5. Menantang Karateka

145 20 4
                                    

BUNYI lembaran-lembaran kertas yang dibuka terdengar dengan jelas dari kamar seorang gadis yang sedang sibuk menekuni buku barunya. Sudah tiga hari berturut-turut buku itu terus mendampinginya ke mana-mana. Dia selalu ketagihan untuk terus membaca dan membaca. Jujur saja, Ariana paling tidak tertarik membaca buku fiksi seperti novel, cerpen, kumpulan puisi atau semacamnya. Rak bukunya hanya dipenuhi dengan buku-buku berbau ilmiah, buku latihan soal, buku berbagai bahasa asing, buku pelajaran dan rekan-rekan buku non-fiksi lainnya. Ini pertama kalinya dia membaca buku bergenre sejarah Islam seperti ini. Tentu saja buku itu bukan kisah fiksi, Sirah Nabawi adalah buku tentang sejarah para nabi yang isi seluruhnya berdasar kepada Al-Qur'an dan Hadits, bukan kisah dari mulut ke mulut atau sekedar karangan saja. Karena itu, Ariana merasa sangat menikmati buku ini. Untuk pertama kalinya dia bisa merasakan senangnya membaca buku yang bernuansa Isami dengan topik yang lebih ringan sekaligus menambah ilmu agamanya.

Ariana memperbaiki letak kacamata bacanya. Lampu kamarnya sudah dimatikan, hanya lampu di mejanya saja yang masih menyala. Niat awal membeli buku ini memang untuk mengerjakan tugas bahasa Indonesia, tapi saat membaca, Ariana malah tidak bisa berhenti. Tidak satu baris kalimat pun yang sudah dibuatnya untuk menulis biografinya.

TOK-TOK-TOK!

Ariana dengan cepat menyelipkan bukunya ke belakang bantal sesaat sebelum mamanya muncul dari balik pintu.

"Sayang, kamu sudah tidur?"

Ariana memperbaiki posisinya menjadi duduk sambil tersenyum menatap mamanya. "Belum, mah."

"Lagi apa sayang? Kok udah matiin lampu, baru jam delapan, loh." Mama Ariana duduk di pinggir tempat tidur anaknya.

Ariana meringis. Sebenarnya dia sengaja agar mamanya tidak tahu dia sedang membaca buku Sirah. Dia yakin sekali mamanya akan marah jika dia membuang waktu dengan melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal ada saat di mana Ariana benar-benar butuh refreshing, butuh untuk menghilangkan rasa penat karena sepanjang waktu hanya memikirkan tentang pelajaran dan masa depan.

"Ariana agak pusing, mah. Jadi mau langsung tidur aja." Tentu saja dia pusing, seharian penuh hari libur hanya membaca buku saja.

Mamanya mengangguk mengerti. "Riana, mama udah dapet tutor baru buat kamu. Dia udah pengalaman banget mengurus anak bimbingannya hingga lulus dengan nilai memuaskan dan masuk universitas favorit di Inggris. Bahkan dia membuka rekomendasi untuk Universitas di Amerika juga. Namanya Miss Yu, doktor lulusan Columbia University."

Ariana menarik napas berat, namun tidak menampakkannya pada mamanya. Dia sadar, sudah tiga hari ini dia telah membuang-buang waktu berharganya. Saatnya kembali ke dunia nyata, mengejar impian dan cita-citanya.

Ariana tersenyum lembut. "Iya Mah, makasih yah. Nanti Riana temuin Missnya."

Mamanya ikut tersenyum sambil mengusap rambut hitam putrinya yang panjang.

"Oh yah, Ma. Tadi bu RT datang ke sini, katanya besok mau ada acara pengajian bersama di masjid khusus ibu-ibu."

Mama Ariana berhenti mengelus rambut anaknya dan berdiri dari duduknya. "Iya, tadi bibi udah sampein juga. Kamu lanjut tidur lagi sayang."

"Mama gak dateng?" entah kenapa, muncul keinginan untuk bertanya seperti itu pada mamanya. Biasanya Ariana tidak akan ambil pusing pada apapun mengenai urusan orang tuanya, tapi dia sendiri juga tidak tahu, belakangan ini tiba-tiba dia sering tertarik memikirkan sesuatu tentang agama.

"Mama sibuk sayang. Pelanggan lagi ramai banget di butik Mama semenjak awal tahun ini. Nanti kalau Mama udah ada waktu senggang."

Ceklek! Terdengar suara pintu yang sudah tertutup. Ariana menatap pemandangan itu sedikit miris. Sejujurnya dia mengerti betul dengan kesibukan mamanya, kesibukan orang tua dan saudara-saudaranya, tapi rasanya ini sudah berlebihan. Hari-hari mereka seperti hanya untuk kerja dan kerja saja.

KISAH EXCELWhere stories live. Discover now