Chapter 6

179 21 31
                                    

"Ini foto adik saya. Ini waktu dia masih bayi, dan ini terakhir saya ambil sebelum adik saya di ambil sama ayah saya"  ucap Daniel sembari memberikan 2 lembar foto dimana yang satunya foto bayi dan satunya saat dirinya sudah remaja.

"Nak?"

"Iya?"

"Boleh beritahu dimana makam nya?" Tanya Jovan membuat Daniel sedikit mengernyit tak paham. Tapi, meski tak paham, Daniel tetap mengangguk.

"Saya bakal arahin ke makam nya. Sebelumnya maaf kalau lancang, saya mau tanya. Memangnya kalian dekat dengan adik saya?" Tanya Daniel sedikit ragu.

Mia menghela nafas panjang. "Foto ini, mirip dengan ini" Mia akhirnya mengeluarkan selembar foto bayi kecil yang tengah tertidur di tempat tidur khusus bayi yang terbilang lucu.

Daniel terpaku melihatnya. Mirip sekali. Sangat mirip.

"Sebentar. Travis punya tanda lahir bulan sabit di lengan bagian kiri tepatnya di atas bagian bahu?" Tanya Daniel.

Jovan dan Mia saling pandang kemudian mengangguk. Sial. Daniel tidak menyangka kalau yang berhadapan dengannya ini adalah orang tu kandung adik angkatnya. Jadi? Secara tidak langsung, Sam dan Travis adalah kakak beradik? Oh ayolah, Daniel bingung sekarang.

"Sam, kakak Travis?" Tanya nya lagi.

"Avis punya kakak?"

Bukannya menjawab, justru sebuah pertanyaan travis lontarkan dari bibirnya pada ketiga orang di dekatnya.

"M-maaf. Sebelumnya maaf, maaf tidak bisa menjaga anak kalian dengan baik. Maaf telah lalai menjaganya. Maaf karena anak kalian harus meregang nyawa tepat nya karena ulah ayahku. Aku, aku minta maaf. Sungguh!" Ucap Daniel tiba tiba. Tanpa sadar, dirinya bersujud membuat Jovan dan Mia terkejut bukan main.

"Hey nak. Berdirilah. Berdiri sayang, jangan seperti ini" ucap Mia membantu Daniel berdiri.

Air mata Mia sudah mengalir. Jujur agak sakit hati selama bertahun tahun mereka mencari si sulung, dan ternyata? Anak mereka telah berpulang lebih dulu. Bahkan hanya karena kelaparan. Lucu sekali bukan?

Jadi selama ini? Pencarian mereka, sia sia?

"Maaf paman, maaf bibi. Sungguh, atas nama ayahku. Aku meminta maaf yang sebesar besarnya. Aku, aku tau kesalahan ayahku tidak dapat di maafkan dengan cara seperti ini. Tapi, tapi jika kalian ingin memenjarakan ku sebagai gantinya juga aku tak apa kok. Aku, aku si—"

Grep!

Mia memeluk erat tubuh Daniel, menyalurkan rasa ketenangan. Mia tak lupa mengusap usap lembut punggung dan surai anak itu.

Pelukan. Pelukan yang sudah lama tidak Daniel dapatkan kini Daniel dapatkan dari orang yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali.

Mia melepas pelukannya. Menangkup kedua pipi Daniel.

"Heum? Jangan nangis, nanti ganteng nya ilang lho" ujar Mia lembut.

Jovan berdiri, mengusap lembut punggung Daniel. "Gapapa nak. Justru, paman terima kasih banyak karena sudah merawat anak paman." Tutur Jovan.

"Nak?"

Daniel menatap Jovan.

"Sejak kapan putraku tiada?" Tanya Jovan.

"Belum lama, mungkin sekitar 2 bulan yang lalu." Jawab Daniel di iringi senyuman tipis. Mengingat itu, Daniel sangat merindukan adik kecilnya.

"Ayo ke makam Sam. Paman mau berkunjung ke makam anak paman" ajak Jovan.

Daniel mengangguk. "Iya paman. Tunggu sebentar" Daniel celingukan mencari seseorang, dan netranya menangkap seseorang yang berdiri di depan kasir.

"Lie!"

Yang di panggil menoleh. Kyle berjalan menghampiri Daniel.

"Eh si bocill. Halo cill?" Sapa Kyle.

Travis yang mendengar suara tak asing itu langsung tersenyum.

"Kakak Liee yaaa?!" Tebaknya bersemangat.

