,” ucap Askha. Bu Asih menggeleng-gelengkan kepalanya pelan seraya tersenyum.

“Oh iya, Kha, saran Mama nih, kamu, kan, mau wisuda. Kamu juga, kan, mau menikah, jadi banyak yang harus dipersiapkan.” Bu Asih menyisihkan bawang merah yang baru saja ia potong. Dia lalu menatap Askha. “Kamu ambil cuti kerja aja dulu, sementara biar Papa yang pegang perusahaan itu,” lanjut Bu Asih memberi saran pada Askha. Pria berjaket putih itu mengangguk-angguk seraya berpikir sejenak. Benar juga apa kata Mamanya.

Askha memang masih kuliah. Di samping itu, Askha juga memegang perusahaan teknologi terbesar di Indonesia milik sang Papa. Pak Surya menyerahkan Perusahaan itu pada Askha karena percaya, Askha mampu melakukannya, meskipun pria itu belum lulus wisuda. Tapi lihatlah, Perusahaan yang Askha pegang selama dua tahun ini, kini semakin berkembang pesat.

Namun, mengingat di kantornya yang sedang banyak masalah, tugas-tugas kerjaan yang tak berkesudahan itu rasanya berat sekali untuk Askha ambil cuty.

“Iya, nanti aku ambil cuty sekalian menyelesaikan kerjaan di rumah,” balas Askha. Bu Asih spontan menatap Askha tajam.

“Kamu tuh niat nikah nggak, sih, Kha? Kerjaan mulu kamu pikirin. Nanti yang ada kamu ijab qabul sambil ngerjain tugas kerjaan kamu itu, tuh. ’Kan nggak lucu!” kesal Bu Asih. Askha menahan tawanya. Mamanya ini ngelawak, kah?

“Ya nggak gitu juga, Ma. Iya, iya, nanti aku minta tolong sama Zahra aja, deh,” ucap Askha pada akhirnya.

“Minta tolong apa? Masalah kerjaan? Jangan ngadi-ngadi deh kamu!” Bu Asih melangkah mendekati anaknya. “Kamu tuh, ya, bisa nggak sih nggak nyusahin orang-orang terdekat kamu, Kha?” tanyanya dengan nada pelan. Askha terdiam menatap sang Mama.

Perfect With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang