5 - Mimpi Buruk

40 11 0
                                    

Bab 5 – Mimpi Buruk

Sesaat Rania seolah tak mengenali lelaki di sampingnya ini. Edas dengan tatapan runcing serta garis-garis wajah yang mengeras benar-benar terasa semakin asing.

"Hei! Siapa kamu?" Lelaki pengganggu itu sudah berdiri tegak. "Berani-beraninya ikut campur!"

Rania yang masih syok, refleks berlindung di balik Edas.

Tanpa aba-aba, lelaki itu menyerang Edas dengan beringas. Sayangnya, serangan tanpa perhitungan semacam itu sangat mudah ditangani oleh Edas. Pukulan dan tendangannya hanya mengenai udara.

Melihat pertikaian itu, Rania membekap mulutnya sambil mundur mengambil jarak aman. Dia menahan diri agar tidak teriak lagi. Dia tidak ingin memicu kerumunan.

Tak ingin berlama-lama dengan bajingan receh ini, Edas menyerang tungkai lelaki itu hingga tumbang dan kepalanya membentur lantai.

Edas lekas menghampiri Rania yang tampak sangat ketakutan. "Ibu nggak apa-apa?"

Rania menggeleng. Dia antara takjub dan tidak percaya melihat kemampuan berkelahi Edas hingga mampu melumpuhkan lelaki kurang ajar itu dengan sangat mudah.

"Ayo, Bu, kita harus pergi dari sini."

Rania tidak menepis ketika Edas menyentuh pundaknya dengan lembut dan menggiringnya pergi.

"Woe! Jangan kabur!" teriak lelaki itu. Dia masih ambruk di lantai. Sepertinya tendangan terakhir Edas membuat kakinya cedera serius.

Sebelum keluar ke area utama coffe shop itu, tiba-tiba langkah Rania terhenti.

"Papa nggak perlu tahu soal kejadian tadi."

"Baik, Bu." Edas mengangguk paham.

Sekembalinya di meja, Rania berusaha keras untuk bersikap biasa, meski pikirannya tentu saja masih tertinggal di lorong tadi.

Siapa lelaki itu?

Ini memang bukan kali pertama ada lelaki yang mencoba bersikap kurang ajar padanya, tapi karena terjadinya setelah artikelnya viral, pikirannya jadi ke mana-mana. Dia tidak ingin menyambung-nyambungkan, tapi sejumput rasa khawatir tumbuh di dadanya dengan sendirinya.

Edas cukup lihai mengambil alih suasana. Dia sengaja memancing beragam topik dengan Yudian agar perhatian lelaki paruh baya itu teralihkan dari Rania. Namun, walau sudah begitu, Yudian tetap bisa merasakan ada sesuatu yang salah. Hanya saja, dia memilih untuk tidak membahasnya.

***

Rania termenung di ruang tengah. Laptop di depannya menampilkan artikel yang semakin banyak menuai komentar dan sering dibagikan itu. Sebelumnya dia tidak pernah gentar, karena merilis artikel semacam itu memang bukan kejahatan. Namun, kejadian di coffee shop tadi mulai meriuhkan monolog di kepalanya. Bagaimana kalau yang tadi itu hanya awal dan ke depannya dia akan lebih sering mendapatkan gangguan di tempat dan waktu yang tidak terduga?

Di sisi lain, aksi Edas saat menangani lelaki kurang ajar tadi terus terbayang di benaknya. Dia semakin penasaran dengan latar belakang si karyawan baru itu. Dengan kemampuan bela diri yang sepertinya sangat terlatih, ditambah masuknya ke perusahaan dengan jalur yang tidak biasa, sepertinya dia bukan orang sembarangan.

"Lagi apa, Sayang?"

Sapaan papanya membuat Rania tersentak. Dia refleks menutup laptopnya.

"Papa udah minum vitamin?" Selain benar-benar mengingatkan, Rania bermaksud mengalihkan suasana.

Yudian bergumam mengiyakan. Kadang dia lelah dengan pertanyaan itu. Namun, di sisi lain dia juga bersyukur punya anak yang sangat peduli dengan kesehatannya.

Mantan Pembunuh BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang