Reason

13 1 3
                                    

Jika di tanya alasan Jimin untuk hidup dia akan menyatakan dengan keras bahwa ia hidup untuk dirinya sendiri. Usianya memang masih dini tapi, soal ini ia pasti sangat paham. Ia sudah tau betapa kerasnya hidup dan betapa tidak adilnya dunia. Setelah orang tua nya meninggal yang ia tahu dari sang ibu panti hanya lah petunjuk di mana makam mereka berada. Terkadang, jika sempat ia meluangkan waktunya sebentar hanya untuk mengunjungi dan mencium nisan tersebut. Jujur, Jimin rindu pelukan hangat dari ibunya, ia rindu dan membayangkan tangan sang ayah menuntun Jimin belajar berjalan. Kenyataan seolah menampar dan mengejek nya seolah mengatakan "begini lah hidup mu menyedihkan, bukan?"
Berjalan dan menahan lapar di terik matahari karena dagangan yang semakin sepi. Ia tau ini tak akan banyak membantu maka dari itu ia meminta ibu panti nya untuk sekedar memberi saran lebih. Ibu panti menyarankan agar ia bisa menjual makanan juga dan sekarang lihat lah. Kaki mungil itu berjalan dengan semangat dengan wajah berseri seri. Menyusuri pinggiran jalan dan berhenti di salah satu bangku menunggu lampu merah.

" Jimin harus bawa duit banyak untuk obat ibu" gumamnya.

Anak lainnnya juga sudah memencar total ada 9 anak.

" Permisi, apa ibu ingin beli minum?" Menghampiri salah satu mobil dan menawarkan dengan nada yang sopan serta senyuman khas Jimin.

Orang asing yang memiliki rambut sedikit bergelombang tersebut mengalihkan fokusnya pada Jimin.

" Tidak dek. Kamu bisa tawarkan dengan yang lain saja " jawab pengendara perempuan tersebut.

Mendapat penolakan Jimin memasang wajah sedih dan segera beralih ke kendaraan yang lebih kecil.

" Permisi, kakak ingin beli minum?" Tanya nya pada seorang pengendara motor.

Sang pengendara menoleh lalu tersenyum manis
" Kakak, ingin satu boleh ya?"

Jimin mengangguk semangat dan mengambil minuman berperisa markisa tersebut.

" Ini kakak. Terimakasih sudah mau membelinya ya semoga hari kakak menyenangkan"

Pengendara tersebut mengangguk gemas dan mengusap pipi Jimin yang kotor

" Sama sama. Jangan terlalu keras bekerja ya dek. Kamu masih terlalu kecil apalagi ini jalan raya bahaya tau "

Ia mengangguk sembari tersenyum lagi lalu pamit meninggalkan sang pengemudi.


Hari ini penghasilan nya tak banyak. Hanya 50 ribu saja dan itu tidak cukup untuk makan dan membeli obat ibu panti nya. Sepertinya ia harus berpuasa lagi hingga besok. Yang terpenting adalah obat ibunya. Anak lain mungkin sudah pulang dan makan karena ini giliran jimin yang membeli obat maka ia harus mengeluarkan duit nya dan melupakan soal perutnya. Yah, memang begitu setiap anak mendapatkan giliran untuk membeli keperluan seperti obat contohnya. Jika tak cukup sebenarnya ibu panti bisa memberi beberapa lembar uang yang ia simpan untuk keperluan mendadak.


























Pria dewasa yang terlihat sedang sibuk mengotak atik laptopnya dengan kacamata bertengger di hidung mulusnya. Namjoon, setelah kehilangan sang putra 2 Minggu yang lalu ia memutuskan untuk tidak terlalu berlarut dalam kesedihan dan fokus untuk diri sendiri. Bekerja tanpa jeda untuk mengalihkan pikirannya yang terkadang masih sering lewat. Foto dan pigura sang anak melekat indah di sekitar mansion besar milik namjoon.

Kamar jungkook yang selalu di bersihkan setiap hari agar tidak kotor dan di kunci rapat atas perintah dari tuan mereka. Terkadang saat namjoon stres karena pekerjaan ia mampir ke sini untuk menghirup sepuasnya aroma anaknya yang masih melekat di kamar minimalis ini. Aroma bayi dengan wangi vanilla mampu membuat nya rileks hingga tak sadar tertidur di kasur sang anak. Boneka cooky dengan warna pink itu juga masih melekat indah di pinggir kasur. Boneka pemberian sang ayah saat usianya menginjak 4 tahun. Satu tahun sebelum ia tahu anaknya tengah berada di ambang kematian. Anaknya menyukai boneka tersebut dan membawanya ke mana mana bahkan saat makan.



The end ( BTS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang