Dua Karakter yang Berbeda

5 0 0
                                    

Setelah mengetahui kenangan dengan Aneska masih tersimpan, aku lebih banyak diam pada Mas Nata. Mengimbangi sikapnya yang pendiam. Tak lagi ada basa-basi untuk mengajaknya ngobrol. 


Ah, entahlah. Aku tahu diri ini egois. Aku sudah disenangkan dengan materinya sesuai tujuanku  menikah dengannya, sekarang aku malah menuntut pria itu untuk memperlakukan aku sama dengan mantannya.


Siang, sehabis menemui Bella dan memberikan mainan, aku langsung masuk ke kamar.

Ada rasa dilema saat mendengar cerita Bela. Gadis itu kerap menerima kekerasan dari ayahnya.


Ternyata suami Anes seorang penjudi dan pemabuk. Hutang di mana-mana. Awalnya si suami seorang ustadz yang kaya. Begitu informasi yang kudengar yang sengaja aku cari tahu.


Setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi, kenapa suami Anes jadi berubah.


'Drrtt ….'


Ponselku bergetar, sebuah pesan dari Mas Nata masuk.


[Bisa minta tolong? Berkasku yang ada di atas meja rias kamu ketinggalan.]

Aku melirik meja rias. Memang ada map di sana. Aku mengirim balasan. [Baik, Mas. Akan aku antar.]

[Hati-hati]


Aku tersenyum hambar membaca balasannya sambil memberi respon ok di pesannya.

Setibanya di kantor Mas Nata, aku memarkirkan mobil di tempat biasa. 


'Bugh!' Saat baru saja keluar dari mobil, aku tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.

"Maaf, Mas. Aku tidak sengaja." Aku mengambil tasnya yang terjatuh.


"Eh, kamu Anyelir, bukan?" 


Mataku memicing menatap pria yang menunjukku. Mulai mengingat-ingat. "Kak Abian …," seruku setelah ingat kalau dia adalah Abian—pria yang dulunya satu sekolah denganku pas SMA juga merupakan ketua OSIS.

Dan juga … pria yang sempat aku taksir. Namun ia malah menyukai sahabatku Aneska. Namun sayang, wanita glamor itu sudah punya kekasih. Aku lupa siapa pacarnya saat itu. Yang jelas bukan Mas Nata.


Sebab baru kelas tiga SMA keduanya berpacaran. Pas itu Mas Nata datang ke sekolah kami sebagai guru ekstrakurikuler sementara. Entah dari mana mulanya keduanya berpacaran. Hingga bertahan sampai ke jenjang serius. Kalau saja aku tak menghancurkannya.


"Wah … gak nyangka banget aku ketemu kamu di sini, Nye."


Suara Kak Bian membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum simpul sambil memberikan tasnya.

"Apa kabar, Nye? Lama gak ketemu. Dan … kamu banyak berubah." Pria berbadan tinggi tegap itu memindai penampilanku dari atas hingga bawah.


"Baik. Kalau ka---"


"Kamu makin cantik, Nye!"


Sejenak aku terdiam dengan kalimat kakak kelasku tempo dulu itu. Kok, aku agak gimana, ya. Mendengar pujian seperti itu.

Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan dari Mas Nata. Dan aku mengharapkannya.

Aku segera menguasai keadaan. Berusaha biasa aja. Padahal … tersanjung. Lagi pula, aku tau Kak Bian orangnya banyol dan banyak bicara. Berbanding balik dengan Mas Nata yang pendiam. 

Dan … aku lebih menyukai orang yang berkarakter kayak Kak Abian. Humoris tentu sangat menghibur.

"Kamu sama, Kak. Juga makin tampan," balasku biar gak canggung.

PELAKOR SUKSES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang