2. Tubuhku?

8 2 0
                                    

Di langit malam sebuah sayap kokoh berkibar indah. Warnanya yang biru gelap serasi dengan langit malam beserta bintangnya. Sosoknya yang gagah tidak lain adalah seekor Naga. Di atasnya duduk seorang gadis dengan gaun sutra putih dengan hiasan emas kecil yang bertabur sepanjang gaun. Tidak ada yang menyadari pemandangan mencolok itu seolah-olah terhalang oleh sesuatu.

"Kau benar-benar membutuhkan waktu lama untuk kembali, bukan?"

"Aku perlu menyesuaikan diri dan mempelajari beberapa hal."

"Menyesuaikan diri?"

Gadis itu tidak menjawab sang Naga. Matanya yang hijau menatap kerusuhan di bawah. "Isaac, hubungkan indramu dengan indraku, cepat!"

Isaac mendesah lelah. Bukankah lebih baik langsung saja pulang? Namun, walau begitu Isaac tetap mengerjakan perintah itu. Saat indra keduanya terhubung, Lucia bisa melihat lebih dalam ke Istana Kekaisaran. Lucia memperhatikan gerakan mulut Tillius dan membacanya.

"Aku-Antonio Tillius Ar Caligla Tartius bersumpah atas nama leluhurku, untuk siapapun yang dapat membawa kembali Putriku dalam keadaan hidup-hidup dan baik-baik saja, aku akan memberikannya apapun yang diinginkannya!"

Isaac memandang itu dengan jijik. Keduanya berbagi Indra satu sama lain, oleh karena itu apapun yang dirasakan Lucia dapat dirasakan olehnya.

"Kenapa rasanya begitu menjijikkan? Apa yang orang itu perbuat?" Isaac rasanya ingin mencekik leher pria itu, membuat darah hingga bahkan bola matanya keluar. "Apakah dia menyiksamu?"

Lucia menggeleng. "Pemilik tubuh ini membencinya. Lebih tepatnya dipaksa membenci Kekaisaran Tartius."

"Jika kau kembali ke tubuhmu, hubunganmu dengan Tartas atau Tar apapun itu akan berakhir, kan?"

Lucia terkekeh oleh sikap Isaac. "Sejak aku masuk ke tubuh ini, hubungan Callistina dan Tillius memang sudah berakhir, kecuali pemilik aslinya tiba-tiba muncul mengambil alih tapi sejauh ini tidak ada gerakan dari pemilik asli, oh, lihat, banyak sekali pasukan yang keluar."

"Sudahlah, ayo pulang." Lucia mengangguk.

Di bawah sana, Askary yang memiliki kemampuan turunan untuk dapat melihat menembus apapun menemukan Lucia yang terbang bersama seekor Naga. "LUCIAA," Askary berteriak keras, matanya berkaca-kaca.

"Oh, dia melihatmu." Lucia mengalihkan pandangannya ke bawah.

"Hai," sapa Lucia. Lucia berpikir sejenak. Apakah Askary bisa membaca gerakan bibir? "Pergi sialan."

Askary membeku, terkejut dan sedih di saat bersamaan.

"Ayo pergi, Isaac." Isaac mengangguk, mengepakkan sayapnya. Lucia membuat ruang baru untuk mereka, ruang dimana tidak ada yang dapat melihatnya kecuali garis keturunan pilihan dari pihak ibu Askary atau Askary itu sendiri.

Isaac terbang tinggi di langit dengan tenang dan damai hingga tiba-tiba Lucia mencengkram lehernya. "Isaac, turun! Ayo pergi beli makanan untuk semuanya!"

"Keuh-! Lucia, lepas dulu! Yang lain sudah menyiapkan makanan di sana."

"Hanya sedikit jajanan jalan."

"Tid-"

"Atau aku loncat."

"Arghh. Terserah!" Isaac dengan kesal mendarat di tengah lapangan luas yang sepi. Tidak ada yang menyadari mereka karena ruang yang mengisolasi keduanya dibuat oleh Lucia.

Isaac menjentikkan jarinya, seketika rambut Lucia menjadi warna coklat dan Isaac dengan warna hitam.

"Kau tidak bisa menggunakan sihir?"

Our Story Never EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang