Selamat membaca!
.
.
.
.
.
Wajah manis menyusut secara berlebihan, dipenuhi warna kegelapan. Kilatan pahit menyambar lapisan mata, udara dingin menetap di rongga mulut dalam waktu yang cukup lama. Pemandangan tersebut menandakan betapa dalam kekesalan yang dia rasakan. Dia telah bertahan dalam suasana keruh itu sejak sang kekasih berbincang di telepon lebih dari satu jam.
Wajah lelaki tampan yang selalu datar kini menampilkan senyum yang bermekaran. Meski tipis, tetapi mampu mengguncang akal sehat Gu Wei. Pikiran-pikiran negatif mulai mengalir memenuhi benak, salah satunya adalah siapakah sosok yang sedang berbicara dengan Chen Yu di telepon? Dia penasaran seberapa cantik sosok itu. Apakah pantas dibandingkan dengan dirinya? Mustahil! Tidak ada seorang pun yang dapat menyaingi Gu Wei!
Chen Yu sengaja menjauh ke sudut ruangan sehingga isi percakapan tidak dapat bocor ke telinga Gu Wei. Hal itu semakin menerbitkan asumsi-asumsi negatif. Dia berkali-kali berdeham untuk mengingatkan pihak lain jika dia telah lama diabaikan. Namun, tidak ada hal yang bisa didapatkan selain pengabaian penuh. Benar-benar tidak bisa dibiarkan!
Langkah selanjutnya yang Gu Wei tempuh adalah menendang kaki meja dengan keras. Aksi tersebut cukup berhasil meski dia harus bersandiwara terlebih dahulu. Dia merintih tajam sembari berseru, "Arghh!"
Dengan volume suara yang agak dibesar-besarkan. Chen Yu pun berbalik dan segera mempertontonkan kekhawatiran tak terkendali di wajahnya. Kemudian, kembali berbicara kepada sosok di seberang sebelum mengakhiri panggilan, "Maafkan aku, Jenderal. Kekasihku mengalami kesulitan dan aku harus segera menolongnya."
Orang yang disebut jenderal itu memahami dengan cepat. Dia telah mendengar teriakan Gu Wei yang tampak seperti dirundung rasa sakit yang beruntun. Dia tidak mempermasalahkan Chen Yu yang menutup telepon secara sepihak setelah berpamitan. Bagaimanapun, hubungan asmara yang terjalin di saat masih berpacaran adalah waktu terbaik untuk mencurahkan kasih sayang berlebihan. Jika telah memasuki ikatan pernikahan yang lebih dalam, belum tentu kasih sayang yang dicurahkan terasa sama. Oleh sebab itu, dia memaklumi tindakan Chen Yu yang bisa dianggap tidak sopan kepada atasan.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Chen Yu segera mengangkat Gu Wei dan mendudukkan lelaki manis itu di atas pangkuannya. Kaki bergerak perlahan untuk menimang-nimang bayi kecil yang sedang kesakitan.
"Sangat sakit …." Gu Wei yang masih bersandiwara pun melingkarkan kedua lengan di leher Chen Yu. Dia berpura-pura menangis. Begitu ditanya bagian mana yang sakit, dia melanjutkan perkataannya sembari menunjuk bagian dada, "Di sini."
Kemudian, Chen Yu merasakan telapak tangan yang menekan bagian pipinya. Dia ditampar secara ringan, tetapi cukup untuk meninggalkan bekas panas selama beberapa waktu.
"Kamu berselingkuh!" lanjut Gu Wei yang segera turun dari pangkuan Chen Yu secara tiba-tiba.
Tidak hanya pipi yang terasa panas, jiwa Chen Yu ikut memanas atas tuduhan tersebut. Dia telah menunjukkan kesetiaannya melalui segala bentuk, tetapi sedikit saja kesalahpahaman mampu mencari celah untuk memicu pertengkaran mereka. Kepanikan melanda meski tidak diekspresikan secara langsung. Dia buru-buru menyusuri langkah menuju ke arah sang kekasih. Melingkarkan kedua lengan kekar di pinggang ramping Gu Wei, dia mengecup tengkuk halus yang selama ini telah menguji ketahanan nafsunya, dan berbisik, "Aku tidak."
Gu Wei kali ini tidak akan melunak dengan rayuan yang biasa Chen Yu berikan untuk membujuknya. Tidak sekali dua kali dia melihat wajah tampan itu membagi senyum yang seharusnya hanya boleh dinikmati dia seorang. Sampai kapan pun dia tidak rela dan akan pernah sudi mengizinkan orang lain mendapatkan hal yang serupa. "Iya kamu! Kamu tersenyum menjijikkan selama berbicara di telepon. Aku benar-benar muak melihatnya! Pergi dari sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GLOOM S.2 (YIZHAN)
FanfictionThe Gloom Season 2, jangan lupa mampir ke The Gloom Season 1 dulu. Tentang perjalanan hidup si kembar, Chen Yu dan Xiao Sa, dalam menggapai impian. Kebersamaan Chen Yu dan Xiao Sa harus terhalang oleh cita-cita. Keinginan untuk menjelajahi negeri or...