Bab 9 – Benar-Benar Adik atau Bukan?
Edas kaget ketika Ikhsan tiba-tiba melesat di depannya dan hampir menabraknya. Meski tadinya pintu ruangan BK itu tertutup, Edas bisa menyimak samar-sama obrolan mereka. Terutama saat Ikhsan meneriakkan tentang anak haram. Karena itu, Edas yakin, anak yang kabur itu adiknya Firda. Dia pun berinisiatif menyusulnya.
"Hei, Bro ...."
Ikhsan mendengar panggilan itu, tapi tidak peduli.
Edas pun mempercepat ayunan kakinya hingga langkahnya sejajar dengan Ikhsan.
"Mau ke mana? Buru-buru banget."
Sikap sok akrab Edas membuat Ikhsan makin dongkol. Langkahnya terhenti. Dia menatap Edas dengan alis menyudut.
"Lo siapa, sih?" tanyanya disertai helaan napas kasar.
"Aku temannya ka—"
Belum sempat Edas menyelesaikan kalimatnya, Ikhsan kembali melangkah panjang-panjang.
Edas lekas mengekorinya.
Ikhsan terus melangkah hingga melewati gerbang yang kebetulan lagi bebas dari penjagaan satpam. Di depan sekolah ada bangku beton yang biasa digunakan anak-anak saat menunggu jemputan, dia duduk di sana.
Di seberang jalan ada warung, Edas berinisiatif ke sana lebih dulu untuk membeli sesuatu.
"Nih ...."
Ikhsan hanya melirik minuman soda yang ditawarkan Edas.
"Katanya, kamu habis berkelahi, ya? Tapi, kok, nggak ada lukanya? Jago berarti." Edas terkekeh. Namun karena Ikhsan tetap cuek, jadinya garing.
Edas pun duduk di samping anak itu, sambil berpikir bagaimana cara mendekatinya. Sesama lelaki harusnya lebih gampang.
"Tadi malam aku juga habis berkelahi."
Pengakuan itu menarik perhatian Ikhsan. Dia menoleh.
"Tapi aku nggak sejago kamu kayaknya, makanya dapat luka." Edas menunjuk plester di keningnya.
Sudut bibir Ikhsan berkedut, seperti menahan senyum melihat plester Mickey Mouse itu.
Melihat itu, Edas seolah menemukan celah. Dia pun mencoba menawarkan minumannya sekali lagi.
"Minum dulu, biar nggak gerah."
Akan tetapi, Ikhsan berpaling dan tampak tidak tertarik dengan minuman dingin itu.
Edas pun meletakkan minuman itu di antara mereka, lalu membuka yang satunya lagi untuk dirinya.
"Nggak apa-apa berkelahi. Namanya juga cowok. Ya, kan?"
Usai mendengar kalimat itu, Ikhsan meraih minuman bagiannya, langsung membukanya dan meneguknya banyak-banyak hingga bersendawa.
Edas senyum-senyum melihatnya, sambil menerka-nerka ada apa dengan anak ini sebenarnya hingga Firda agaknya kewalahan menghadapinya?
Edas mengernyit ketika melihat wajah Ikhsan kembali mengeras saat melihat ke seberang jalan. Rupanya di warung tempat Edas beli minuman tadi, barusan tiba rombongan cowok SMA yang langsung tertawa-tawa sambil melihat ke arah Ikhsan, seolah Ikhsan yang mereka tertawakan.
"Mereka juga yang suka gangguin kamu?"
Ikhsan tidak menjawab. Tatapannya hanya semakin runcing ke seberang jalan. Hal itu cukup jadi jawaban atas pertanyaan Edas.
Tanpa bertanya lebih lanjut, Edas pun langsung menghampiri mereka.
"Apa yang lucu, ya?" tanya Edas pura-pura setibanya di depan mereka. "Kok, kayaknya ketawanya seru banget?" Dia benar-benar menatap mereka satu per satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Pembunuh Bayaran
RomansaSebagai general manager di perusahaan makanan dan minuman yang nantinya akan dia warisi, Rania selalu totalitas. Namun, ketika artikelnya yang secara tidak langsung menjatuhkan salah satu brand kompetitor terbesar viral, keadaan menjadi tidak baik-b...