tiga.

324 33 4
                                    

Sunghoon mendongakkan kepala, menahan rembasan darah yang keluar menetes dari dalam hidungnya. Dia masih sulit mempercayai apa yang terjadi kepadanya saat ini.

"Kok bisa sampe mimisan begitu? Harusnya kalau kau memang sakit kan bisa izin sakit, tidak perlu memaksa datang ke sekolah." Jake memberikan selembar tisu kepada Sunghoon yang ia ambil dari atas meja nakas unit kesehatan sekolah.

"Apa bunda dan ayahmu sudah pulang dari rumah kakekmu?"

Sunghoon menggeleng, ia menyumbat lubang hidungnya menggunakan selembar tisu yang digulung.

"Aku jarang melihatmu sakit. Tapi rasanya aneh kalau tiba-tiba kau mimisan tanpa sebab..."

Jake secara eksplisit mengangguk menyetujui pengutaraan Jay barusan. Selama menjadi teman saat awal masuk sekolah menengah atas Jake tahu, Sunghoon bukan termasuk golongan orang yang lemah secara fisik. Tidak jika itu menyangkut tentang-

"Apa ada yang mengganggumu?" Jay bertanya sambil mengisyaratkan tanda petik dalam kalimat mengganggumu.

Sunghoon mendongak menatap mata elang milik Jay ketika pertanyaan itu mengangkasa. Laki-laki Park itu hanya diam memberikan jeda yang panjang untuk jawaban dari pertanyaan lelaki yang berbagi marga sama dengannya itu.

Pun, manakala mendapati kebisuan Sunghoon, Jay langsung berkontribusi mendudukkan pantat di atas bangsal bersisihan dengan Sunghoon lantaran mendadak merasa merinding.

"Berarti itu benar? Mereka mengganggumu lagi, 'kan?"

Sunghoon tersenyum tipis. Semakin menambah kesan horror di dalam ruangan UKS kala itu. "Ah itu... Tidak, 'kok."

Jay yang sama sekali tidak bisa mengatur kadar keingintahuannya saat ini pun kembali berujar, "Kau serius apa? Ayo jujur saja. Apa energinya sangat negatif? Apa dia berusaha untuk mencelakaimu? Apa dia termaksud roh jahat? Sekarang dia ada di mana?"

Sebenarnya Sunghoon bukan termasuk golongan anak yang jahil. Hanya saja, begitu melihat riak ketakutan yang disiratkan begitu jelas dari netra kelam milik Jay, Sunghoon malah jadi ingin menjahilinya.

Sunghoon mengulas seringai tipis. "Kau serius ingin tahu dia di mana?"

Jay meneguk ludah. Pertanyaan Sunghoon benar-benar terdengar serius, kedua alis Sunghoon yang terangkat skeptis seakan menepis pergi segala pemikiran tanpa ketakutan yang tadinya sempat mendera ingin mengetahui tentang, 'di mana keberadaan mereka yang tak kasat mata itu sekarang'.

"M-memangnya dia a-ada di mana?"

Haluan pandang kembali dipusatkan pada satu sudut yang berhasil menarik perhatian Sunghoon sejak tadi, secara tunai kepala Sunghoon terangkat bersama dengan tatapannya yang sejajar ke arah jendela ruang UKS.

Di sana, Sunghoon menjatuhkan tatapannya tepat kepada sosok Saemi yang kala itu sedang melongokkan kepalanya dari luar ruangan. Hantu gadis bergaun selutut berwarna gading itu melayang menatap Sunghoon dengan binar matanya yang cantik dan jernih. Kelopak matanya bagai bunga tulip dengan pipi berisi sedikit kemerahan seperti bakpau isi selai stroberi.

Dia sudah memperhatikan Sunghoon dari awal sejak laki-laki itu dibawa oleh Jake dan juga Jay ke ruang UKS.

Obsidian sekelam jelaga, namun teduh laksana senja milik Sunghoon beradu tatap dengan netra hazel milik Saemi dalam sekian detik lamanya. Jari telunjuk Sunghoon terangkat tanpa dikomando, untuk kemudian menunjuk sosok yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan yang begitu dalam.

"Dia ada di sana." Sunghoon bergumam dalam desisan rendah.

Jake dan Jay merasakan adrenalinnya berpacu. Keduanya menoleh serentak menatap jendela dalam ruangan UKS itu. Jantung Jake bertalu dengan begitu kencang beradu dengan detak jantung Jay yang bahkan terdengar lebih parah. Mata telanjang Jake dan Jay tak mendapati apapun dan siapapun di sana.

[psh] Another Wish Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang