7th June--Berawal Dari Kamu

18 4 0
                                    

Adakalanya aku menyerah pada kepenatanku sendiri, dan kabur, melarikan diri dari diriku sendiri.


Dari rutinitas begadang semalam suntuk, tagihan, daftar tugas, rentetan barang yang harus dibeli bulanan, omelan Mama, sindiran terkenal Kapan nikah? dari saudara besar. 

Juga, dari kamu.


Akumulasi keinginan gila membawaku ke alam khayal. Dan yang lebih gila, aku mengikuti kegilaan itu.


Kukumpulkan recehan dari dompet, kantong jins, saku jaket, sisi-sisi mobil yang menyembunyikan koin emas harta karun saat ada pengamen, juga sudut-sudut kamar bujangan yang tak tersentuh kecuali kamu dan Mama sepakat membedah kamarku.


Malam setelah pertengkaran terakhir kita aku mulai mencari harta karun dimana-mana seperti pengemis. Kuambil tas ransel paling besar dan kumuati dengan beberapa kaus lengan panjang tebal yang biasanya akan membuatku mengerutkan dahi-mereka hanya memenuhi lemari tanpa ada kesempatan untuk dipakai.


Mungkin sekarang lah takdir mereka.


Sebuah selimut perca yang dijahit nenek karena iseng, tak lupa kubawa bersama segulung tikar, lampu darurat, senter, dan dua botol air juga beberapa kotak rokok persediaan-sesuatu yang letaknya ditempel di balik meja kerja karena terlalu berbahaya jika kamu tahu.


Muatan itu aku lempar ke jok tempat kamu biasa duduk lalu menyalakan mesin. Dengan celana pendek usang, yang karet pinggangnya sudah longgar dan ditutupi kaus tanpa lengan yang panjangnya sampai ke paha, dan aku yakin, pasti sampai ke lututmu.


Perlu beberapa menit sampai aku tiba di lampu merah pertama dan berhenti, menyalakan sebatang rokok, menurunkan jendela mobil, meniupkannya, lalu mengingatmu. Tanjakan yang dapat menciutkan hati akhirnya muncul setelah berkilo-kilo meter, membuatku tergoda untuk menepi dan menikmati lampu kota di kejauhan. Aku memang tergoda, dan mau tak mau, menuruti godaan itu dengan kemudian berhenti ketika ada pedagang jagung bakar yang mangkal di pinggir jalan. Tak lama satu jagung bakar yang sanggup melelehkan lidah pun sudah berada di tanganku. Kakiku mulai seperti anak kecil, mengayun dari bak terbuka mobil sambil memandang lautan cahaya di bawah sana. Kamu ada di salah satu lampu yang kuibaratkan sebagai bintang.


Untung kamu tidak benar-benar ada di salah satu bintang, aku belum ingin berandai-andai kamu ada di salah satu bintang di angkasa, dan aku juga belum tega berharap kamu mati. Tapi, kamu memang menyebalkan.

Tak lama mobil berjalan, kemudian berhenti kembali berjam-jam setelahnya. Sebatang rokok kretek kini menyala, menggantikan yang menthol, karena tinggal sedikit dan sayang jika dihabiskan. Pakaian yang kukenakan harus menerima jins serta dua lapis baju hangat menjadi kawan mereka.


Aku pun siap menerjang hutan gelap, beberapa pos pemeriksaan, tanjakan edan, tebing, jurang, mahluk tak kasat mata, mahluk kecil imut penghisap darah, tas ransel seberat balita dari batu dan kemarahanmu karena aku mematikan ponselku.


Perjalanan ke atas memangsa empat jam waktuku. Sertakan satu tahun penuh napas pekerja kantoran yang selalu bolos mengikuti senam kebugaran wajib kantornya. Aku memang bukan karyawan yang baik.


Ribuan jarum menusuk-nusuk, angin malam ingin menyaingi pedasnya tamparanmu. Aku, lagi-lagi, kembali memikirkanmu.


Senyum ditebar. Beberapa yang di puncak adalah pendaki profesional, para veteran, mapala (mahasiswa pecinta alam), amatir, dan juga sekelompok orang yang satu-atau dua di antaranya-pernah mendaki gunung(walau cuma sekali) dan berniat menawarkan pengalaman luar biasa itu ke teman-temannya secara, ehm, congkak.


Beberapa orang mengajak bergabung, dari kelompok berbeda. Satu tersenyum tulus, sisanya terpecah ke dua kubu: mengangguk setuju dan menggumamkan persetujuan dalam kekakuan dan binar ragu.


Tak lama aku mulai membaur, interogasi kecil-kecilan, makan cemilan, membakar sesuatu di api unggun, menggerutu tentang bosku, mengomel tentang pekerjaanku. Tagihan-tagihan dan pajak adalah kelompok permasalahan yang disetujui hampir seluruh hadirin dalam Kelompok Api Unggun kami. Kamu, adalah salah satu yang menjadi bahasan kedua. Gurauaan tentang bos sekali lagi terdengar, curhatan tentang peliharaan mereka, mengolok teman kerja dan kekasih(ini ada di urutan kedua bahasan yang paling sering dibicarakan) dan kelakar mesum tak ketinggalan.


Aku tak salah dengan perkiraanku.


Ini semua menyenangkan!


Mie dalam gelas kertas? Suguhan bintang memukau? Teman-teman baru yang tak pernah kau kira akan kau temui dan menjadi prospek bisnis -dan ini adalah hal yang merusak kesenanganku.


Dasar orang dewasa.

Oh, sayang. Sayang sekali kamu tidak disana. Dan aku bersyukur kamu tidak ada disana dan merusaknya.
















The Best Random in Town!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang