Aku menatap Mas Nata dan Anes secara bergantian. Tatapan keduanya saling tertahan. Bak sepasang kekasih yang sudah lama terpisahkan dan sekarang kembali bertemu di waktu yang tak terduga.
Iya, itu memang benar. Dan pelakunya adalah aku. Memang akulah orang ketiga di antara mereka.
Andai aku tak tega memisahkan mereka berdua dengan tuduhan palsuku, tentu kedua insan berbeda jenis saling mencinta itu akan hidup bahagia.
Di sini aku yang salah. Namun … untuk sekarang, akulah istri Mas Nata dan aku sakit melihat tatapan itu.
Dapat kulihat tatapan itu begitu berarti untuk Anes. Begitu lekat menatap sang wanita.
Ah, entah apa yang ada di pikiran Mas Nata sekarang ini setelah bertemu dengan pujaan hatinya.
"Hei, itu Pak Adinata, bukan?" Salah seorang pria bertanya.
"Iya. Dia Adinata Hermas. Pengusaha sukses itu," jawab seseorang.
Namun meskipun begitu, Mas Nata seolah tak mendengar beberapa orang yang membicarakannya. Ia terlalu fokus menatap sang pujaan hati. Bahkan ia tak peduli dengan keberadaanku.
Situasi ini membuatku terluka dan sakit. Hatiku sakit … dadaku sesak … semakin lama semakin menghimpit. Karena tak tahan, perlahan aku mundur secara teratur dan pasti.
Barulah setibanya di kura kaget aku berlari kencang masuk ke mobil.
Di dalam mobil, aku menangis sejadi-jadinya sambil menjalankan dengan kecepatan tinggi.
Akhirnya … aku merasakan kekecewaan ini. Ya, karena aku sadar memang bersalah. Lalu mau apalagi?
Tinggal menikmati dengan ikhlas rasa sakit hati yang dulu juga pernah dirasakan oleh Anes.
Semakin kupercepat laju mobil hingga tiba di tempat di mana biasa aku mampir.
Setelah keluar dari mobil, aku berlari sekencang mungkin dengan deraian air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Kutelusuri jembatan panjang yang melintang di atas laut.
Entah kenapa aku seolah tak ingin berhenti berlari. Tak kupedulikan tatapan heran dari beberapa orang yang melihatku.
Aku terus berlari hingga kaki ini kesandung dan ….
Tangan seseorang menarik tanganku sebelum tubuh ini terjatuh.
Aku menoleh, dan mendapati tubuh tinggi tegap pria berdiri di belakangku. Menatapku dengan raut wajah yang tak bisa aku tebak.
Aku menangis sambil menundukkan wajah. Ada rasa kecewa saat mengetahui kalau yang datang menyusulku bukan Mas Nata, tapi Kak Abian.
Kemana Mas Nata? Apa dia sekarang sedang bersama Anes? Matan kekasihnya? Apa Anes sudah menceritakan semua kebenarannya? Lalu apa tanggapan Mas Nata?
Ah, begitu banyak pertanyaan yang menggelayut terasa berat di kepalaku.
"Jangan seperti ini, Nye!" Kak Bian bersuara.
Aku pun tersenyum. Seolah ingin menyembunyikan kesedihanku dari pria yang bisa kubilang orang asing.
Aku mengangkat tangan mengusap wajah yang basah dengan air mata.
"Pakai ini." Kak Bian mengulurkan sapu tangan. Untuk menghargai kepeduliannya, aku menerimanya.
"Terimakasih," ucapku. Iya, aku suka menghargai kepedulian orang. Sebab aku tahu bagaimana rasanya tak dipedulikan. Dan itu sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAKOR SUKSES
RomanceBagaimana rasanya mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan namun dengan hasil rampasan? Orang bilang tak akan bahagia rumah tangga yang diperoleh dengan cara tak baik, merampas hak orang lain. Tapi kenapa Anyelir malah sukses setelah berhasil merebut...