Saat perjalanan pulang, pikiranku kalut dan bercabang. Begitu banyak yang aku pikirkan. Dari Mas Nata yang bertemu dengan Anes. Lalu pengakuan perasaan Kak Bian.
Kak Bian bilang menyukaiku sudah lama, sedari masih sama-sama SMA atas rekomendasi Anes.
Saat Anes menolak Kak Bian sebab sudah punya pacar dari anak kepala sekolah, temanku itu memperkenalkan aku pada Kak Bian. Aku masih ingat kejadiannya. Baru ngeh juga saat itu dia baru ditolak Anes.
Dan saat itu juga mungkin aku sudah terlebih dahulu menyukai Kak Bian, namun ia tak menyadari.
Lalu baru sekarang ia menyatakan perasaanya dengan alasan gadis seukuran Aneska saja menolak, apalagi aku yang katanya kerap mendapat prestasi dan pendiam.
Ah, entahlah. Aku tak tahu apa yang dikatakan Kak Bian itu benar atau tidak. Sebab saat ini aku tak bisa fokus hanya ke satu hal. Ada hal lain yang lebih penting aku pikirkan sekarang. Yaitu Mas Nata.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk dan menjumpai Mas Nata duduk seorang diri di sofa ruang tengah.
Pria itu menenggelamkan wajahnya ke telapak tangannya. Tampak sekali kebingungan dalam dirinya.
Mungkinkah Anes sudah menceritakan semua kebenarannya pada Mas Nata. Akulah yang menyebabkan ia berpisah dengan sang kekasih.
Saat kedua tangan Mas Nata berpindah dari wajah mencengkram rambutnya, kulihat matanya sembab.
Mungkinkah Mas Nata habis menangis? Setelah mengetahui kebenarannya.
Ya, Allah … aku di sini merasa jadi wanita paling jahat sebab sudah tega menghancurkan hubungan yang sudah dijalani beberapa tahun lamanya.
Namun dari segi naluri sebagai istri, aku juga merasa sakit mengetahui kenyataan ini. Mas Nata masih untuk sang mantan.
Aku tahu Mas Nata menyadari keberadaanku, namun ia tak bersuara untuk menyapa.
Aku yang takut untuk menyapa dan berbicara padanya, perlahan melangkah ke arah kamar anak-anak.
"Damar dan Wulan sudah tidur. Nanti kebangun kalau kamu ke sana."
Langkahku terhenti mendengar suara Mas Nata. Aku menoleh. Ternyata dia menyadari langkahku meski tak menoleh.
"Lebih baik kamu istirahat saja. Sudah malam." Mas Nata berdiri. Suaranya terdengar serak seperti habis menangis. Itu artinya benar dia tadi menangis. Sudah pasti karena Anes.
"Jangan lupa sholat dulu," ingatnya dengan lembut sebelum ia melangkah ke arah kamar.
Meskipun kata-kata Mas Nata masih lembut seperti biasanya, namun aku tahu, saat ini pasti ia sangat membenciku. Hanya saja ia diam dan tak menampakkannya. Bawaan dari sikap tenangnya.
Aku semakin sakit dengan ini.
***
Saat keluar dari kamar mandi usai membersihkan diri, kujumpai lagi Mas Nata duduk termenung di sofa kamar menghadap jendela. Dengan kedua tangan menutupi wajahnya.
Begitu tampak kekacauan itu dalam dirinya. Hatiku semakin teriris. Berbagai macam jenis rasa sakit hadir di hati.
Ada rasa kecewa, cemburu dan bersalah. Segitu berpengaruhnya Aneska untukmu, Mas … hingga membuatmu menderita untuk kedua kalinya. Yang pertama saat tak jadi menikah, lalu sekarang … saat kau bertemu kembali beserta dengan kebenaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAKOR SUKSES
Любовные романыBagaimana rasanya mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan namun dengan hasil rampasan? Orang bilang tak akan bahagia rumah tangga yang diperoleh dengan cara tak baik, merampas hak orang lain. Tapi kenapa Anyelir malah sukses setelah berhasil merebut...