Kyle terkekeh, ia mengusak lembut surai Travis. "Iya ini kakak, masih inget ternyata. Apa kabar?" Tanya Kyle.

"Avis baikk. Kakak lie baru pulang ya?" Tanya Travis lagi.

"Iya nih, capek banget tapi harus langsung kerja" jawabnya dengan nada suara seolah dirinya lelah.

Travis terkikik geli. "Kakak istirahat ya, minum air putih banyak. Kata mama kalo capek dengerin musik nanti capek nya ilang!" Serunya memberitahu.

Mia tersenyum mendengar itu.

"Lie. Titip cafe bentar ya? Gantiin posisi gue dulu" ucap Daniel tiba tiba.

"Ke makam?" Tanya Kyle menebak.

Daniel mengangguk.

"Gapapa, kapan kapan kita ke makam bareng sekalian ajak Jun juga." Tuturnya lembut.

"Makasih"


















































"Halo dek? Apa kabar?" Daniel terkekeh sejenak. "Kakak lupa, malah nanyain kabar, ehe"

Daniel menghela nafas sejenak. "Dek. Kamu tu ga? Kakak bawa siapa? Kakak bawa orang tua kandung kamu. Kamu tau? Ternyata, adek kamu udah besar, dia ganteng banget kayak kamu. Mukanya mirip dek. Adek, selama bertahun tahun penyesalan selalu Dateng ke kakak seolah kakak ini kakak yang buruk buat kamu. Maaf, maaf atas perlakuan ayah ke kamu." Lirih Daniel tanpa sadar menitikkan air matanya.

"Dek, kakak bawa orang tua kamu. Ada adek kamu lho. Lucu lagi, andai kamu masih ada. Kakak nyesel banget. Penyesalan kakak besar ya? Kakak gabisa jaga kamu. Kakak kangen kamu" Daniel mengusap batu nisan tersebut.

Kini berganti posisi, Mia mengelus lembut batu nisan bertuliskan nama anaknya disana.

"Halo kakak? Bertahun tahun, mama sama papa cari kakak dan bertahun tahun juga kami menunggu kakak kembali. Tapi nyatanya, kakak ga kunjung kembali dan ga kunjung ketemu. Sekarang, kita udah ketemu ya? Mama kangen banget sama Kakak. Mama ga nyangka, kalo anak sulung mama udah pergi duluan di banding mama." Ucap Mia panjang lebar.

Jovan hanya bisa mengusap bahu mia guna menguatkan sang istri.

"Seberat itu ya kehidupan kakak? Andai mama ga lalai buat jaga kakak. Pasti kakak ga akan kayak gini. Tapi mama berterima kasih banyak sama anak yang udah mau ngerawat kakak bahkan nganggep kakak kayak adeknya. Disini, mama akan selalu menyayangi kakak meski kakak sudah ga ada lagi sama mama" lanjut Mia.

"Kakak. Boleh mama kasih beberapa kata buat kakak?" Mia terdiam sejenak. "Mama cuman mau ngucapin, makasi banyak sama kakak. Meski mama gabisa sama kakak terus sampai kakak dewasa, setidaknya mama ngucapin banyak terima kasih sama kakak udah lahir ke dunia dan jadi anak mama sama papa. Disini, mama sama papa bangga sekali punya anak kuat dan hebat seperti kakak. Kelak, adek juga akan sama seperti kakak. Anak mama sama papa ga ada yang lemah, semuanya kuat. Termasuk kakak, selama bertahun tahun, kakak ngalamin banyak masa kesulitan sekaligus penderitaan. Tapi kakak hebat berhasil bertahan sampai sekarang. Meski sudah tidak di dunia yang sama lagi. Tapi mama sama papa berharap, kakak disana bahagia. Sangat bahagia di tempat yang indah"

Kata panjang yang Mia lontarkan membuat Daniel menangis. Tanpa sadar, Travis yang ikut mendengar juga ikut menangis. Meski dirinya tidak bisa melihat, setidaknya Travis bisa mendengar sekaligus merasakan suasana yang tengah terjadi sekarang ini.

Jovan memeluk Mia, menguatkan sang istri.

Jovan kini berganti mengusap lembut batu nisan tersebut.

"Sama dengan mama mu. Apa berterima kasih sama kakak. Terima kasih sudah lahir sebagai anak papa. Di kehidupan selanjutnya, lahirlah lagi sebagai anak papa. Boy."

TBC

Complementary Gems [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang