03. KAPTEN LANGIT

1.7K 130 0
                                    

03. KAPTEN LANGIT

***

Tahun 2023

“Kak Langit, gue boleh gak diajarin caranya back attack kayak tadi? Sumpah, keren banget tau!”

“Kak, gimana sih caranya melompat setinggi itu? Kakinya nggak pegal apa? Mau dipijit nggak?”

“Kaaakk~ kok bisa sih tetep ganteng padahal penuh keringat gitu?”

“Please, Kak, pleasee~ Sekali ini aja dong, ajarin caranya service sekeras tadi."

Semua orang tahu betapa hebatnya sosok yang sedari tadi disebut dengan embel-embel 'kakak' itu. Padahal ia hanya bertanding dua set tiga lawan tiga dengan tim-nya sendiri.

Ini adalah pemanasan sebelum meramaikan acara latihan tanding yang diadakan besok dengan SMA yang dengar-dengar mendapatkan posisi lima besar se-ibukota.

Sebanyak 13 anggota klub voli yang terdiri dari kelas X dan XI itu memakai kaos putih dan celana olahraga. Mereka hanya menatap si kakak yang berada di tengah lapangan khusus voli indoor.

Mereka tidak berminat membelahnya dari segerombolan anak perempuan yang tiba-tiba datang mengerubunginya.

Tidak ada yang menampilkan wajah terkejut, mereka sudah mengira bahwa ini akan terjadi.

“Dia bakal jadi manusia yang nyaris sempurna seandainya nggak miskin dan nggak rangking satu dari bawah,” ucap Galen tersenyum miris.

Ucapannya itu langsung disetujui oleh semua anggota tim. Wajah Galen yang penuh keringat itu menunjukkan bahwa ia baru saja bertanding dan kebetulan satu tim dengan Langit.

“Gak bakal gue bantah, sih. Kemampuannya di voli emang bikin gue takjub,” ujar Varrel penuh binar rasa kagum.

“Tiga tahun main voli, baru kali ini gue lihat dewa lapangan yang sebenarnya,” tambah Alvito pelan, nyaris kehabisan kata.

Berikutnya ada Aaron dari kelas X IPS 4 yang ikut menimbrung obrolan kakak kelasnya yang tengah membicarakan kapten voli mereka.

“Awalnya gue gak percaya Kak Langit pernah ikut Asean School Games dan jadi anggota paling muda dari kontingen Indonesia. Tapi setelah lihat semua pertandingannya secara langsung ....”

“Dia lebih dari sekedar pantas masuk tim nasional,” sambung Jendral menenggak habis botol air minumnya.

Laki-laki yang duduk lesehan di pinggir lapangan dengan dua kaki diselonjorkan itu tidak sedang hiperbola, tapi di matanya Langit memang sehebat itu.

Pantas saja dulu dia sering dikalahkan dan itu tidak hanya terjadi sekali.

“Dia udah dapet tawaran dari liga profesional. Katanya sih, ditolak sama dia."

Seluruh anggota tim voli amat sangat tercengang mendengar penuturan Kafka—setter utama sekaligus pemain unggulan di SMA Bimantara.

Dia berucap dengan mudahnya, semudah Langit menolak tawaran menggiurkan itu.

Lagipula orang gila mana yang menyia-nyiakan kesempatan emas masuk liga profesional yang jelas-jelas bisa membuat siapapun masuk tim nasional?

—dan sialnya, Langit lah orang gila itu.

Beberapa pasang mata langsung tertuju ke arah laki-laki tinggi dengan tubuh proporsional, kulit putih, dan rambut yang dibiarkan berantakan.

Setiap sorot mata yang ditampilkan pleh mereka seakan menyimpan segudang pertanyaan.

Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang