Chici mengintip keadaan di luar melalui jendela. Asap itu sudah menghalangi pandangan mereka. Chici tidak bisa menatap apa-apa. Yang terlihat hanya asap. Cewek itu kembali duduk bersama teman-temannya.
"Sebenarnya kenapa? Yang ngerti tolong jelasin." Ucap Ghea. Mereka semua meminggirkan meja dan kursi. Dan kini mereka sedang duduk di lantai.
"Joan," Ucap Shena. Semua mata langsung terfokus pada Joan. "Lo yang sadar paling awal, lo pasti ngerti."
Joan menghembuskan napasnya. Cowok itu menyenderkan tubuhnya ke tembok. "Gue juga nggak ngerti, tapi yang pasti asap itu berbahaya."
"Emang itu asap apaan sih sebenernya?!" Ucap Lala yang benar-benar bingung dengan keadaan yang terjadi.
"Bukan asap biasa," Ucap Samu.
"Asapnya mengandung karbondioksida kayaknya," Gumam Jevan yang membuat semua orang menatap ke arahnya.
"Apa?" Dengan tidak berdosa Jevan malah bertanya.
"Gue nggak tahu lo serius apa bercanda Jev." Rayhan menepuk pundak Jevan beberapa kali.
"Yang pasti kayanya asap itu emang mengandung racun." Ucap Joan.
Kiana mengangguk. "Iya, kalo nggak mengandung racun, nggak mungkin bikin mereka kejang-kejang," Ucap cewek itu mendukung pendapat Joan.
"Terus ini abisnya kapan? Gila aja kalo kita disini sampai waktu yang tidak ditentukan." Jayhan yang sedari tadi diam saja kini bersuara.
"Lo kalo mau kejang-kejang silahkan keluar aja han, ikhlas gue lahir batin." Ucap Jiyan.
"Wah, sangat tidak berperiketemanan."
"Tapi tunggu," Harsa yang ada di sebelah Reynand bersuara.
"Orang diluar kejang-kejang doang, apa mening-gal?" Suara Harsa tiba-tiba memelan saat menyebutkan kata yang terakhir.
"Lo jangan gitu njir! Terus ortu gue gimana?!" Ucap Yura yang sedari tadi masih menangis. Cewek itu sangat mengkhawatirkan kedua orang tuanya. Sangat.
"Lah kok lo sewot sih? Yang punya ortu bukan lo doang disini," Ucap Harsa. Lagipula cowok itu hanya menebak.
"Ya otak lo jangan berpikiran kayak gitu dong seenggaknya!"
"Gue cuman memikirkan kemungkinan aja ya. Gue nggak berdoa mereka meninggal."
"Udah udah," Ucap Yuga. "Udah jangan berhenti," Lanjut cowok itu.
Saka menempeleng kepala Yuga. "Nggak usah ngomong lo. Suara lo tidak membantu."
"Udah jangan debat, ini bukan waktunya debat." Ucap Chici yang berpikir bagaimana mereka bisa tahu keadaan di luar sedangkan diluar masih ada asap?
"Tapi gue setuju sama pendapat Harsa," Sahut Sean.
Erza mengangguk. "Iya, kayak gimana ya, mereka kejang-kejang, bener-bener kayak di film-film. Film apa tuh yang gue tonton, tapi bedanya ini hujan, bukan asap, lo pada ada yang tau?"
"The Rain," Jawab Kiana singkat.
"Iya, The Rain!"
"Tapi ini dunia asli bro. Bukan film." Ucap Reynand yang tidak setuju dengan pemikiran itu.
"Nggak ada yang nggak mungkin Rey di dunia ini." Sahut Juna.
"Jadi lo berpikir kalo asap itu ngebunuh mereka?" Chelsea menatap Joan meminta jawaban.
Joan mengangkat kedua bahunya. "Gue nggak tau, gue berharap nggak."
"Asapnya lumayan mudar."
Semuanya langsung menatap ke arah jendela saat suara Saga masuk ke telinga. Benar kata Saga. Asapnya sudah mulai memudar. Tapi tetap saja mereka belum bisa melihat keadaan di luar.
"Kita harus cari bantuan."
"Ke siapa? Pemerintah? Pihak kepolisian? Petugas damkar? Gue nggak yakin sih, apa mereka nggak ngalamin hal yang sama, sama orang di luar sana?" Shena menyahut.
"Bisa nggak sih lo berpikir positif?" Ucap Lala kesal. Tadi Harsa, kini Shena.
Shena tertawa pelan. "Berpikir positif lo bilang? Dalam keadaan kayak gini nggak ada pemikiran positif yang bisa masuk ke otak gue. Satu pun. Nggak ada."
"Setidaknya lo berharap kalau mereka ternyata baik-baik aja dan semuanya balik kayak semula." Ucap Lala.
"Jadi gini Lala, lo lihat mereka kejang-kejang karena asap itu, apa mungkin masih ada kemungkinan baik? Hm? Gue sih berpikir nggak, bukan berarti gue nggak berharap kalau semuanya baik-baik aja."
"Yah sayang nggak ada popcorn. Buat mabar nih, gratis."
"Nobar bi, bukan mabar," Yah, untung Jiyan sabar menghadapi Abi.
"Iya, itu maksud gue,"
"Nanti kalau asapnya udah hilang, kita bagi tugas. Bukannya nggak mau lo pulang ke rumah masing-masing, tapi kita harus mastiin keselamatan kita dulu." Ucap Chici menengahi keributan di antara Shena Lala.
"Maksud lo?" Kiana mengerutkan dahinya.
"Ada yang ke kepolisian, jangan berharap bantuan, tapi cek aja dulu. Kalo ada bantuan bagus, tapi kalo kondisinya, yah, lo pada pasti ngerti maksud gue, langsung balik kesini."
"Terus orang tua kita gimana?! Masa iya kita mentingin diri kita sendiri!" Ucap Yura.
"Ra denger, disini yang punya ortu bukan lo doang, tapi kita semua, jadi gue harap lo ngerti penjelasan dari Chici. Jadi gini ra, kita nggak tau ortu kita dimana, bisa aja mereka udah nyelamatin diri atau berlindung di tempat lain. Kita nggak tau." Ucap Giselle mencoba memberi pengertian pada Yura si paling anak mamah.
"Mereka nggak mungkin ninggalin gue dan pergi gitu aja!"
"Duh ra, nggak ada yang bisa nyelamatin diri kita kalau bukan kita sendiri. Ortu lo juga nggak selamanya bakal bantu lo. Sampai sini paham?" Ucap Harsa.
"Bantuin ayang ngejelasin ceritanya." Yuga menyenggol bahu Harsa.
"Serius Yuga." Ucap Juna.
"Oh iya maaf." Yuga langsung membenarkan posisi duduknya.
Chici menghembuskan napasnya. "Ada yang ke supermarket, atau tempat perbelanjaan apa aja. Kali aja ada orang dan ada yang tetap disini buat jaga-jaga. Kali aja ada ortu kita yang datang buat jemput karena tau kita disini mau kerja kelompok. Ada yang nyari jawaban di sekitar sini, kali aja nemu orang dan nanya apa yang terjadi, dan ada yang ke rooftop, liat apa ada asap lagi yang mendekat, atau ada bantuan datang, nanti kita saling menghubungi lewat h----OH IYA HP, LO PADA KOK DIEM AJA SIH?!" Chici baru teringat sesuatu, mereka semua yang memang baru sadar kalau mereka punya ponsel langsung mengeluarkan ponsel masing-masing.
"Nggak ada sinyal njir." Ucap Samu.
Shena mengangguk. "Iya woy, nggak ada sinyal."
"Lah kok gue juga sama?" Harsa menggerakkan ponselnya kesana kemari.
"Masa bisa nggak ada sinyal serempak?" Ucap Jayhan bingung.
"Apa jangan-jangan---"
Semua orang langsung menatap ke arah Kiana. Sadar kalau semua orang menatap ke arahnya, Kiana mendongak. "Apa?"
"Jangan-jangan apa?" Tanya Yasa. Semua orang menunggu jawaban Kiana.
Kiana menghela napas. "Kalian bisa anggap gue gila, tapi ini cuman pemikiran gue aja, apa jangan-jangan asap ini dibuat sama manusia? Asap ini dibuat karena ada tujuan tertentu, maybe?"
Semua orang langsung saling tatap. Ucapan Kiana ada benarnya juga. Apa mungkin ini ciptaan manusia?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW WORLD | 00LINE K-POP
Teen FictionAwalnya, semua baik-baik saja. Awalnya, semua berjalan seperti biasanya. Awalnya, hari esok akan datang seperti hari biasanya. Ya, awalnya. Sampai pada akhirnya sebuah bencana datang yang membuat sebagian besar orang kehilangan nyawa. Ya, musibah y...